Sore yang tak terlalu cerah, gerimis sudah mengikuti sejak ia separuh perjalanan dari rumahnya tadi, untung ada mantel jadilah mereka berhenti ditengah jalan untuk memakainya. Diantar oleh sang Kakak, hari ini Bougenville berencana kembali ke markasnya. Kost-an tercinta. Setelah 2 Minggu liburan ia habiskan di kampung halamannya.
"Aduh! Kangen banget gue sama my lovely kamar kost,"curhat Bougenville yang sedang dibantuin Mamanya beres-beres baravng untuk kembali ke kost-an tersebut.
"Oh, jadi lebih betah di sana nih,"sindir Mamanya.
"Ye lebih betah di sini dong Ma,"dusta Bougenville karena tak ingin membuat sang Mama kecewa.
Ia dibonceng oleh Kakaknya, yang biasa dipanggil "Bang Kelvin" oleh Bougenville. Seperti biasa, untuk kembali ke kost-an yang jaraknya 30 kilometer-an lebih dari rumahnya ia selalu diantar Bang Kelvin. Itu sih bukan Bougenville yang ngukur jaraknya tapi udah ketentuan dari sananya.
Jalanan perbukitan itu setengah tanah-setengah berbatu. Membuatnya becek dan membentuk kubangan air disaat musim hujan seperti ini. Untung saja si empunya motor sudah ahli dengan medan tersebut, jadi matic itu tetap meliuk-liuk gesit dengan kecepatan sedang. Kadang menanjak, kadang menukik tajam. Kadang lurus, kadang berbelok. Sesekali juga terjebak di dalam kubangan lumpur, namun itu bukan masalah bagi Bang Kelvin. Bougenville sangat menikmati perjalanannya hingga tiba-tiba,
Grek!
Motor matic itu mogok di tengah jalan. Si Empunya sih udah ahli sama jalanan berlumpur, Si Maticnya yang enggak. Kata Bang Kelvin sih, kalau mogok gini biasanya rantainya yang bermasalah.
"Waduh Dek, Abang musti cepet-cepet cari bengkel nih kayaknya. Kalau matic gini kan sekali mogok buka-bukanya susah."
Bougenville diam, ia sudah turun dari motornya. Kakaknya juga.
"Terus aku gimana dong Bang?"
"Nah! Kamu tunggu aja dulu di situ,"Kakaknya menunjuk ke sebuah warung kopi kecil yang berada di samping jalan. Di bawah naungan pepohonan sawit yang tumbuh di sepanjang kanan-kiri jalan.
Warung kecil itu sudah tutup sesore ini. Sepertinya tipe-tipe warung yang hanya buka di jam-jam sarapan sampai makan siang.
"Yaudah deh, cepetan ya nyari bengkelnya."
"Tenang aja, Abang udah apal kok bengkel didekat-dekat sini."
Jadilah Bougenville duduk sendirian di bawah atap warung kecil itu, berlindung dari titik-titik air yang sampai saat ini masih turun.
Detik demi detik terasa lama dan menjengahkan bagi Bougenville saat menunggu seperti ini. Terasa seperti waktu-waktu yang amat panjang, meskipun faktanya ia hanya menunggu selama beberapa menit saja.
Sebuah mobil truk -yang seperti bekas muatan sawit- mendadak memelan di depannya. Membuat nyali Bougenville ciut dan ia sudah mengkhawatirkan hal-hal negative duluan. Jangan-jangan itu seorang penculik yang psikopat lagi. Ini sih, gara-gara dia sering baca cerita ridle horor di internet.
Seseorang turun dari dalam truk, Bougenville menautkan kesepuluh jari-jarinya, makin parno. Orang yang baru saja turun itu mengamatinya intens, juga semakin melangkah ke arahnya.
"Bou-bou... gen ville?"
Hingga suara bertanya dengan nada patah-patah yang dikenalinya membuatnya mendongak. Wajah itu samar-samar seperti pernah dikenalinya,
"Der-ra-gon?"Bougenville memberanikan diri untuk bertanya meskipun dengan nada ragu, antara percaya tidak percaya,"Kok kamu sekarang nyupir truk?"
Dulu Dragon yang dikenalnya adalah cowok yang keren (setidaknya di mata Bougenville). Tapi lihatlah dia sekarang? Selusuh itu yang hampir-hampir membuat Bougenville tak percaya jika itu Dragon jika saja ia tak mengenali suaranya.
Ia masih mengamati wajah Dragon, menunggu jawaban yang sepertinya berat dan enggan untuk cowok itu utarakan.
"Semua gara-gara dia,"ia kemudian mengembuskan napas panjang, seolah-olah berharap beban yang disimpannya juga ikut terembus.
Bougenville diam, tak berani menyela. Ia hanya menunggu Dragon mau melanjutkan ceritanya atau tidak.
"Aku nyesel udah ninggalin kamu."
Deg!
Kalimat itu seketika menonjok hati Bougenville. Ia sebenarnya sudah tidak mau mengungkit-ungkit hal menyakitkan itu lagi. Dulu Dragon adalah cowok yang berhasil membuatnya jatuh cinta lewat sikap-sikap humorisnya, Kakak kelasnya saat ia kelas 10 dan Dragon kelas 12. Bodohnya, Bougenville langsung mengiyakan Dragon yang menyatakan cinta padanya.
Walaupun hubungan mereka gaje, hanya sebatas bercandaan lewat chat dan Bougenville yang modus-modus pinjem buku paket atau buku catatan Dragon yang kelas Sepuluh dengan alasan dia males ke perpus.
Dan beberapa minggu kemudian hatinya harus menceloa saat mendengar berita Dragon dikeluarkan dari sekolah karena kasus "itu".
"Gue dengan bodoh-bodohnya aja bisa percaya sama cewek nggak bener kayak dia, nurut-nurut aja saat disuruh ngambil duit bank pake semua sertifikat-sertifikat tanah gue. Dia foya-foya, gue kelilit utang setelah itu dia kabur sambil bawa anak kita, maksud gue anak gue."
Bougenville masih menunduk, ada perasaan aneh yang menjalari hatinya ketika mendengarkan cerita Dragon. Seperti sebuah beban yang seolah-olah terlepaskan mengingat dulu ia sangat patah hati, ada sebuah perasaan lega yang tidak seharusnya, karena cerita yang didengarnya sekarang adalah cerita sedih.
"Seandainya, dulu gue nggak terjerumus ke pergaulan-pergaulan yang negatif. Mungkin gue yang sekarang nggak bakalan seperti ini."
Hening beberapa saat, sebelum Dragon mengakhiri kalimatnya,"Gue nyesel ninggalin cewek sebaik elo."
"Woy Dek!"
Suara teriakan kakaknya itu harus menginterupsi obrolan Bougenville dan Dragon. Sontak membuat kedua orang itu menoleh ke Bang Kelvin.
"Buruan! Motornya udah bener nih, malah pacaran sama supir truk!"
"Ya udah gue duluan ya,"Bougenville bangkit dari duduknya.
Titik air masih saja turun dari lapisan troposfer saat ia melanjutkan perjalanan. Bougenville kemabali ke kostnya dengan hati yang terasa lebih ringan. Tersenyum memandang gugusan pelangi yang sudah terbentuk di sebelah barat.
Entah disebut jahat atau apa, yang jelas cerita Dragon tadi seolah-olah membayarkan rasa patah hatinya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diary Bougenville
Novela JuvenilIni diary tanpa Hari, Tanggal dan Tahun (Potongan cerpen2 yang saling bersambung)