Cinta yang paling rumit itu bukan antara Aku, Kamu dan Dia. Tapi antara Aku, Kamu dan Tuhan kita. -Leeyukiii
"Ikut aku ke rumah yuk ketemu mami." Ucapan santai Kevin mengejutkanku. Sumpit yang tadi kugunakan untuk mengambil daging di terjatuh secara dramatis ke dalam piring.
Sekarang hari sabtu, aku hanya ada jadwal mengajar sampai jam 10 pagi begitu juga dengan Kevin yang masuk kantor setengah hari. Jadi, kami memutuskan untuk makan bersama di Paragon mall setelah ia menjemputku dari kampus.
"Kok ngelamun to? Iki1aku tenanan2 lho." Kevin kembali bersuara karena aku tak kunjung meresponnya.
"Aku.. aku ndak siap koh." Ucapku sedikit merengek.
"Ketemu calon mertua masa ngga siap." Aku mencubit lengannya keras yang dibalasnya dengan tertawa kencang.
"Koh ih serius to!"
"Aku juga serius Ay, kan dulu juga kamu sering ke rumahku kan."
"Ya dulu kan statusnya masih temen, kesana juga rame-rame kan ama yang lain."
"Nah justru karna status kita uda naik level makanya aku mau ajak kamu ketemu mami. Biar mami tau ini lho pacarku sing ayu dewe3."
"Apa sih koh, geli tau!"
Dan pada akhirnya aku bersedia untuk datang ke rumah Kevin dan bertemu ibunya. Selama perjalanan menuju rumah Kevin aku terus merasa gelisah memikirkan reaksi ibu Kevin saat tahu sekarang aku dan anaknya berpacaran.
Keluarga Kevin adalah penganut Katolik yang taat, mereka tak pernah absen datang ke gereja. Bahkan saat masih kuliah di Bandung, Kevin rutin datang ke gereja seminggu 3 kali untuk beribadah. Di kamar kosnya pun terdapat salib ukuran sedang, dan yang ku tahu setiap pagi sebelum pergi kemanapun Kevin akan berdoa di depan salib tersebut.
Aku takut ibu Kevin akan secara langsung menentang hubungan kami yang baru berjalan seumur jagung ini. Namun dalam ingatanku, ibu Kevin adalah wanita yang sangat lembut dan penuh kasih sayang. Bahkan Kevin pun bilang ibunya orang yang sangat sabar dan jarang marah senakal apapun kelakuan Kevin dan kakaknya semasa kecil hingga dewasa.
Tak ingin semakin berpikiran aneh-aneh, aku mengeratkan tanganku yang melingkar di perut Kevin. Dan seolah tahu kegelisahanku, Kevil mengusap pelan tanganku. Bodo amat dengan pengendara lain yang melihat kami dengan pandangan malas. Yang terpenting sekarang hatiku perlahan-lahan mulai tenang.
***
Setelah beberapa menit berkendara kami sampai di rumah Kevin di daerah Manahan. Tak ada yang berubah dari rumah besar ini. Tembok pagar bercat putih yang menjulang tinggi, rumah bergaya modern yang dikelilingi halaman luas dengan rumput hijau segar tumbuh subur di atasnya. Seketika ingatan masa lalu memenuhi pikiranku. Dulu aku sering berkunjung ke rumah ini sekedar untuk berkumpul bersama teman-teman, makan bersama, bahkan menyelesaikan project kuliah.
"Masuk yuk, jangan ngelamun terus Ay." Kevinn menggandeng tanganku, dan kamipun berjalan bersisian masuk ke dalam rumah. Mendadak perutku terasa melilit saking gugupnya.
Kevin membuka pintu sambil memanggil ibunya beberapa kali. Kami lantas berjalan menuju halaman belakang, Kevin bilang ibunya suka duduk bersantai di sana sambil membaca Alkitab. Dan benar saja, aku melihat seorang wanita paruh baya dengan daster batiknya sedang duduk di kursi kayu beratapkan tanaman rambat yang sangat adem.
"Mami, lihat en Kevin bawa siapa." Ibu Kevin yang sedang fokus membaca Alkitab mengangkat wajahnya dan menatap ke arah kami berdua.
"Siapa le?" Tanya beliau sambil membenarkan letak kacamatanya. Aku dan Kevin mendekat kearah beliau, lalu Kevin mencium tangan ibunya, tak lupa aku juga melakukan hal yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Faith
RomanceApa yang harus diperjuangkan jika mereka tetap kukuh mempertahankan Tuhannya masing-masing? Jika cinta memang harus saling memiliki, lalu siapa yang harus mengalah? Sebuah cerita tentang 2 manusia yang berbeda Tuhan dan keyakinan.