LIMA

312 12 0
                                    

Berdiri di depan ruang guru yang masih berjarak 7 meter lagi, membuat seorang gadis berambut panjang yang tengah di seret oleh seniornya bak nyeret anak sapi itu meronta-ronta untuk berhenti.

"Lepasin gue, astaghfirullah!" Irena terus mencoba melepas diri dari Yoga.

Irena tahu kalau seniornya ini berniat memberikan dirinya pada Bu Lath. Sungguh menyebalkan, tapi Irena juga gak bisa memilih dirinya jatuh ke tangan Yoga.

"Kak, plis, lepasin gue!" Masih mencoba melepas diri, Irena tak mau kalah.

Entah seperti apa penampilannya saat ini. Irena gak peduli. Toh, emang sedari tadi juga dirinya sudah di perlakukan bak anak sapi yang bandel gak mau jalan.

Tapi kali ini sepertinya permintaan Irena terindahkan oleh Yoga. Cowok itu mendadak berhenti dan melepas pegangannya pada tas punggung Irena yang sedari tadi dia tarik untuk menyeret.

"Gitu dong kampret, dari tadi kek!" Ujar Irena kesal sembari membenarkan penampilannya kembali.

Tak ingin berdebat lebih panjang meski dia sendiri tak suka mendengar penuturan dari adik kelasnya itu, Yoga memilih diam dan menatapnya datar. Setiap pergerakan yang gadis itu lakukan tak terlepas dari perhatiannya.

"Janganlah bawa gue ke Bu Lath, lo sendiri kan tau dia dramanya kaya apa?"

Yoga masih diam tak membalas sepatah katapun.

"Kak Yoga Pradifta yang paling ganteng kata ciwi-ciwi halu, gadis paling imut nan menggemaskan ini memohon padamu." Irena mencoba merayu.

Tau kalau cowok itu tak terpengaruh sedikitpun, ia mulai merengek dengan kedua telapak tangannya yang menempel untuk memohon.

"Ya, ya, ayolah, lo kan baik. Pliss?"

Yoga mulai berdecak. Membuang pandangannya ke sembarang arah saat paham kalau gadis di depannya sedang mengeluarkan jurus andalan para cewek. Mata berkaca-kaca serta wajah yang di buat semelas mungkin. Cih, menyebalkan.

"Jawaban di tangan lo, gue gak akan ngulang." Setelah mengatakan kalimat tersebut Yoga mulai berjalan berniat meninggalkan adik kelasnya itu.

Reflek hal itu membuat Irena merasa terkejut dan mengejar dirinya. Masih dengan posisi yang sama, gadis itu tak menyerah untuk merengek.

"Kak, plis dong. Janji deh, gue bakal lakuin apapun asal lo lepasin gue kali ini." Akhirnya Irena memilih menyerah saat tau cowok itu sebentar lagi akan berhasil meraih pintu ruang guru.

Daripada berurusan sama Bu Lath yang dramanya udah seperti ratu kesepian yang menginginkan tahta tapi gak kesampaian, mending menyerahkan diri pada senior kampretnya.

Itung-itung juga ini metode agar dirinya bisa terikat dengan Yoga. Namun tetap ada harga yang harus cowok itu bayar. Irena sudah memikirkan hal itu secara matang.

"Oke!"

Irena tersenyum sumringah dengan mata membulat manis. Kedua tangannya yang tadi memohon kini beralih memegang tas punggungnya.

"Sumpah, lo ganteng deh, Kak!"

Yoga berdecak, serasa ingin muntah mendengarnya.

"Sementara hp lo gue sita," ujar Yoga dan sebelum Irena sempat protes dia lebih dulu menyelesaikan kalimatnya. "Gak usah protes!"

"Tapi gue gak terima."

"Atau lo mau pilih jelasin sendiri ke Pak Aryo?"

Irena mencebikkan bibirnya. Terlihat kesal dengan pilihan yang di ajukan oleh Yoga. Macam mana dia bisa bantah kalau begitu pilihanya.

SELCOUTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang