i. you

6.7K 748 57
                                    

Suatu kali aku menelusuri linimasa Twitter. Aku menemukan salah satu twit yang cukup membuatku terdiam lama.

Saat kita mencinta, ekspektasi kita adalah dia mencinta kita juga dengan kadar yang sama.

Realita: dua orang yang mencinta, kadarnya tak persis sama. Salah satunya pasti ada yang lebih mencintai ketimbang yang lainnya. Semakin lebar perbedaan kadarnya, semakin tersakitilah hati itu.

Begitu isi twitnya. Aku bahkan tak perlu waktu lama untuk tersenyum tipis.

Dua orang yang saling mencinta saja bisa tidak sama kadarnya. Lalu bagaimana yang hanya mencinta seorang diri?

Tidak perlu dijabarkan lebih lanjut, karena aku yakin siapa pun di dunia ini pernah merasakan hal yang sama. Jatuh cinta dalam diam, jatuh cinta sendirian, jatuh cinta pada teman.

Terdengar klasik dan pasaran, tapi begitulah adanya. Mataku tak henti-hentinya menatap temanku itu, dia yang berhasil membuatku berpikir banyak hal.

Saat ini kami sedang di perpustakaan dan dia sedang menulis di buku catatannya. Tak lama, ia mengangkat kepala, bertanya, "Lo udah selesai belum?"

Aku mengecek kembali kertasku dan menyadari kalau aku baru menyelesaikan beberapa soal tugas take home dari salah satu dosen. "Baru dua nomor..."

Dia, Kirino Isha Khalil. Aku sudah mengenalnya sejak kami memasuki TK yang sama. Rumahnya persis di sebelah rumahku dan tentu intensitas pertemuan kami cukup sering.

Dia tetanggaku, teman SD, teman SMA, bahkan dia juga teman satu kampusku, meskipun kami berbeda program studi. Barangkali, itulah yang membuatku terbiasa.

Aku terbiasa melihatnya di sisiku dan aku terbiasa melihatnya tersenyum seperti itu.

"Lo cuma mau nemenin gue doang apa gimana, sih?"

"Ye, gue juga mau ngerjain tugas."

"Terus kenapa dari tadi belum selesai?" sahut Ino cepat. "Mikir apa lo?"

Aku tersenyum samar. Harusnya aku bisa dengan cepat menjawab bahwa apa yang kupikirkan ada di depanku. Namun sayangnya bibirku kelu.

"Mikirin beban semester ini berat banget. Gue capek."

Tapi itulah yang kukatakan.

"Makanya dikerjain. Tugas mana selesai kalau lo pikirin doang?"

Aku tertawa, lantas menganggukkan kepala. "Iya, gue percaya aja kalau yang ngomong asdos."

Ino tersenyum bangga jika statusnya sebagai asdos disebut-sebut. Kemudian, "Udah yuk, balik. Lo juga nggak akan ngerjain lagi, kan?" Ino menunjuk kertas dan buku-buku di meja.

Aku menggelengkan kepala. "Tapi makan dulu?"

"Iya, lo mau makan apa?"

"Hmm burjo?"

Ino mengangguk dan segera saja aku merapikan apa yang ada di atas meja.

Barangkali, itulah yang membuatku terbiasa. Aku terbiasa melihatnya di sisiku dan aku terbiasa melihatnya tersenyum seperti itu.

Aku takut jika harus mengakui perasaan ini dan malah menghancurkan pertemanan yang kami bangun selama bertahun-tahun. Dan mungkin, aku takut jika kebiasaan itu tidak lagi bisa kunikmati.

Dia, Kirino Isha Khalil. Dia tetanggaku, teman SD, teman SMA, bahkan dia juga teman satu kampusku, meskipun kami berbeda program studi.

Barangkali, itulah yang membuatku terbiasa.

Aku terbiasa melihatnya di sisiku dan aku terbiasa melihatnya tersenyum seperti itu.

———

Kirino Isha Khalil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kirino Isha Khalil.
Nama karakter dari @sklokal di Twitter.

———

Kenapa diriku punya ide di tengah-tengah kesibukan ini? Padahal yang lain juga belum selesai. Huft.

Ah iya, cerita ini terinspirasi dari lagu 'to him' oleh Jimin Park (dear Jamie my beautiful girl, thank you for this beautiful song!).

To HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang