26

280 6 0
                                    

Usai keguguran, Eleanor kembali beraktifitas seperti biasa. Irah dan Maman berhasil menutup peristiwa itu rapat-rapat.

Suatu hari Suryadi mengajak Eleanor ke pesta salah satu rekan bisnisnya. Ia berharap anaknya itu bisa terhibur dan tak terus diam di rumah. "Kamu cantik sekali, Sayang. Aura keibuan kamu semakin bersinar."puji Suryadi saat melihat Eleanor keluar dari rumahnya. Wanita itu mengenakan gaun salem selutut dengan tali yang melingkar di pinggangnya. Gaun yang dibelikan Jeevan.

Eleanor merasa bosan berada di pesta itu meski ada Gaimah di sisinya. Makanya ia tak pernah mau ikut pesta semacam ini. Bukan gayanya sama sekali. Yang dibicarakan para tamu hanya bisnis dan bisnis. Tapi rasa bosannya langsung sirna ketika melihat kedatangan sosok yang ia kenal.

Jeevan tiba di tempat pesta sendirian. Hendarto masih di rumah sakit, sementara keluarga yang lain tak ada yang berminat ikut. Ia sendiri sebenarnya tidak suka pesta ini. Tapi demi formalitas untuk sesama pebisnis, mau tak mau ia datang. Siapa tahu ia dapat proyek dengan untung besar.

Jeevan sebenarnya sadar dengan kehadiran Eleanor. Tapi ia pura-pura menganggapnya tak ada. Toh wanita itu sama sekali tak menyapanya. Tapi egonya patah saat ia mendengar kasak-kusuk orang membicarakan dirinya. "Bukannya Pak Jeevan menantunya Pak Suryadi?"

"Iya betul."

"Kok mereka kaya orang nggak kenal? Tadi istrinya aja nggak datang barengan sama dia."

"Lagi berantem kali. Laki-laki tajir dan masih muda kaya Pak Jeevan nggak mungkin cuma punya satu perempuan." Sialan, Jeevan dianggap sebagai lelaki hidung belang oleh orang-orang itu. Andai mereka tahu yang sebenarnya, mereka tak akan berani bicara begitu dan malah respect pada Jeevan. Tapi ia tak mungkin mengumbar aib keluarganya di sini.

Eleanor terkejut saat tiba-tiba ada yang meraih pinggangnya. Ia kira itu ayahnya. Tapi ternyata, "Hi, long time no see." Jeevan merangkul pinggangnya dengan senyum manis. Seharusnya Eleanor tersipu, tapi ia lebih merindukan sikap tegas Jeevan padanya. Bukan sikap ramah yang selalu Jeevan umbar pada siapa pun.

"Masih ingat punya istri?"sindir Eleanor sinis.

"Ingat, apa lagi istri gue nggak segera mengabulkan permohonan cerai gue."

"Mau kamu apa?"

"Mau lo sendiri apa? Kenapa nggak segera menandatangani suratnya?" Eleanor yang sebal dipermainkan melepas rangkulan Jeevan dan berlari keluar. Mereka pun jadi pusat perhatian. Jeevan yang menyadari itu buru-buru mengejarnya.

Eleanor duduk di bangku taman dengan wajah kesal. Bibirnya sampai maju beberapa senti. Tak lama kemudian Jeevan menyusul dan duduk di sisinya. Ia mengecup bibir manyun Eleanor tersebut. "Jelek kalau kaya gitu." Eleanor pun balas memagut bibir pria itu. Mereka pun asyik bertukar liur di antara rerimbunan tanaman. Tampak jelas bahwa mereka saling merindukan.

Saat mereka tengah asyik mencecap bibir satu sama lain, tangan Eleanor membuka kancing gaunnya yang ada di sepanjang dada. Lalu ia menuntun tangan besar Jeevan untuk menangkup salah satu payudaranya. Ia pikir Jeevan akan menolak, tapi tangan pria itu malah menyelinap ke dalam bra Eleanor dan meremas-remas bulatan empuk itu.

Tidak puas dengan bibir Eleanor, Jeevan mengangkat bokong wanita itu ke pangkuannya supaya posisinya lebih tinggi. Lalu ia agak menunduk agar mulutnya bisa meraih puting pucat yang sudah tak pernah dijamahnya lagi.

Celana Jeevan mulai sesak. Maka ia membuka sabuk dan resleting celana bahannya. Lalu ia mengeluarkan kejantanannya dari kungkungan boxer dan sempaknya. Ia menggesek-gesekkan benda itu ke kewanitaan Eleanor yang masih dilapisi celana dalam. Eleanor yang semakin terangsang pun menurunkan celana dalamnya. Mereka sudah siap menyatu. Namun...

"Tuan! Nyonya! Saya minta maaf sebesar-besarnya. Tadi saya disuruh Irah nyusul ke sini buat jagain Nyonya." Maman datang sambil menguatkan batin untuk tidak mengintip kedua majikannya yang setengah telanjang. Dengan sigap, Jeevan memakaikan celana dalam Eleanor dan mendekap wanita itu agar tubuh bagian depannya aman.

"Dia lagi sama saya. Memang kenapa?"ujar Jeevan sewot.

"Firasat Irah ternyata benar. Nyonya pulang ya? Sudah malam. Jangan berhubungan badan dulu sama Tuan."

"Kenapa? Karena saya sudah menggugat cerai dia? Saya kan baru memohon, kami belum sah bercerai."

"Pokoknya tidak boleh. Ayo Nyonya. Lagi pula mengapa Tuan tidak pulang ke rumah selama ini?" Jeevan yang merasa moodnya hancur pun membenahi pakaiannya sendiri dan Eleanor. Pria itu tak menjawab Maman dan malah menatap Eleanor tajam. Lalu ia pergi meninggalkan mereka setelah pakaiannya rapi. Eleanor yang merasa dipermainkan pun menangis.

TerjebakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang