"Verone, apa kau mempunyai kekasih?"
Seketika aku menyemburkan minuman yang ada di dalam mulutku mendengar pertanyaan Rose barusan, apa wanita itu bercanda? Aku bahkan tidak pernah dekat dengan pria mana pun.
Rose buru-buru membersihkan jus jeruk yang aku semburkan barusan di meja, sisanya menetes dari bibir dan turun ke leher dan dadaku. Aku mencari tisu untuk membersihkannya, namun tak menemuinya hingga akhirnya aku menggunakan jemariku mengelap dada dan leherku.
Tapi beberapa detik kemudian, aku merasa seperti diawasi.
"Aku hanya bertanya dan reaksimu berlebihan miss yeager.." canda Rose yang tak kutanggapi karena memperhatikan taman belakang, daun pohon dan bunga bergerak di sana, tapi tidak ada angin di siang bolong seperti ini.
"Rose, tidakkah kau melihat sesuatu?" Tanyaku pada Rose, karena hanya ada kami berdua di ruang makan yang mengarah langsung ke dapur.
Rose mengikuti pandanganku tanpa berkomentar, namun sepertinya ia tidak sepeka diriku.
Atau mungkin hanya perasaanku saja...
"Kau terlalu berperasaan Verone, mungkin sebaiknya aku menyingkirkan bacaan Novelmu." katanya, Rose memang wanita tua yang sering membuatku kesal, layaknya mendiang ibuku, aku sudah menganggapnya ibuku sendiri.
"Aku akan menyembunyikannya sebelum kau melakukannya, Rose." balasku, ia terkikik geli, namun pandanganku masih tertuju pada taman belakang yang masih membuatku penasaran hingga detik ini.
"Well, aku lihat kau suka menguntit beberapa pekerja itu?" Godanya, wajahku langsung bersemu merah. Apa ia mengetahuinya? Oh, aku merasa malu...
"Tidak!" Bohongku.
"Benarkah? Aku lihat bos mereka sangat tampan, masih tergolong muda dan memiliki otot yang keras, bukan begitu Verone?" Godanya lagi, aku menaikan kedua bola mataku, mengapa Rose bisa mengetahui kalau aku begitu mengagumi pria dengan dada bidang itu.
"Aku tidak perduli." ujarku bohong melanjutkan meminum jusku.
"Namanya adalah Anthonio, dia berasal dari Las Vegas dan dia masih single." jelas Rose, jujur saja mendengar informasi tentangnya membuat hatiku senang. Dan tentu saja aku telah mengetahui namanya, nama yang cukup menggelitik hatiku, Anthonio... terdengar sangat menarik.
"Oh..." bibirku terbuka membentuk huruf O, dan terdengar helaan nafas dari Rose.
"Akui saja kau mengaguminya."
"What? Aku? Oh, tentu tidak Rose. Banyak lelaki di kampusku yang mengejarku, tapi dia bukan tipeku." kataku sombong.
"Setahuku tidak ada satu lelaki pun yang pernah kemari mengunjungimu."
Shit...
Itu cukup membuatku kesal.
"Yang ada hanya para pria Daisy yang menginap di sini.." sambung Rose yang sedang mencuci piring.
Aku mengerucutkan bibirku, Daisy dan Daisy... mengapa wanita itu sangat populer di kalangan pria?
"Aku sudah selesai." kataku seraya membanting gelas ke atas meja dan meninggalkan ruang makan itu, dari kejauhan aku masih dapat mendengar suara tertawa Rose. Wanita itu benar-benar mengerti caranya membuatku kesal.
Aku menuju pintu belakang, berjalan ke arah taman guna menghilangkan gerutuku pada Rose.
Ini masih hari libur, dan Daisy pergi entah kemana. Mungkin saja dia sedang berlibur dengan teman-teman sosialitanya, atau mungkin menghabiskan waktu di ranjang dengan para prianya yang tidak jelas itu. Entah mengapa Daisy tidak pernah serius dengan suatu hubungan hingga di usianya yang berkepala tiga.