"Namanya Yoga Pradifta anak kelas 12 IPA 1, mantan pacarnya Kakak kelas kembaran lo." jelas seorang gadis bernama Devara Amalia, sahabat terbaik dari Sairish Irena Sevtya yang saat ini tengah duduk di sampingnya.
"Kembaran gue siapa?"
"Kak Irenagita Savhira, mantan ketua rohis tahun kemarin."
"Yang gue denger dia anak baru." Sahut Irena cepat.
"Anak baru pas dia kelas 11, kita masih SMP dan karena dia dari pondok serta akhlaknya baik dia berkesempatan di tunjuk, semua anggota rohis juga setuju."
Irena manggut-manggut, lalu memandangi Deva penuh selidik. "Kayaknya lo tau banyak ya tentang senior kita."
Deva berdecak lirih, "bukan gue, tapi lo yang terlalu gak mau tau waktu mereka memperkenalkan diri saat MOS."
"Ya kenapa gue harus tau, gak penting juga."
"Udah deh, mending lo tamatin tuh Kak Yoga dan lo jawab gue, lo siap gak?"
Gadis yang akrab di sapa Irena itu mendesah kesal. Matanya berputar mengarah pada objek yang menjadi target kali ini.
Yoga Pradifta, nama cowok itu. Saat ini dia sedang duduk di bangku taman sendirian bersama sebuah buku yang tengah dibacanya. Terlalu fokus sampai-sampai suara bisikan halu para gadis yang menguntitnya tak berpengaruh pada aktifitasnya saat ini.
Harus Irena akui, dia tampan, manis, tinggi, tegas, cool, dan agak kalem keliatannya tapi Irena tau yang sebenernya tentang sikap asli cowok itu yang terbanding terbalik dengan covernya saat ini.
Bagi semua orang cowok yang akrab di sapa Yoga itu perfeksionis, hanya saja tidak di mata Irena. Baginya seorang Yoga hanyalah sang senior kampret yang tidak akan pernah Irena lirik sedikitpun. Tapi kali ini?
"Gue gak mau ya berurusan sama dia!"
"Kenapa?"
"Lo kan tau dari awal gue udah anti sama dia!"
"Tapi Ren, kesepakatan adalah kesepakatan dan lo udah terlanjur terikat sama janji yang gak bisa lo langgar." Jelas Deva memperingatkan.
Irena menyederkan punggungnya pada kursi dengan lesu. Sumpah demi apapun, kenapa dunia yang selebar ini tiba-tiba harus cowok itu yang jadi targetnya kali ini?
"Oke! Gue mau." Jawabnya dengan terpaksa.
"Lo yakin?"
"Sekarang, kenapa gue yang ragu sama lo ya?" Irena kembali menatap Deva dengan mata memicing.
"Ini juga demi diri lo sendiri. Udah pokoknya mau gak mau, lo harus bisa."
Irena hanya memutar jengah kedua bola matanya.
"Gue kasih lo waktu 1 bulan."
"What!" Irena melongo kaget mendengar perkataan Deva barusan.
Sungguh ia tak percaya. Bagaimana bisa cuma satu bulan untuk tantangan ini?
Di pikir menaklukan hati seorang manusia itu semudah naklukin soal-soal matematika yang cuma perlu ngehafal rumus? Bahkan raih peringkat pertama jauh lebih gampang daripada naklukin hati manusia semacam dia.
"Gue gak setuju!" protes Irena cepat mencari keadilan.
"Lo pikir, dapetin hati dia itu semudah dapat nilai seratus ulangan Matematika?" lanjut Irena.
Deva terkekeh sebentar sebelum kemudian ia kembali melotot tajam pada Irena yang tengah terlihat kesal.
"Apa sih yang gak bisa seorang Sairish Irena Sevtya lakuin? Dengan seribu pesona lo dan kejeniusan lo, gue yakin banget sebelum lo bertindak juga dia udah bakal jatuh sama lo."
"Dia itu senior kampret yang songong, dia gak bakal lirik gue meski kecantikan gue lebih dari seorang para bidadari surga."
Deva merasa ingin muntah mendengar perkataan Irena barusan.
"Fine! Gue kasih diskon 1 minggu buat pemanasan lebih dulu. Keputusan bulat!" Deva langsung bangkit meninggalkan Irena yang sedang menahan kesal setengah mati. Dia sengaja tak memberi ruang kepada Irena untuk mengeluarkan hak suaranya kembali.
Sedangkan Irena hanya mampu menggertakkan giginya. Sialan memang Deva ini, apa faedahnya buat dia nyuruh Irena naklukin hati senior itu?
Atau jangan-jangan Deva cuma memperalat Irena karena sebenarnya Deva suka sama Yoga tapi terlalu naif buat mengakuinya?
Ya salam, cowok model begitu juga banyak di wattpad kali tinggal milih mau siapa. Gerutu Irena kesal.
Tak lama setelah kepergian Deva, Irena melihat sahabat laknatnya kembali menuju kearahnya. Dan kembalinya Deva hanya untuk mengambil buku catatan miliknya serta ponselnya yang masih tertinggal.
"Inget ya Ren, waktu lo cuma 1 bulan lebih 1 minggu." ujar Deva memperingatkan dengan tatapan yang horor dan senyuman yang sinis sehingga membuat Irena tak bisa memprotesinya.
Cewek pendiam model Deva kalau udah menampilkan aura yang begitu kelihatannya jauh lebih horor daripada orang mati yang gentayangan.
Ah, Irena pusing. Irena rasa setelah ini kehidupannya akan berubah seperti nano-nano atau semacam kopi god day yang banyak rasa.
Entahlah, mari ikuti saja seperti apa perjuangan Irena dalam menaklukan hati senior kampretnya yang bernama Yoga Pradifta si cowok sombong bin songong kebangetan yang gak akan melirik Irena sejengkalpun.
Jadi ini artinya Irena yang harus mengejar cowok itu?
Wassalam, hancur sudah harga diri Irena kalau begitu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SELCOUTH
Teen Fiction[REVISI] Seperti Senja yang membawa pergi kenangan, kamu bisa jatuh hati dengan siapapun tapi kamu gak akan pernah tau pada siapa akhirnya hatimu akan berlabuh menetap. - IRENA -