Seperti biasa, kelab malam itu sudah sangat ramai ketika Sean memasukinya. Sudah menjadi kebiasaannya pula untuk pergi ke tempat ini ketika pekerjaannya sedang lengang ataupun sedang suntuk—hanya untuk mencari ‘hiburan’.
Sean menyapu pandangannya ke sekeliling, memperhatikan beberapa orang menjadi gila di atas lantai dansa, ataupun orang – orang yang tidak peduli dengan sekitar dan berfokus pada dunia mereka masing – masing.
“Sean!” Lelaki itu mengalihkan pandangannya saat merasa namanya dipanggil. Ternyata, Daniel—teman dekatnya—yang memanggilnya.
“Aku kira kau tidak akan datang,” ucap Daniel sesaat setelah Sean menghempaskan bokongnya di sampingnya. Sean hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban.
Seorang wanita berambut coklat dengan baju merah darah datang ke tempat mereka dan dengan lancang duduk di pangkuan Daniel. Sean mendengus ketika melihat Daniel sudah siap memangsa wanita itu.
“Aku sudah dapatkan satu, Sean. Giliranmu,” ledek Daniel yang membuat Sean geleng – geleng kepala. Sudah menjadi rahasia umum jika Sean dan Daniel sering bermain dengan wanita. Sudah menjadi rahasia umum juga jika kelab yang mereka datangi adalah kelab yang menyediakan jasa perempuan bayaran. Dan bagi Sean, hal itu bisa dijadikan hiburan tersendiri baginya.
Sean mendengus, “Aku akan ke lantai atas. Mungkin ada yang bisa aku jadikan santapan malam ini.”
Sean melangkahkan kakinya untuk masuk ke ruangan dengan penerangan remang – remang itu. Banyak wanita penggoda berseliweran dimana – mana, sebagian dari mereka menatap Sean dengan pandangan yang memancing—dan Sean tidak terpengaruh dengan itu.
Mengambil duduk di pojokan, Sean memperhatikan ke sekelilingnya, beberapa orang bercumbu, penari striptease yang kini menatapnya, dan semua hal yang sudah menjadi santapannya. Ia menghela napas setelah mengetahui bahwa sepertinya malam ini ia akan sendiri.
***
Alexandria menarik napas dalam – dalam dan memejamkan matanya sejenak sebelum melangkahkan kakinya ke kelab malam itu. Sebelumnya, ia diminta menunjukkan kartu identitasnya—untuk memastikan bahwa ia sudah cukup umur untuk menjejaki dunia malam ini. Alexandria menangkap tatapan aneh dari kedua penjaga tadi, tentu saja Alexandria tahu kenapa, dengan jeans dan kaos putihnya, membuat orang – orang terheran karena ia menggunakan pakaian yang tidak sesuai untuk pergi ke kelab malam.
Whatever. Alexandria tidak peduli.
Wanita itu pergi ke meja bar dan terdiam untuk beberapa saat. Ini pertama kalinya ia datang ke kelab malam dan tentu saja euforia yang seperti ini mengejutkannya.
“Kau ingin sesuatu?” tanya seorang bartender pada Alexandria dan membuat wanita itu tersadar dari lamunannya.
“Hm—tidak, aku—“
“Ada yang salah?” tanya bartender itu ketika melihat kegugupan Alexandria. Lagi, Alexandria menghela napas berharap kegugupannya akan hilang bersama dengan helaan napasnya.
“Aku—Aku butuh uang,” jawab Alexandria yang membuat bartender lelaki itu mengerutkan dahinya.
“Apa? Kau ingin melamar kerja, menjadi bartender?” tanya lelaki itu. Alexandria menggeleng.
“Itu memakan waktu. Aku butuh cepat dan banyak,” ucap Alexandria menatap lelaki itu.
Untuk sesaat, lelaki itu kembali mengerutkan dahinya. Tidak mengerti dengan apa yang diucapkan oleh Alexandria. Hingga akhirnya, lelaki itu seolah mendapat pencerahan dan tahu apa maksud dibalik ucapan wanita yang ada dihadapannya itu.“Oh, oke. Ikut aku.” Alexandria hanya bisa mengikuti lelaki itu yang membawanya ke lantai atas yang ada di kelab. Mereka memasuki ruangan yang ada di ujung lorong. Pemandangan ini lebih mengejutkan Alexandria dibandingkan pemandangan di lantai bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drag Me to Heaven [Terbit di Dreame]
RomansaAlexandria Neville akan melakukan apapun demi uang. Karena memang itu yang paling penting di dunia ini. Hidup itu keras, Kawan. Kau tidak bisa mendapat kebahagiaan tanpa uang. Kau tidak akan bisa mendapat cinta tanpa uang. Percayalah, money is every...