Yogyakarta, 2017
Mendung masih menggantung di atas sana, membuatku makin bersemangat berjalan menyusuri jalan Malioboro yang tetap dipadati orang-orang meskipun cuaca sedang tak bersahabat. Kamera di tanganku terus membidik pemandangan apapun yang menarik perhatianku. Hingga tak terasa kini aku sudah berada di penghujung jalan Malioboro. Aku memutuskan untuk mengistirahatkan kakiku yang sudah berjalan sejauh ini. Duduk di bangku pinggir jalan sambil melihat lalu lalang kendaraan.
Saat langit mulai menggelap dan siap menumpahkan tangisnya, aku memutuskan untuk kembali ke hotel dengan memesan taxi online. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 menit aku sampai di hotel tepat saat hujan deras mengguyur kota Jogja. Dering ponsel di saku jaket menghentikan langkahku, aku tersenyum melihat ID caller yang muncul di layar ponsel.
"Assalamu'alaikum dek, masih di Jogja?" Aku tersenyum mendengar suara di seberang sana yang sangat kurindukan. Dia Reza, kekasihku yang kini sedang melanjutkan studinya di Singapura. Sudah setahun kami menjalani hubungan jarak jauh.
"Wa'alaikumussalam Aa'. Iya ini masih di Jogja, baru sampe hotel tadi abis hunting foto." Jawabku sambil duduk di sofa lobi hotel. Selanjutnya, masih dengan ponsel yang menempel ditelinga kami terus mengobrol, membahas apapun yang dapat dibicarakan, mulai dari hal nggak penting seperti, "Dek, emang bener ya pop mie kalo di masukin ke kulkas jadi pop ice?". Sampai bahasan yang agak berbobot seperti, "Dek, Aa' ada info beasiswa ke Inggris, kamu minat nggak?".
Namun, tiba-tiba suara A' Reza di ponselku seolah menghilang bersamaan dengan seorang pria yang sedang berdiri di hadapanku sambil memerkan senyumannya. Aku terpaku menatap wajahnya yang sudah lama tak kulihat, membuat jantungku berdebar kencang.
"Ayra. Uda lama nggak ketemu ya?" Ujarnya masih dengan senyuman mautnya, yang semakin membuat jantungku menggila.
"Kevin." Balasku lirih. Ponsel yang tadi menempel di telingaku, kini sudah berada dalam genggaman kedua tanganku. Tak kupedulikan Reza yang sekarang pasti sedang kebingungan disana. Fokusku sudah diambil Kevin sepenuhnya.
Dia Kevin Sanjaya, one sided love-ku semasa kuliah. Saat itu meski berbeda fakultas, tapi kami cukup dekat karena berasal dari kota yang sama. Hubungan kami mulai merenggang saat mulai memasuki semester akhir. Berbagai penelitian dan menyusun skripsi menjadi alasan kami mulai menjauh. Puncaknya saat aku lebih dulu wisuda dan dia masih sibuk menyelesaikan skripsinya.
Aku sedih, sudah pasti. Bertahun-tahun memendam perasaan cinta, dan harus berakhir tanpa pernah menyatakan padanya. Namun kini, rasa itu yang perlahan mulai menghilang karena suda tergantikan dengan kehadiran Reza, seolah muncul kembali. Mataku mulai memanas, dan tanpa bisa kucegah, air mata sialan ini mulai membasahi pipiku.
"Loh Ay, kok malah nangis sih." Kevin berujar panik sambil menghampiriku. Entah dorongan dari mana aku segera berdiri dan menghambur ke dalam pelukannya. Tak kupedulikan ponselnya yang terjatuh. Tangisku semakin pecah saat aroma cedarwood yang dulu menjadi favoritku-sejujurnya sampai sekarangpun masih menjadi favoritku- memenuhi indra penciumanku. Ditambah kedua lengan Kevin kini ikut melingkari tubuhku sambil sesekali mengelus punggungku.
Kami terus berpelukan dengan aku yang mencoba berhenti menangis, untungnya lobi hotel saat ini sedang sepi, jadinya tingkahku yang memalukan ini tak menjadi tontonan gratis para tamu hotel. Setelah tangisku benar-benar berhenti, aku segera melepas pelukan kami, dan mulai membersihkan wajahku yang dipenuhi air mata.
"Saking kangennya ya lo ama gue sampe mewek gini. Dasar cengeng, dari dulu ngga berubah." Ujarnya sambil ikut menghapus air mata di wajahku, yang malah membuatku kembali menangis kencang.
***
Kini kami duduk berdua di resto hotel, dengan segelas coffe latte yang sama sekali belum tersentuh. Aku sibuk memainkan jariku di atas meja, sedangkan Kevin, tanpa melihatnya pun aku tahu dia pasti sedang memandangiku dengan tatapan tengilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Faith
RomanceApa yang harus diperjuangkan jika mereka tetap kukuh mempertahankan Tuhannya masing-masing? Jika cinta memang harus saling memiliki, lalu siapa yang harus mengalah? Sebuah cerita tentang 2 manusia yang berbeda Tuhan dan keyakinan.