VII. Keluarga

24 3 0
                                    

entah kenapa minggu pagi ini cuacanya mendung jadi makin gak semangat. Aku sudah saip dengan celana jeans biru terang, kaos panjang putih polos yang aku padukan dengan scraf pink motif bunga kecil – kecil berwarna biru, dan kittenhels warna soft pink senada dengan tas selempang yang aku pakai. Rambutku aku kuncir satu tinggi ala ariana grande biar simple. Huft ternyata banyak juga barang yang aku bawa satu koper besar, satu koper sedang, satu trevelbag dan tentunya tas slempangku yang warnanya nyentrik sendiri. Haha gimna gak nyentrik koper tasnya warna hitam sama silver tas slempang aku warnanya pink sendiri.

"jadi kamu beneran pergi ninggalin mami sayang?"

Tanya mami begitu masuk kamarku.

"kan tuntutan kerjaan mam."

Mami mencoba untuk tersenyum setelah mengambil nafas berat, mami menghampirku membelai pipi kiriku.

"kamu hati – hati ya disana sayang, jangan biarin hati kamu tersakiti lagi kamu punya mami, papi dan tasya yang slalu ada untuk kamu."

"makasi mami, mami dan papi gak pernah beda- beda in aku dan tasya meski aku bukan anak kandung mami papi."

"sstt...sudah jangan nangis nanti cantikanya luntur loh. Biar bangai manapun kamu tetap anak mami sayang. Udah ih kok malah tambah nangis. Ayuk sarapan yuk, nanti kopernya biar mbak sama bibi yang bawa kebawah."



******************



      Begitu memasuki ruang makan papi sudah ada disana, papi menatapku sendu dan aku balas dengan senyuman.

"papi jadi gak punya temen buat sarapan di warung buburnya mang ade dong nad. Jangan pergi lah disini aja nanti papi buatin cafe."

Ucap papi begitu aku sudah duduk dan aku tersenyum geli sambil mengerlingkan mata ke arah mami. Aku dan mami sudah menebak bakalan jadi seperti ini.

"Bener tuh pi, di dekat butik ada ruko kosong sepetinya cocok untuk buka cafe." tutur mami yang semakin memperkeruh suasana.

"Mami papi please, aku bakalan sering kasih kabar kok. Kalo ada waktu luang aku juga bakalan pulang ke sini."

Mami papi saling berpandangan dan tersenyum maklum ke arahku.

"nadia lo mau pergi gak bilang – bilang ke gue."

Ucap tasya dengan intonasi yang cukup tinggi ketika memasuki ruang makan.

"gue udah gak marah sama lo jadi lo gak boleh pergi" ucap tasya sambil memeluku erat dari belakang.

"aku dipindah tugas ke kantor malang sya, jadi ya mau gak mau aku harus pergi." Terangku sambil nengelus tangga tasya yang memelukku.

"berapa lama?"

"entahlah, masa tryning aku sih 3 bulan."

"lo bakal balik lagi kesinikan ?"

"maybe, gak akan ada yang tau hari esok sya. Udah ah yuk sarapan yuk sebentar lagi aku berangkat."


***********************


Setelah beberapa jam perjalanan disinilah aku sekarang di kota kelahiran mas ian, ya aku berencana mengunjungi mereka terlebih dahulu sebelum aku menuju ke apartement. Rumah ini tak banyak berubah dari yang terakhir aku lihat masih tetap asri dan cat rumahnya masih warna yang sama mungkin hanya diperbarui aja. Aku mengapai bel rumah yang berada dibalik pagar.

Aku melihat pintu utama dibuka dan keluarlah pria paruh baya yang masih terlihat gagah dengan kumis ala pak radennya. Beliau Nampak memicingkan matanya.

Let's Do It . . .Where stories live. Discover now