Di dalam kelas X MIPA 2 yang tengah menjadi surga dunia bagi cewek tukang halu nampak terlihat begitu rame tapi tenang dari depan kelas.
Tidak ada yang tau kebiasaan para cowok kelas mereka setelah jam olahraga tidak langsung ganti baju tetapi ngadem terlebih dahulu di bawah kipas angin dengan posisi bertelanjang dada.
Gak cuma paras yang tampan tapi tubuh juga menggoda. Inilah alasan kenapa semua cewek banyak yang iri dengan X MIPA 2 yang hampir seluruhnya berisi cogan alias cowok ganteng.
Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan?
Tetapi gak semua cewek MIPA 2 seberani itu. Hanya beberapa dari kalangan cewek yang bener-bener akrab dan sudah terbiasa dengan kondisi itu.
Seperti Irena yang saat ini duduk di atas meja di samping Dewa dengan di depannya ada Raga. Kipas angin yang terus berputar tidak mengganggu penciuman Irena, mereka berdua tetaplah wangi meski banyak keringat yang keluar.
"Langit kemana?" tanya Raga tiba-tiba.
Irena hanya mengendikkan kedua bahunya. Pertanda ia tak tahu dimana Langit sekarang. Lagipula yang sahabatnya itu mereka kenapa harus tanya pada Irena?
"Lo berdua, kan, yang sahabat tersayangnya Langit. Masa gak tau?"
"Lo, kan, yang cewek kesayangannya Langit. Masa gak tau?" balas Dewa berhasil membungkam Irena.
"Langit ke rumah lo, kan." lanjut Dewa.
"Iya."
"Dia gak ngasih tau mau kemana?"
"Lo macam gak tau tuh bocah aja, mana mungkin bakal ngomong sama cewek yang kadar kepekaannya cuma sekecil debu!" sahut Raga menimpali ucapan Dewa.
"Bener juga kata lo."
Irena berdecak lirih, "apasih lo berdua."
Dewa merangkul Irena dan mencubit pipinya dengan gemas, sementara Raga hanya tersenyum tipis.
"Kalo bukan temen, udah gue pacarin dari dulu lo." Ucap Dewa masih mencubit pipi Irena. "Sayang banget cewek sebening lo di anggurin gitu aja."
"Lepas goblog, sakit ini." Bersusah payah Irena menjauhkan tangan Dewa dari pipinya tetapi kalah tenaga.
"Ren!"
Panggilan itu berhasil menjauhkan Dewa dari Irena. Ketika menoleh ternyata yang memanggil adalah Hera, teman satu kelas yang duduknya ada tepat di belakang bangku Irena.
Gadis berambut panjang agak kecoklatan dengan wajah penuh make up dan centilnya yang luar biasa bernama Anahera Alexa adalah teman keluar masuk ruang BK Irena. Dengan banyak alasan mereka kerap kali jadi biang kerok dan berakhir di ruang BK bersama, alasan itu yang akhirnya membuat keduanya jadi cukup akrab.
"Lo tau gak sih, rumor kenapa Langit jadi beda sama Deva?"
Kening Irena berkerut. "Rumor paan?" Bukannya menjawab Irena justru balik bertanya.
Memang Irena belum mendengar rumor tentang apapun soal Deva dan Langit. Bahkan Irena juga tidak menyadari ada yang berbeda dari sikap Langit pada Deva. Yang ia tau semua sikap Langit pada Deva masih normal seperti cowok itu bersikap pada yang lainnya.
"Mungkin lo gak sadar, tapi kami sadar. Akhir-akhir ini Langit jadi agak beda. Bahkan gue seringkali sempet lihat kalau Langit jadi gak mau gabung kalo lo lagi sama Deva." jelas Hera.
"Gue baru tau malah," ujar Irena. "Emang ada apaan sih?"
"Lah, gue pikir lo udah tau soal Deva yang suka sama Langit."
"What?!" Mata Irena membulat kaget.
Demi Senja yang rela menghilang untuk Fajar dan sebaliknya, Irena gak salah dengar dengan kalimat yang baru saha Hera katakan, kan?
****
"Jadi bener, lo suka sama Langit?"
