Part 8

15 4 0
                                    

Meysya menatap teman-temannya yang penasaran akan jawaban dari pertanyaan Cindy.
Meysya menghela napas lalu...

"Iya Cin, aku sama Rivaldi gak ada hubungan apa-apa kok. Yang kemarin-kemarin tuh kita cuma temenan doang, kalian jangan salah paham," ucap Meysya sambil tersenyum.

Cahya tahu senyum yang Meysya tunjukkan itu dipaksakan, ia menatap sahabatnya dengan sendu.

"Tuh kan, kalian udah dengar sendiri penjelasan dari Meysya. Aku sama dia gak ada apa-apa. So, sekarang udah jelas kan?" ucap Rivaldi.

Ucapan dari Rivaldi membuat Cahya geram, rasanya ia ingin memukul Rivaldi sekarang juga.

"Sya-" ucap Cahya.
"Aku gak apa-apa Aya, aku izin ke toilet dulu ya," ucap Meysya kemudian ia pergi keluar kelas tanpa memperdulikan keadaan sekitar.

Cahya hanya bisa menatap kepergian Meysya dalam diam, ia tahu sahabatnya itu sedang butuh waktu sendiri.

Meysya membasuh mukanya, ia menatap pantulan wajahnya dikaca, Meysya menghela nafas.

"Hahh..dari awal kamu harusnya sadar Sya, kamu tuh cuma dianggap teman sama dia. Perhatiannya selama ini tuh gak berarti apa-apa buat dia, harusnya kamu gak baper kek gini," ucap Meysya kepada dirinya.

Tanpa disadari air matanya menetes membasahi pipinya.
Meysya segera mengusap air mata itu kasar.

"Aishh, kenapa harus sampe nangis kek gini sih. Aku harus kuat gak boleh jadi cengeng cuma karena masalah yang sepele kek gini. Kamu kuat Sya!" ucapnya menyemangati diri.

Meysya merapikan tampilannya, ia membasuh mukanya sekali lagi.
Meysya pun keluar dari toilet dan kembali ke kelasnya lagi.

"Permisi Bu," ucapnya saat mengetahui bahwa sudah ada guru yang mengajar di kelasnya.

"Dari mana saja kamu Meysya?" tanya guru yang mengajar

"Saya dari toilet Bu, maaf saya telat masuk."

"Yasudah, kamu boleh duduk."
"Makasih Bu."

Meysya duduk di tempatnya
"Sya, kamu bener gak apa-apa?" tanya Cahya.

"Iya Aya tenang aja aku baik kok," jawab Meysya.

---

"Sya, kita hangout yuk. Udah lama kan kita gak jalan bareng lagi," ucap Cahya.

"Boleh, tapi kemana?" tanya Meysya.

"Gimana kalo kita nonton aja."

"Hmm oke, tapi aku yang tentuin filmnya ya."

"Okedeh. Tapi asal jangan film bunuh-bunuhan aja."

"Ngga lah, lagian aku juga ngeri liat film kek gituan."

"Kan bisa aja, kamu kan sukanya film yang genrenya thriller gitu."

"Nggak semua film yang genrenya thriller itu isinya bunuh-bunuhan Aya, aku telepon kak Rio dulu supaya gak jemput aku."
"Iya-iya."

Setelah Meysya selesai menelepon kakaknya, dia dan Cahya pun pergi ke bioskop menggunakan bus.

Saat sampai mereka langsung membeli tiket untuk menonton.

Beberapa jam pun berlalu, akhirnya Meysya dan Cahya selesai menonton. Mereka pun langsung pulang karena sudah sore.

"Sya, tadi film nya seru ya," ucap Cahya.
"Iya, apalagi pas adegan berantemnya," ucap Meysya.

Meysya meloleh kesamping saat tak mendapati balasan dari pembicaraan mereka. Ia bingung saat sahabatnya itu tak lagi di sampingnya.

"Aya kenapa?" Tanya Meysya saat ia berhasil menyusul Cahya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The JourneyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang