Empat : Topi Baby Pink

22 2 0
                                    

Nana memakan es krim mangganya dengan pelan, sesekali menjilati tangannya yang terkena lelehan es krim, jam sepuluh pagi cukup membuat Nana meringis, matahari mulai bersinar cerah, cukup panas bagi gadis kecil seperti Nana.

"Abang, beliin Nana topi itu, panas banget nih Abang." Keluh Nana sambil menunjuk om-om penjual topi di seberang dan sesekali menjilati tangannya yang terkena lelehan es krim.

Gazza menggeleng lesu, cukup capek menemani gadis kecil bawel. "beli sendiri sana, mangkanya gak usah kesini kalo nggak mau panas." Gazza memakai penutup kepala di hoddie yang dia pakai.

"Ayo dong, Bang. Panas banget nih, nanti Nana jagain kursi ini untuk abang." Rayu Nana sambil tersenyum manis dan memasang puppy eyes andalannya.

Gazza memutar bola mata malas. "Kalo abang seorang psikopat udah abang congkel itu mata dan abang taruh di lemari kaca."

"Ihh abang serem." Ucap Nana pelan dan menggeser tempat duduknya.

"Nggak lah, abang bercanda kali, wlee. Princess Nana duduk sini dulu yah, nanti ada yang culik Nana kalo Nana bergerak." Ledek Gazza sambil menjulurkan lidahnya. Nana tersenyum kecil kemudian tertawa gara-gara candaan garing abangnya.

Gazza berdiri dan mengelus pelan puncak kepala Nana. "Tunggu bentar yah, jangan kemana-mana." Pamit Gazza pada gadis kecil itu.

"Iya, abang."

***

Hanna berada di taman, hari sudah siang, para penikmat taman sudah banyak yang pergi karena panas terik matahari, tetapi tidak untuk Hanna.

Hanna membawa sebuah novel yang baru dibacanya setengah, Hanna baru meminjam novel itu kemarin di perpustakaan sekolah. Hanna sudah mengajak Geana untuk ke taman bersamanya, tapi temannya itu ada urusan lain dengan ranjangnya, ia mau tidur lebih lama, Hanna tidak memaksa dan akhirnya ia hanya sendiri.

"Ah panas." Hanna sedikit mengeluh, tapi tidak lama karena ia mendapat tempat duduk favoritnya, di bangku panjang warna hijau pudar, dibawah pohon mangga, dan sesekali ada kucing yang tidur di bangku warna hijau pudar tersebut.

Hanna melihat kucing belang warna putih, coklat, dan hitam lalu Hanna memegang tengkuknya, kucing itu ternyata jinak langsung mendengkur saat Hanna memegangnya. "Ah, imut sekali." Hanna turun kebawah untuk memegang perut kucing itu kemudian tertawa pelan. "Eh. kamu hamil, dasar korban pergaulan bebas."

Ponsel Hanna bergetar, buru-buru Hanna mengambil dan melihatnya, ternyata ia mendapat pesan singkat dari Ando.

From: Andoque
Jam 11. PULANG.

Apaan-apaan Abang ini, pikir Hanna. Ia baru sampai sepuluh menit yang lalu dan kurang dari satu jam, ia sudah disuruh pulang. Pria bongsor itu sebenarnya rindu atau apa sih.

To : Andoque
Nggak mau abang.

Hanna mengetik pesan singkat dan buru-buru ia mengirimkan ke abangnya. Lima menit, ponsel Hanna bergetar, Hanna buru-buru melihatnya dan ada tiga pesan lagi dari abangnya.

Andoque (3).
Kamu ada jadwal Hanna dengan Mrs. Ivanka.

Jam 12 abang akan mengantarmu kesana.

Jangan pulang telat Hanna.

Hanna membalas pesan itu singkat "Iya Abang." Ah, nggak papa. Masih ada dua puluh menit lagi berada di taman pada hari minggu, pikir Hanna.

"Aku mau beli es krim vanilla." Hanna berkata pada dirinya sendiri, ia mengambil tas kecil nya yang berada di bangku dan berjalan pelan mencari abang es krim. Ia terus menunduk, cukup panas bila mendongak. Hanna suka warna kulit pucatnya, jadi ia tidak ingin hitam dalam sehari.

***

'Ah, itu dia.' Hanna membatin pelan dalam hati. Hanna sedikit berjalan cepat, matahari sangat semangat menyinari semesta dengan sinar hangatnya.

"Abang, es krim vanila satu." Hanna berkata pelan dan terus menunduk.

"Ada neng Hanna. Seperti biasa ya neng, Gak pakai coklat tabur?" Abang es krim itu berkata semangat, Hanna mendongak dan menatap bingung.

"Abang pulang di sekitar kompleks asri juga, neng." Pria itu menjawab tanpa Hanna bertanya, ia sudah tahu saat melihat wajah bingung Hanna.

Abang itu menaruh mangkuk es krim pesanan Hanna di meja kosong, kemudian Hanna mengambilnya sambil memberikan uang pas dan berterimah kasih pelan.

Hanna menemukan bangku kosong di tengah taman, ada anak kecil disana termenung, mungkin menunggu seseorang, pikir Hanna. Hanna duduk di sisi berlawanan dengan gadis kecil itu. "Sungguh abang es krim yang baik." Hanna melahap pelan es krim itu.

"Gue baik ya?" Bisik suara pria dibelakangnya, Hanna tersedak.

"Abang. Mana topi Nana?" Gadis kecil itu membalikkan badan dan merengek.

"Nih pakai topi abang. Dan topi yang manis ini buat Hanna." Gazza meletakkan topi berwarna baby pink itu di kepala Hanna, ternyata pas.

"Abang kok gitu? Yaudah terserah." Gadis kecil itu membalikkan badannya kedepan, melipat tangannya. Gazza duduk diantara Hanna dan Nana, pria itu tersenyum kearah depan, membuat gadis yang lewat menjadi salah tingkah.

"Lo cantik, Na." Gazza berkata dengan wajahnya masih menghadap depan, Hanna tersentak, apakah itu dirinya atau gadis kecil itu.

"Makasih abang, kata bunda Nana emang cantik, Bang. Tapi Nana masih marah." Gadis sembilan tahun itu masih melipat tangannya.

"Hanna." Pria itu mengucapkan kata lagi. Hanna tersenyum kecil, ternyata itu dirinya.

"Hanna? Tapi nama Nana kan bukan Hanna tapi Ruhaina Aliyah." Gadis itu semakin bingung.

"Jangan ganggu abang dong, bocah." Pria itu berkata jengkel dengan sepupunya itu.

"Dih, abang kok marah gitu. Ah, ternyata kakak cantik yang ini." Nana hendak menyentuh tangan Hanna, tapi segera Gazza membawanya kegendongannya.

Hanna tertawa pelan, saat melihat Gazza panik dan menggendong gadis kecil itu. " aku gak trauma sama anak kecil, Kak. Jadi aku gak bakalan pingsan di pegang sama anak kecil, karena haphephobia punyaku beda, Kak. Bukan total sepenuhnya." Ekspresi Hanna berubah sedih, Gazza hanya melihat gadis itu tajam.

"Aku lagi sedih, Kak. Kenapa kakak malah melotot kearahku?" Hanna takut dan bingung melihat tatapan tajam Gazza, apakah Gazza juga benci gadis lemah sepertinya.

"Gue bakalan menjaga loh, Han." Gazza berkata pelan.
Pipi Hanna menghangat.

"Gue gak bakalan merasa kasihan sama loh." Apa? Hanna tersentak, apa yang dikatakan Gazza barusan.

"Karena loh gak butuh itu, loh cuma butuh gue, Han." Gazza meneruskan kalimat itu, dan Gazza tersenyum.
Baiklah, sekarang Hanna mengakui kalo pipinya sekarang bersemu merah.

"Kalo loh mau senyum, senyum aja, Han. Gak usah ditahan gitu, pipi loh merah tu." Gazza tertawa, ia suka melihat Hanna yang salah tingkah.

"Apa? Gak kok." Hanna tersenyum kecil, seperti tidak ada perubahan jika dirinya tersenyum.

"Lebarin dikit senyumnya. Jangan ditahan-tahan."Gazza akan melepas pelan sepupunya, tapi ternyata gadis kecil itu tertidur di bahunya.

"Manis." Hanna masih tersenyum melihat kearah Gazza.

"Gue emang manis, Han."

"Gak, bukan kakak. Tapi Ruhaina Aliyah."

"Berarti gue gak manis ya?" Gazza bertanya sambil menaikkan sebelah alisnya.

"Manis juga." Hanna kembali tersenyum simpul.

"Ah. Aku harus pulang duluan, Kak. Ada jadwal terapi. Maaf ya kak." Hanna buru-buru berjalan menjauh.

"Mau gue antar?" Gazza berteriak, berharap gadis itu menjawab.

Hanna membalikkan badan. "Gak usah kak, aku dijemput Bang Ando."

"Oke, Hati-hati Han."

Hanna [ ON GOING ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang