Lethal

12 5 0
                                    

""AKU MAU MELIHAT WAJAHNYA SAAT IA DIMAKAN HIDUP-HIDUP!"

Teriakan itu menggema lagi, penuh angkara murka. Pemburu pertama sudah mampu bangkit, tertatih dan ikut mencari mencari kedua bersaudara yang tengah bersembunyi. "Hei, Dungu! Kemana mereka?!"

"Aku juga tidak tahu! Mereka menghilang!"
"Bodoh! Kenapa kau tidak melempar tombakmu itu untuk menghentikan mereka?! Langkahmu itu lamban, mana mampu mengejar anak berambut merah itu!"
"Lamban?! Ini karena kebodohanmu! Kau yang membiarkannya menggigitmu dengan semudah itu!"
"DIAM ATAU KAU YANG KUJADIKAN MAKANAN UNTUK SUKU KITA!"

Dan pemburu kedua terdiam dengan geraman kesal. Menghindari pertempuran.

Dengan kemarahan yang sama pula, pemburu pertama menebas semak terdekat. Lalu batang pohon, semak, sembarang arah. Dalam benaknya terbayang merobek mulut kecil yang berani menjatuhkannya.

"KELUAR KAU. PERCUMA KAU BERSEMBUNYI, CURUT!!"

"Aku di sini..."

Keduanya mengelihkan pandangan padanya. Pemuda berparas sederhana dengan rambut hitam sewarna obisidian. Ia melangkah mendekati dengan tenang, namun mereka dapat melihat kekhawatiran dan getaran pada mata dan tangannya yang terus terkepal, agar tidak terlihat gemetar. Si sulung rupanya.

"Heh, cungkring! Mana yang satu lagi?"
"Aku saja. Aku menyerahkan diriku. Jangan adikku."

Darya bertumpu pada satu lututnya di hadapan mereka. Kepalanya menunduk, kedua tangan masih terkepal dan terus terkepal. "Kumohon jangan adikku, biarkanlah ia pulang. Aku tidak kuat lagi berlari. Meskipun dipaksakan, percuma saja. Kalian pasti akan menangkapku juga," kini ia mengangkat kepalanya, sedikit menelengkan dengan kedua mata menatap mereka dengan raut pasrah. "Bukankah lebih penting kalian berdua mendapatkan santapan malam kalian?"

Keduanya memandang satu sama lain.

"Pernahkan kalian mendengar kisah ini? Seekor bangau melepaskan ikan-ikan yang tadinya sudah ia tangkap, hanya karena ia mengharapkan ikan yang besar. Akhirnya hingga malam, ia malah tak mendapatkan apapun," lanjut Darya, halus tapi semakin berani. "Apakah kalian akan melakukan yang sama dengan bangau i-"

"Tidak usah menggurui, bocah! Di ambang kematian, masih saja kau berani bicara!" pemburu pertama membetot Darya. Genggamannya serasa meremas tulang lengan Darya, tidak terbayang olehnya apa yang tadi dirasakan Denver. "Kau pun akan kusantap! Tapi mana kenyang dengan anak kurus lemah seperti dirimu! Aku ingin adikmu itu, dan kau akan membawakannya kepadaku!"

"Jangan-!! Jangan kakakku!"

Kini si bungu yang menunjukkan diri. Wajahnya dekil, pias dan basah oleh air mata. Pasti ia ketakutan, tapi lebih tak rela lagi bila kakak kesayangannya berakhir di perut kedua pemburu. Tangannya yang berbalut sarunt tangan dekil lunglai pada kedua sisinya, menjatuhkan pisau kecil yang sedari tadi dibawanya.

"Ambil ... ambil saja aku, aku y-yang kalian cari, ya kan?" lirihnya .

"Denver, jangan! Pergi! Pergi!" Kakaknya berteriak. Mencoba menarik dirinya lepas, tapi pemburu pertama mencengkram dan mendekaprnya dari belakang dengan erat, sementara parang begitu dekat dengan lehernya. "Jangan! Kalian sudah mendapatkan mangsa! Biarkanlah adikku kembali ke hunian!"

"Kau kira kami dungu?? Kalau ia kembali kepada orangtuanya, pasti ia akan mengadu. Kemudian orang-orang kalian akan balas memburu kami. Hahahah, dasar ingusan, aku bisa membaca rencana kalian!" tawa pemburu pertama. "Hei Angus! Cepat, ambil anak itu! Kalau ia melawan, heh, pukul aja sampai remuk!"

"Lepaskan kakakku!"
"Jangan, adikku, kumohon jangan!!"

Kedua bersaudara itu berteriak frustrasi, meminta belas kasihan untuk satu sama lain. Namun apa daya, keserakahan mengalahkan keluguan. Dengan kasar, pemburu kedua menjambak rambut Denver, menariknya untuk mendekat. Diabaikannya jerit kesakitan Denver dan isakan tidak tega Darya.

Aegis of the ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang