7

192 7 0
                                    

Gara-gara janji Jeevan tempo hari, Suryadi menjadi lebih gencar mendekatinya. Begitu Jeevan ada waktu luang seperti yang ia katakan, Suryadi akan menyuruhnya macam-macam. Bahkan sampai urusan pekerjaan di perusahaannya. Seperti hari ini, Jeevan diajak ke Australia untuk memenangkan tender. Mereka ke sana tanpa urusan keluarga. Murni pekerjaan.

Jeevan sempat berdebar karena kali ini adalah presentasi pertamanya dalam dunia kerja. Entah atas dasar apa Suryadi menyuruhnya untuk menghadapi client pria itu. Karena kecakapan Jeevan dalam menyampaikan gagasannya, client Suryadi setuju untuk menjalin kerja sama. "Bravo! Kamu memang hebat, Jeevan! Pantas kakekmu bangga."puji Suryadi saat mereka makan siang di kantin.

"Maaf, sebenarnya permintaan tolong ini melenceng terlalu jauh."ujar Jeevan memprotes dengan halus.

"Tenang, kamu akan dapat komisi dari perusahaan saya."

"Saya selalu tekankan, bukan soal uang."

"Iya saya paham. Kamu bertanya-tanya tujuan saya mencecar kamu ini-itu kan?" Jeevan mengangguk. "Ini sebagai batu loncatanmu dan pembuktian pada kakekmu. Selama ini saya sedang mengujimu. Ternyata kamu melewatinya dengan baik. Dengan ini semua, bisa jadi kakekmu akan secepatnya memberikan posisi tinggi di perusahaannya."

Prediksi Suryadi menjadi kenyataan. Beberapa bulan kemudian Hendarto memanggil Jeevan ke rumah dan memberikan posisi direktur utama padanya. Perlahan Jeevan mulai dikenal karena ia sering menjadi bayang-bayang Suryadi. "Kakek serius? Jeevan rasa Jeevan masih..." Cowok itu tak menyangka ucapan kakeknya barusan.

"Apa pernah aku tidak serius? Kamu bisa, Jeevan. Aku percaya. Kini aku bisa tenang menikmati masa tua bersama nenekmu di rumah. Aku harus menebus kesalahanku padanya dan ibumu."jelas Hendarto. Jeevan termenung. Kini tanggung jawabnya jadi semakin berat.

Secepatnya Jeevan mengajukan pengunduran diri dari perusahaan lamanya. Karena Hendarto tak sabar menunggu dan menyuruhnya segera mengurus perusahaannya sendiri. "Perusahaanku dan seluruh hartaku akan jadi milikmu saat kamu menikah nanti. Sekarang belajar dan kembangkan perusahaan dengan baik." Itu pesan Hendarto yang selalu diulang setiap mereka bertemu.

"Yah, gue bakal kesepian..."keluh Marini saat membantu Jeevan membawakan barangnya sepulang kerja. Hari ini hari terakhir Jeevan bekerja di perusahaan itu. Dan sejak dua hari lalu ia mendapat fasilitas sebuah mobil fortuner dari kakeknya.

"Kita mampir ke Anxo yuk. Gue yang traktir sebagai hadiah perpisahan."ajak Jeevan. Marini mengangguk dan meletakkan barang-barang Jeevan di bagasi. Tak terlalu berat tapi banyak printilan-printilannya. Alat tulis, berkas, tetikus, keyboard, headphone, lampu baca, dan lain-lain.

Jeevan dan Marini menikmati minuman kesukaan mereka masing-masing di Anxo. Sesekali Marini melirik Jeevan dari balik bulu mata lentiknya. "Kenapa? Takut dipergokin pacar jalan sama gue?"tanya Jeevan heran. Marini menggeleng sambil tertawa.

"Kenapa perasaan ini baru gue sadari saat kita mau pisah?"ungkap Marini.

"Perasaan apa? Namanya pisah pasti kangen."

"Gue suka sama lo."

"Hah?"

"Iya, suka."

"Mar, jangan bercanda. Terus yang sering jemput itu siapa?"

"Lo cemburu? Itu sepupu gue kali." Jeevan tertawa menyadari kebodohannya. Ia tak mengindahkan pesan ibunya untuk tak berburuk sangka. "Tapi gue serius, gue suka sama lo. Sebelum gue menyesal gue menyampaikannya." Marini menggenggam tangan Jeevan. Seharusnya ini yang Jeevan harapkan sejak lama. Tapi entah mengapa ia sama sekali tak merasa senang. Sebenarnya apa perasaan Jeevan pada Marini? Ia menginginkannya sebagai kekasih atau teman?

"Marini..."belum selesai Jeevan menjelaskan sesuatu. Wanita itu sudah mengecup pipinya. Tepat saat pintu utama Anxo terbuka.

"Eleanor, bukannya itu Jeevan?!"pekik seorang perempuan berpakaian seksi dan bermake up tebal, tak lain Stella. Jeevan spontan menoleh dan mendorong Marini. Eleanor menatapnya lurus di sana. Entah kenapa dada Eleanor sesak. Kemudian ia berlari keluar cafe.

"Marini gue belum selesai ngomong. Gue... udah nganggap lo sebagai teman baik gue. Dan gue nggak mau hubungan kita jadi canggung. Maaf tunggu di sini sebentar."ujar Jeevan. Entah kenapa kemudian ia malah mengejar Eleanor. Seolah-olah mereka memiliki hubungan special dan Jeevan ketahuan bermain kotor.

Tadi Eleanor dan kawan-kawan baru saja jalan-jalan. Lalu mereka haus dan lapar. Entah mengapa Anxo melintas di pikirannya. Teman-temannya pun setuju untuk makan malam di sana. Tapi ia malah disuguhi Jeevan yang dicium wanita lain. Seharusnya ia tak peduli, tapi ia merasa dikhianati dan marah. Padahal ia selalu menanamkan nama Ivan dalam benaknya.

Tiba-tiba tangan Eleanor ditarik dan tubuhnya berputar. Jeevan berhasil menyusulnya. Tentu saja, kaki Jeevan kan panjang. "Lo mau ke mana?"

"Pulang."jawab Eleanor ketus.

"Tapi teman-teman lo masih di sana. Lo pulang sama gue." Jeevan menggandeng Eleanor kembali ke Anxo. Di sana ia mendapati Stella, Cindy, dan Marini. Lalu mereka berlima duduk semeja.

"Hai, gue Marini. Ini siapa, Jeevan?"sapa Marini ketika mereka kembali.

"Kenalin, ini Eleanor. Dia... anaknya teman Kakek gue."jawab Jeevan. Lalu orang-orang di sana saling berkenalan.

"Hey, ladies! Mau pesan apa?"sapa Nara yang baru muncul. Tadi ia sibuk di belakang.

"Ladies, ladies, masih ada gue di sini. Lo kira gue cewek?"protes Jeevan.

"Oh cowok ya? Sampai nggak sadar gue. Makanya jangan kebanyakan main sama cewek."

"Sialan."umpat Jeevan geram.

"Bercanda, Jee. Kan lo udah pesan tadi sama Marini. Gue nanyain cewek-cewek hitz ini."

"Abang bule, gue mau strawberry smoothy satu sama french fries."sela Stella.

"Oke, ada lagi?"tanggap Nara.

"Abang udah punya pacar belum? Ganteng banget deh."tambah Stella. Cindy dan Eleanor mendorong bahunya jengah.

"Kasih tahu nggak ya?" Nara bergaya sok imut. Jeevan pura-pura muntah melihatnya. Sementara Marini sudah tertawa dari tadi. "Serius nih mau pesan apa lagi?"

"Gue espresso sama frech fries. Eleanor apa?"ujar Cindy.

"Eleanor strawberry milkshake sama roti bakar selai stroberi aja." Malah Jeevan yang menjawab.

"Iya iya yang hafal kesukaan pacarnya."ledek Nara."Catat ya. Mohon tunggu sebentar." Nara melipir ke belakang dengan buku dan papan menunya. Marini menatap Eleanor iri. Wanita itu berusaha bersikap dewasa dengan tetap di sana dan memasang senyum terbaiknya meski sudah ditolak.

"Udah gue bilang Eleanor bukan pacar gue...gerutu Jeevan lirih.

"Tadi siapa sih ganteng banget? Tampang bulenya itu lho gemesin."tanya Stella saat Nara tiada.

"Itu ownernya Anxo, sepupu Jeevan."jawab Marini.

"Tapi udah taken."tambah Jeevan. Stella langsung cemberut.

"Nggak ada lagi saudara lo yang model begitu?"tanya Stella kekeh.

"Ada tapi udah punya buntut."

"Yang lainnya lagi?"

"Kepo deh." Semua tertawa mendengar jawaban Jeevan dan reaksi Stella.

Setelah menikmati hidangan di Anxo, mereka pulang ke rumah masing-masing.

TerjebakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang