Bayi

9.3K 1.7K 129
                                    

Peringatan!
Cerita ini mengandung ranjau yang dapat mengganggu kenyamanan pembaca. Silakan mencari bacaan lain atau menanggung risiko terganggu selama membaca. Terima kasih atas perhatiannya.

Abdul benar-benar biang kerok. Dia menarik Letta sedetik setelah bel istirahat berbunyi. Entah kapan makhluk antah-berantah itu kabur dari kelasnya sendiri. Letta nggak peduli. Yang sekarang Letta pikirkan hanyalah cara agar terbebas dari situasi canggung. Duduk di depan Cloudy tepat di tengah keramaian kantin. Uwowo, Letta dalam bahaya, Kapten. Peluru, granat, misil, bom, bahkan roket siap membumihanguskan Letta dari depan Cloudy. Lihat saja tatapan laser membunuh cewek-cewek di seantero kantin.

Letta butuh bendera kuning. Lambang kematiannya sendiri.

"Makan, Scarlett," kata Cloudy begitu ramah.

Buat cewek lain, suara Cloudy bisa menggantikan padang sahara dalam hati jadi padang bunga aneka rupa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buat cewek lain, suara Cloudy bisa menggantikan padang sahara dalam hati jadi padang bunga aneka rupa. Lah, ini Letta. Letta yang anti cowok dengan taburan gliter pada auranya. Apalagi Cloudy yang seolah membawa lampu sorot yang bisa membuat dirinya selalu on the spot.

"Gue," Letta meneguk ludah. Tatapan cewek-cewek makin mematikan. Siaga satu dimulai. "Gue masih kenyang." Kruuuk!

Breng... Letta mau mengumpat. Bisa-bisaan perutnya menggaungkan suara absurd itu.

Cloudy terkekeh kecil. "Makan aja." Cloudy mendorong piring Letta mendekat. "Makanan itu diberikan Allah untuk dimakan, bukan buat dibuang. Namanya mubazir. Mubazir temannya..."

Letta memutar bola mata. Cloudy bicara seolah dia adalah anak SD yang kurang paham ilmu mubazir. "Gue tau lanjutannya," tukas Letta.

"Mubazir temannya?" Cloudy masih mengulang perkataannya dengan sengaja mengulas senyum manis.

"Setan," jawab Letta malas-malasan.

"Nah, itu dia. Makan ya kalo nggak mau jadi temannya setan."

"Gue udah berteman sama setan versi Abdul."

Abdul yang sedang makan baso tersedak kuah baso yang pedas. "Bangke banget gue dibilang setan. Gue itu setan-pan Dan Stevens," kata Abdul usai menghabiskan seluruh isi gelasnya.

"Dan Stevens sebelah mananya, Dul?" Ledek Alif.

"Di..." Abdul menurunkan suara, sengaja memancing teman-temannya.

"Dimana?" Jenny memakan pancingan Abdul.

"Di..." Abdul memasang wajah misterius. Cloudy, Alif, Letta, dan Jenny menatap penasaran. "Bagian yang keluar pipis," lanjutnya.

"Wanjay!" Alif melempar bungkus pilus ke wajah setan Abdul.

Jenny berpura-pura muntah. Letta memalingkan muka, nggak mau kenal yang namanya Abdul.

Cloudy menopang pipi kirinya menggunakan sebelah tangan. "Gimana bisa sama, Dul. Ukuran lo cuma segitu," cetusnya dengan polos.

Abdul melotot. Alif terbahak. Letta dan Jenny lirik-lirik lempar kode.

WeatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang