Chapter Eleven

16 3 9
                                    

Beryl pov.

Jadi, hari ini gue ada rapat basket di depan kelasnya Ardi, si ketua basket yang sebentar lagi mau lengser sekaligus kakak kelas gue di SMP.

Kalau boleh jujur, gue yang request semua anak basket kumpul di sana. Karena gue mau ngeliat Teh Shavia yang kelasnya sebelahan sama Ardi. Entah kenapa, dari tadi pagi feeling gue mengatakan ada sesuatu yang aneh sama Teh Shavia dan gue ga tau apa yang disembunyiin sama dia.

10 menit sebelum rapat, gue sempat nanya ke temen kelasnya, Teh Shavia ada di kelas atau ga, dan katanya udah keluar dari tadi. Akhirnya gue menunggu Teh Shavia sambil melamun di depas kelasnya Ardi

"Oi, Beryl!" panggil Fadri

"Beryl!" panggil Rayn

"Woy!" panggil Ezra

"Eh nyet!" panggil Ubay, sambil ngelempar bola basket ke arah gue. Membuyarkan lamunan gue

"Sialan gue dipanggil monyet. Monyet kok manggil monyet, nyet." Gue balas meledek Ubay dan ngelempar bola ke arah mukanya Ubay

"Ya lagian, lu udah dipanggil-panggil sama Fadri, Ezra, Rayn, kagak ngerespon. Rapatnya udah mau mulai bego!" kata Ubay, si makhluk menyebalkan yang minta gue gorok lehernya

"Kampret emang lo." jawab gue, sambil berjalan mendekati Ubay dan jidatnya jadi sasaran jitakan gue

"Sakit anjay!" keluh Ubay

"Nikmatin aja jitakannya si Beryl, Bay. Hahaha" ledek Desta dan yang lain ikut tertawa

"Yeee.. awas aja ya lu pada, gue jitak juga satu-satu baru tau rasa." ancam Ubay dan yang lain masih tertawa

"Udeh udeh, rapatnya kagak mulai-mulai ini jadinya." ucap Ardi, dan akhirnya rapat dimulai.

Di pertengahan rapat, gue ngeliat Teh Shavia dan Teh Chassie berjalan sambil bercanda dari arah kamar mandi. Ketika jarak mereka semakin dekat dari tempat gue duduk, pandangan gue ga bisa terlepas dari Teh Shavia. Dan saat itu, pandangan kita ga sengaja bertemu.

"Tunggu.. kayaknya ada yang aneh." batin gue

"Teh Shavia." Gue mencoba memanggil Teh Shavia, gue lihat dia menghentikan langkahnya

"Eh.. hai Beryl, anak basket lagi pada ngumpul ya?" akhirnya Teh Shavia menengok ke arah gue, tapi langsung mengalihkan pandangannya ke anak-anak

"Iya ini lagi kumpul buat ngomongin pertandingan selanjutnya. Teteh abis dari ma..."

"Hai Teh Shavia!" sapa Ubay dan lainnya, memutuskan omongan gue

"Hai. Lanjutin lagi aja rapatnya, gue masuk kelas dulu. Semangat." kata Teh Shavia, langsung masuk kelas dan meninggalkan gue dengan ribuan pertanyaan di otak

Di kelas, Beryl hanya menatap papan tulis dengan tatapan kosong. Tak ada satupun penjelasan dari Pak Raharja yang dia perhatikan. Pikirannya melayang jauh memikirkan seorang Lashavia Ranaya.

"Teh Shavia kenapa sih? Kenapa dia tiba-tiba ngehindarin gue? Kenapa muncul dihadapan gue dengan mata yang sembap? Apa dia abis nangis di kamar mandi? Ga mungkin dia nangis semalem, tadi pagi matanya masih normal. Apa sesuatu hal terjadi pas gue sakit? Apa yang dia sembunyiin dari gue?" pikir gue sambil memainkan pulpen yang gue pegang

Ribuan pertanyaan, ribuan spekulasi tentang perubahan sikap Teh Shavia muncul di otak gue.

Selama tiga bulan ini memang kami masih berteman, tapi jujur gue semakin tertarik sama dia. Gue bersedia antar-jemput walau rumah kami berlawanan arah, waktu gue bersama dia juga seru.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DilemmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang