Kisah 11 - Semburat Jingga Tujukan Jati Diri

13 1 0
                                    

Andi mengangguk sesaat. Matanya yang tadinya terpejam kini dibukanya lalu memandang ke langit-langit kelas X IS B yang dihuni beberapa ekor laba-laba. Zikri, Fadil, dan Anni mengikuti dan tampak bingung.

"Apaan sih, bang?" Zikri menggaruk-garuk kepalanya.

Andi kembali menundukkan kepalanya.

"Sekarang kalian pulang dulu." Ucap Andi.

Andi mengangkat telapak tangannya dan seketika muncul 2 bola cahaya putih ke udara. Bola cahaya pertama bertransformasi membentuk tubuh Lisa. Ekspresi air mukanya sama persis bahkan setiap sikap hingga tingkah lakunya.

"Nah, biar klon ini menggantikan Lisa sementara kita mulai melakukan tindakan. Besok kita kumpul lagi di sekolah seakan tidak terjadi apa-apa. Bersikap selayaknya biasa. Dan kemungkinan Rey gak akan hadir besok. Untuk jaga-jaga nanti abang akan buat klon untuk Rey juga" Jelasnya setelah memastikan klonnya mampu berkamuflase sesuai harapan.

Semua mengangguk kemudian membubarkan diri. Di kala ruangan kelas mulai sepi, Fadil menarik tangan Winda membawanya ke belakang kelas. Di sana ia berbincang sesaat.

"Jadi, lu tau kalau Rey itu-"

"Ya, gua tau, dan cuma ini yang bisa gua lakuin." Menatap Fadil datar.

Winda seperti telah kehilangan jiwanya yang dulu. Tingkahnya yang periang ternyata hanya sandiwara yang ditujukan agar Rey tidak mencurigainya. Tatapannya dingin sedingin genggaman tangan Lisa saat terakhir kali Fadil merengkuh erat telapak kecil gadis kecil itu. Tidak, bahkan lebih dingin dari itu.

"Ada yang lain?" Winda berbalik mengacuhkan Fadil yang menatap tanah dalam-dalam.

"Jadi, selama ini kamu sudah bekerja sama dengan Bang Andi, dan kalian sebenernya juga udah tau siapa kami? Siapa aku dan Zikri." Menatap kembali punggung Winda.

"Ya, dan semua ini udah kami rencanakan. Kami tau kalau Rey akan menculik Lisa tapi kami gak bisa bertindak ceroboh. Setiap rencana punya resikonya." Tanpa menoleh.

Fadil terdiam.

***

Sesaat setelah Fadil menarik Winda ke suatu tempat, Andi memanggil Zikri yang masih berada di muka pintu. Zikri mendekatinya dengan tatapan bingungnya lalu tersenyum kecil.

"Apaan, bang?" Sapanya polos.

"Kamu punya lambang, tanda lahir, atau sebagainya gitu?" Tatapannya serius.

Zikri melirik ujung matanya. Tangannya mengelus-elus rambutnya sesaat lalu menarik seragam putihnya menampakkan bagian perutnya.

"Kayak gini, bang?" Menunjuk sesuatu di perut kanannya. Sebuah simbol berbentuk burung berwarna merah melingkar berdiameter 15 sentimeter.

"Zik udah tanya ke mama, katanya ini cuma tanda lahir biasa. Tapi kadang Zik suka ngerasa panas kalo lagi emosi." Katanya

"Bukan cuma kamu aja. Tapi kalian semua punya tanda kayak gitu. Winda misalnya. Dia punya tanda bulu merak di tengkuknya. Semua Pemilik Kekuatan punya tandanya masing-masing. Cuma, setiap orang punya perbedaan. Tergantung kemampuan yang mereka punya dan abang gak tau tipe Fadil seperti apa. Kemampuan healingnya emang dominan, tapi kayaknya dia punya kemampuan lain."

"Wah, Zik gak tau apa-apa. Zik aja baru kenal tuh bocah di sekolah ini. kagak paham kehidupannya." Menggaruk kepalanya.

"Kamu cari tau."

"Ok-"

Belum selesai kalimat keluar dari mulut Zikri, Andi telah menyirnakan diri dari hadapan Zikri.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Paper & ScissorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang