Paper & Scissor

Kisah 10 - Lingua Franca

Lingua franca atau bahasa pergaulan merupakan tata cara komunikasi verbal serta hubungan antar dua atau lebih kelompok subjek secara oral saling bertukar pikiran baik baku maupun non baku baik dialek maupun idialek untuk menciptakan suatu kondisi yang dirasa sesuai. Anak muda seperti Fadil dan Zikri yang "sekate-kate" hingga tiba masa pubertas yang memunculkan benih-benih "cinta monyet". Dunia gamer dan hacker yang juga semakin "girang" tak mau kalah dari sebatas kata "noob" atau "newbie" menghasilkan berbagai panorama baru dengan tujuan tersendiri yang sering membuat "garuk-garuk kepala".

₾₾₾

Fadil terduduk di bangkunya. Berbekal sebuah I-phone yang hanya dibiarkan diam termenung di hadapannya. Sesekali bergetar tanda sebuah notif yang menampakkan pop-up di layar datar ponsel pintarnya. Matanya tetap terfokus pada buku Biologi spesifiknya Bab 2 tentang Animalia. Di benaknya mengalir berangkai kata-kata ilmiah mulai dari multiseluler, eukariotik, hingga heterotrof. Pandangannya terhenti saat menemui kata Coelenterata atau Cnidaria. Otaknya yang tak terbiasa mencerna istilah-istilah asing yang begitu identic dengan makhluk hidup itu akhirnya mulai bergerak lambat dan semakin melambat hingga blank. Tangannya mulai meraba-raba rambutnya yang diatur sedemikian menarik. Kadang memejamkan matanya dan masih tak bisa memahami isi buku di hadapannya.

Filum Coelenterata atau Cnidaria merupakan hewan diploblastik. Terbagi atas 3 kelas yaitu Hydrozoa, Scyphozoa, dan Anthozoa. Hydrozoa hidup di laut dan beberapa di air tawar. Beberapa yang hidup berkoloni memiliki bentuk polip dan medusa serta soliter yang hanya berbentuk medusa. Scyphozoa dengan bentuk mangkuk, berwarna transparan, dan melayang-layang di laut. Lalu ada Anthozoa yang menyerupai bunga.

Materi yang harus benar-benar dikuasai penduduk suatu ekstensi yang dinamai MIpA. Terlebih sebuah rombongan belajar yang menamai dirinya sebagai Captains−it means as Captaint of Science. Bahasa-bahasa latin yang bergelayut di dalamnya sudah menjadi lingua franca yang wajib dipahami kemudian diaplikasikan−lebih-lebih diwariskan.

Mata Fadil melirik ke luar jendela berseberangan tempatnya terduduk. Seberkas cahaya menyilaukan mata membias tipis melewati kaca-kaca transparan yang memuai akibat sengatan matahari. Sebuah bangunan berderet seukuran kelasnya berdiri kokoh. Ruang-ruang kelas yang dibangun atas dasar memenuhi infrastruktur pendidikan guna menunjang lebih terlaksananya pendidikan yang lebih baik lagi.

Lokal X IS B yang agaknya mengalihkan sedikit kegundahannya. Apalagi kalau bukan karena tingkah penghuni lokal tingkatan kedua setelah X IS A itu. Di sana Alana dan Winda tengah beradu argumen masing-masing. Melontarkan tiap-tiap kalimat seakan memperebutkan posisi kelas yang pertama.

"Apaan coba, tuh gara-gara lu, gua gak jadi dapet nilai presentasi sempurna, kan." Suara Alana menggelegar memecah alur.

"Eh, salah lu juga. Orang bilang jawabannya bukan itu, ya gua salahin dong. Makanya kalo jawab tuh dipikirin dulu. Mending kalo bener, lah ini malah salah kaprah. Lu salah masuk gerbong, ye." Bela Winda.

"Lu kira gua lokomotif kereta, apa?" Tukasnya.

"Emang!" Balasnya lagi.

Fadil tersenyum kecil. Pandangannya kembali beralih ke bukunya. Namun, bukan untuk melanjutkan telaahnya. Ditutup rapi lalu dengan perlahan menyimpannya dengan seapik-apiknya ke dalam tas sandang yang biasa mengiringi perjalanannya menuntut pendidikan. Meraih i-phone yang tadi disimpannya di saku kiri celana abu-abunya. Alih instingnya sesekali menoleh ke sudut terbelakang ruang kelasnya. Tiga bangku kayu coklat berjajar dengan sebatang torso hidup tergeletak di atasnya, Rey. Beranjak dari tempatnya merengkuh buku, berjalan santai mendekati Zikri di muka daun pintu menjaga stop contact agar tetap utuh. Zikri terpaku pada smartphone-nya yang masih terkoneksi adaptor charger berperantara kabel USB sepanjang setengah meter di stop contact listrik satu-satunya di kelas. Sebuah MOBA yang sama masih dimainkannya, tanpa jemu.