Irena mengintrogasi Deva yang saat ini sedang fokus mengerjakan lembaran soal latihan Matematika setelah beres makan siang.
Sebenarnya sudah sejak jam pelajaran ke tiga setelah Olahraga Irena mulai menanyakan kebenarannya, tetapi Deva selalu menghindar.
Masih sama seperti tadi, Deva tak mau menjawab barang sepatah katapun. Irena jadi dongkol sendiri. Akhirnya Irena memutuskan menutup paksa buku tugas yang tengah Deva tulis itu.
"Jawab pertanyaan gue gak akan bikin nilai lo jadi di bawah KKM." geram Irena.
"Lo kata siapa?"
"Udah jadi rahasia publik!" Irena terus menatap tajam Deva yang dengan santainya menunjukkan ekspresi malas.
"Apa harus sampai gue denger dari cerita orang lain baru lo mau cerita ke gue?" lanjut Irena. "Atau emang sebenernya cuma gue yang nganggep lo sahabat, Dev?"
"Apaan sih, kebiasaan banget suka nyimpulin tanpa mau dengerin dari 2 pihak."
"Dev, gue serius nanya buat lo."
"Tapi buat apa gue jawab kalau lo aja gak bisa ngenalin gue." Deva kembali merebut buku tugasnya dan kembali berkutat dengan soal-soal itu.
"Apa maksud ucapan lo?"
"Gue pikir setelah hampir setengah tahun kita deket, lo bakal memahami diri gue." Masih dengan fokus mengerjakan soal Deva berbicara. "Kalaupun kebenarannya iya, gue gak akan cerita karena itu gak penting bagi gue dan lo sendiri."
"Terus, intinya apa?"
Deva menghentikan gerakan menulisnya dan kembali menoleh kesal ke arah Irena yang masih saja ngeyel.
"Gue gak peduli soal hati, modal cinta gak cukup bikin gue hidup bahagia."
"Kalo prinsip lo gitu, kenapa lo ngotot banget nyuruh gue ngejar si kampret itu?"
"Karena gue tau, lo bukan orang yang gampang jatuh cinta." Deva menutup buku tugasnya dan berdiri, tanpa persetujuan dia nyelonong begitu saja meninggalkan Irena.
"Masih mau ngindar setelah ninggalin gue kebingungan?"
Deva yang baru sampai di tengah perjalanan kembali menoleh dengan menghela napasnya. "Enggak. Itukan yang mau lo denger!"
"Atau alasan kenapa gue milih dia yang bagi lo kampret itu?" Deva kembali melanjutkan ucapannya.
"Gini ya Iren, ada 2 hal di dunia ini yang harus lo jalani. Pertama, lo gak perlu tau. Kedua, lo cuma perlu jalani aja. Tapi satu hal yang gue pahami, lo bukan orang bodoh yang harus gue jelasin panjang lebar untuk bisa paham."
Setelah mengatakan kalimat itu Deva pergi, benar-benar pergi meninggalkan Irena layaknya orang bodoh yang gak tau apapun maksud kalimatnya.
Oke!
Seperti kata Deva, Irena bukan orang orang bodoh yang harus lebih dulu di jelaskan panjang lebar baru bisa paham. Masalahnya kadar kepekaan Irena itu cuma sebutir debu yang sekali kena angin ilang tak tau kemana arahnya.
Terlebih lagi, selama ini Irena biasa hidup cuek tanpa mau mengurusi atau ikut campur hal yang gak ada sangkutan dengan hidupnya. Tapi kali ini, rumor mengatakan bahwa Deva suka sama Langit dan Langit berubah.
Seorang Deva jatuh cinta secara nyata?
Bisa saja ini terjadi. Tapi Langit bukan kunci utama yang bisa bikin Deva jatuh cinta semudah itu. Atau memang dirinya saja yang tidak sadar?
KAMU SEDANG MEMBACA
SELCOUTH
Teen Fiction[REVISI] Seperti Senja yang membawa pergi kenangan, kamu bisa jatuh hati dengan siapapun tapi kamu gak akan pernah tau pada siapa akhirnya hatimu akan berlabuh menetap. - IRENA -