“Dasar jalang! Anak tak tahu diri!” Teriakan itu menggema di seisi rumah sederhana itu, disusul oleh bunyi pecahan barang yang begitu nyaring.
Alexandria menutup telinganya seraya meringkuk tak berdaya di pojok ruangan, berusaha melindungi diri agar serpihan dari guci yang pecah itu tidak berhasil mengenai tubuhnya. Percuma. Beberapa serpihan itu mengenai kakinya dan sukses membuatnya berdarah.
“Ibu.. hentikan..” lirihnya. Wanita yang dipanggil ibu olehnya itu menatap nyalang padanya. Menarik tubuhnya dan membuatnya tak sengaja menginjak serpihan kaca tadi, Alexandria meringis.
PLAK!
“Berani sekali kau memangilku dengan sebutan itu!”
Alexandria memejamkan matanya begitu merasakan pipinya semakin memanas akibat tamparan tadi. Entah sudah keberapa kalinya ia mendapatkan tamparan itu.“Jika saja adikku tidak pernah memukanmu! Jika saja dia masih hidup! Jika saja, kau! Tidak pernah hadir di keluargaku! Aku tidak akan pernah merasakan hal seperti ini!” pekik Diandra pada Alexandria yang kini menundukan kepalanya. Tidak berani menatap wajah ibunya—itulah yang selama ini ia percayai, bahwa Diandra adalah ibunya.
“Kau pembawa sial, Alexa! Karena kamu, suamiku kini terbaring koma! Karena kamu, adikku kehilangan nyawanya!”
“Ibu... aku mohon.”
PLAK!
“Jangan panggil aku seperti itu, Alexandria!”
Diandra akan kembali menyiksa Alexandria jika saja pintu rumahnya tidak terbuka dan menampilkan sosok pria tampan yang hanya geleng – geleng kepala melihat pemandangan mengerikan di rumahnya.
Aiden—pria itu, melenggang dengan tenang melewati Alexandria yang menunduk dan menangis tersedu – sedu.
“Jangan terlalu keras padanya, Bu. Atau kau bisa membuatnya mati,” ucapnya seraya menuangkan bir ke dalam gelas kecil yang ada di hadapannya. Diandra menatap anak lelakinya dengan malas, ia melepaskan cengkramannya pada Alexandria dan menghempaskan diri ke sofa dengan lelah.
“I wish. Anak itu hanya membawa sial untuk keluarga kita, Aiden. Harusnya ayahmu yang bodoh itu tidak pernah setuju untuk mengadopsinya. Atau, adik sialanku tidak harus menemukannya di jalanan.” Diandra berbicara seolah Alexandria tidak mendengar perkataannya. Seolah wanita yang kini kembali meringkuk di pojok ruangan itu tidak mendengarkan setiap perkataan yang terlontar dari mulutnya yang brgitu menyakiti hatinya.
“Suruh ia membayar semua yang sudah kita beri.” Aiden duduk di samping Diandra, tidak memedulikan Alexandria yang setia mendengar semua ‘pujian’ dari Aiden dan Diandra.
“Hey, Jalang. Kau dengar ‘kan? Kau harus membayar semuanya. Kau berhutang budi padaku, dan jangan pikir kita memberikannya secara cuma – cuma. Hidup tidak semudah itu, Sayang.” Diandra memandang Alexandria dengan tatapan merendahkan. Ia bergerak untuk menghampiri wanita muda itu dan menjambak rambutnya dengan kencang.
“Kau tidak tuli ‘kan? Bayar semua ‘jasa’ yang sudah keluargaku berikan padamu,” ucap Diandra seraya menyentak wajah Alexandria agar menatapnya.
Dari sorot mata itu, Diandra sudah jelas melhat ada ketakutan mendalam pada diri Alexandria. Si Anak sialannya.
***
“Al, kau tidak lupa tugasmu, bukan?” tanya Erlina pada Alexandria yang kini sedang memasukkan buku – bukunya ke dalam tas. Alexandria hanya mengangguk sekilas dan beranjak dari duduknya untuk keluar kelas.
“Hei, ada apa?” tanya Erlina ketika mereka menyusuri koridor kampus yang ramai. Alexandria berbalik menatap Erlina. Tersenyum tipis seolah hanya itu yang dapat ia tunjukkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drag Me to Heaven [Terbit di Dreame]
RomanceAlexandria Neville akan melakukan apapun demi uang. Karena memang itu yang paling penting di dunia ini. Hidup itu keras, Kawan. Kau tidak bisa mendapat kebahagiaan tanpa uang. Kau tidak akan bisa mendapat cinta tanpa uang. Percayalah, money is every...