"Sar!" panggil seseorang yang ia kenal.
"Aku antar pulang ya?" tawar Kevin.
"Nggak kak, aku naik angkot aja kak." Bukannya menolak, Sara masih merasa bersalah dengan apa yang ia katakan beberapa waktu lalu.
*~*
"Ma, aku pulang," katanya dengan malas. Sara yang biasanya akan menanyakan soal makanan saat pulang kini memilih berjalan malas ke kamarnya."Kenapa Sar?" Aneh melihat putri tunggalnya itu. Kenapa terlihat lesu begitu.
"Nggak Ma, Sara lagi males, mau tidur." Menaiki tangga dengan tertatih-tatih, melempar tas ke sembarang tempat, sepatu dilepas dan tergeletak dimana saja, dan berakhir di atas ranjang yang empuk.
Sara mendengus kasar.
Terlalu banyak hal yang ada di otaknya. Kevin adalah salah satunya. Mengapa dia begitu bersalah, apa karna Kevin adalah teman lamanya? Mungkin saja.
"Minta maaf nggak ya?" Ia memandang dirinya di cermin berukuran sedang di dekat tempat tidurnya.
Sara mengambil benda pipih dari dalam tas yang tadi ia lempar. Ia mulai mengetuk-ngetuk layar ponsel untuk menulis pesan.
"Kak, maaf ya aku...ihh nggak, alay banget, ulang-ulang! Kak, sorry soal di...kok jadi gue yang ribet? Kan gue jujur ngomong gitu." Sara mulai menggila.
Ting!
Kevin
Maaf, gue nggak bermaksud ganggu, mulai sekarang gue gk bakal ganggu lo lagiSara sontak kaget dan berdiri sambil membaca dengan jelas kalimat dari Kevin.
"WHAT? Tunggu-tunggu, Gue? Lo? Seorang Kak Kevin ke gue? Wow." Terkejut. Selama ini Kevin tidak pernah memakai sapaan itu. Aneh saja jika sapaannya berubah seperti itu.
Sara tidak ingin ambil pusing, ia perlu makanan untuk berfikir. Sara segera turun dan mengambil beberapa snack yang ia punya.
*~*
"Hai Kak Kevin!" Sapa Siska dengan semangat. Ia dan Sara sedang menuju kantin dan berpapasan dengan Kevin.
"Mampus." Sara memejamkan matanya untuk menetralkan ekspresinya. Tiba-tiba saja tubuhnya memilih untuk memutar balik dan segera mencari tempat tertenang. Perpustakaan.
"Eh Sar, mau kemana? Katanya laper? SARA!!!" Siska terheran-heran dengan sikap Sara. "Aneh ih, masak aku ditinggal sendiri," kesalnya. Mau tak mau ia harus ke kantin sendiri.
"Kenapa gue jadi panikan gini? Harusnya jalan aja," sesalnya. Ia memilih duduk di bangku pojok dekat jendela di perpustakaan. Ia menatap lapangan luas yang terlihat pemain sepak bola disana.
Sara menyenderkan tubuhnya di kursi dan perlahan menutup matanya. Sungguh dia lelah. Semuanya berjalan begitu berat setelah kepergian orang itu.
Orang yang dulu sangat ia sayangi dan sekarang hanya tinggal kenangan. Ayahnya. Sudah 3 tahun belakangan ini ayahnya pergi tanpa kabar. Anehnya uang bulanan tetap dikirim setiap tanggal 28 -tepat pada tanggal hilangnya Anton, Ayah Sara. Sara tidak mengerti apa yang terjadi. Yang jelas ia perlu uang itu untuk merawat Mamanya.
Sejak hari itu kondisi Mamanya semakin memburuk. Puncaknya ketika Mamanya hampir saja bunuh diri dengan berbagai jenis obat yang dengan sengaja ia minum. Hari itu sangat kacau. Sangat kacau.
~
"Ma, Sara pulang." Saat membuka pintu ia tidak menemukan seseorang yang ia cari, bahkan tak ada sahutan sama sekali setelah Sara memanggilnya beberapa kali.Perasaannya mulai tak enak.
Brak!!!
Suara benda terjatuh. Itu berasal dari atas. Ia berlari menaiki tangga. Kamar Mamanya. Saat Sara membuka pintu kamar itu dengan paksa, betapa terkejutnya ia ketika menemukan orang yang ia sayangi tergeletak di lantai.
"MAMA!" Seketika kakinya melemas untuk berlari menuju tubuh Tania yang tergeletak lemas. Beragam jenis obat ia temukan berserakan di sekitarnya.
Dengan tangan gemetar dan air mata yang tak terbendung, ia mengambil ponselnya dan memanggil ambulan agar Mamanya bisa ditangani dengan cepat. Sambil menunggu ia terus berdoa dan tangisannya mulai menjadi-jadi. Tak ingin kehilangan lagi setelah kepergian Ayahnya.
Peringatan masuk kelas menyadarkannya dari pikiran masa lalunya. Sara segera menuju kelasnya.
*~*
"MAMA! SARA PUL-ang..." Saat membuka pintu rumah suara yang tadinya melengking tiba-tiba melemah. Matanya fokus pada seseorang yang tengah duduk di meja makan.
"Kebiasaan, sana ganti baju dulu, Mama undang Kevin buat makan siang di sini.
"MAMA!!!" teriaknya dalam hati.
"Hai Sar," sapa Kevin seperti biasa. Ia menatap Kevin dan tersenyum. Lalu ia menatap Tania, seolah meminta penjelasan.
"Kenapa? Sana ganti baju, kasian kevinnya nunggu lama." Sambik mendelik, sedangkan Sara sudah memasang tampang tak sedap. Mau tak mau ia harus mengikuti perintah perempuan berumur 41 tahun itu.
Setelah mengganti baju sekolahnya ia memilih duduk dekat Mamanya dan bersebrangan dengan Kevin. Ia makan seperti biasa, seorang Sara memang tidak bisa menolak makanan. Terlebih lagi jika gratis.
"Pelan-pelan sayang, ada tamu kok makannya gitu." Tidak mengerti dengan kelakuan anak kesayangannya.
"Nggak apa Tante." Kevin benar-benar lelaki yang ramah. Tak heran jika ia sangat mudah disukai.
Sara menatap Kevin sebentar, ada rasa yang aneh saat Kevin menebarkan senyuman manisnya itu. Terhipnotis? Mungkin itu kata yang tepat. Sara meyakinkan hatinya dan lebih memilih melanjutkan makannya.
Gue kenapa sih, Kak Kevin kenapa manis gitu? Kesel!
=
Gimana nih? Mau dilanjutin nggak? Aku udah putusin buat update setiap hari jam 20.00 WITA. Tapi kalau nggak ada support dari kalian, untuk apa😥Jangan lupa vote dan komentarnya ya, jadilah pembaca yang baik dan pendorong untuk pembuatnya.
Sejauh ini gimana tanggapan kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
What is Love [Revisi]
Teen FictionApa? Menurut kalian apa itu cinta? Jika kalian masih berpikir itu hanya untuk pasangan, maka kalian harus memikirkannya kembali. Mungkin ceritaku akan membantu kalian jawabannya. Cover by @wira.ptra . . . Di publish ulang, kemungkinan di post setiap...