Aku sadar

30 13 1
                                    

  VELINA membulatkan mata coklatnya itu yang pekat. Mengapa? Mengapa harus ada Rayyan di toko bunga itu? Velina tampak gugup, Rayyan yang saat itu tersenyum, perlahan menghilang karena dia akhirnya menemukan Velina yang tak pernah memberikannya kabar.

"Lo kemana aja?" Tanya Rayyan khawatir.

Wajah Velina berubah menjadi datar dan dingin, sia-sia saja, ia sangat malas berurusan dengan yang bukan urusannya.

"Bukan urusan lo." Velina tampak dingin, tadinya ia akan pergi tetapi Rayyan mencegahnya.

"Apa lagi sih Ray?" Velina sangat geram. Sepertinya ia amat terpukul saat Rayyan mengetahui jika dirinya bolos sekolah hanya untuk bekerja, tetapi mengapa?

"Kenapa lo bolos setiap hari? Lo udah hampir dapet SP tiga. Apa lo gak kasian sama nyokap dan bokap lo yang udah banting tulang nyari duit buat nyekolahin lo?" Ucap Rayyan tegas sambil menatap mata coklat Velina yang sudah berkaca-kaca, entah ia baru sadar atau menyimpan alasan lainnya.

"Gue gak punya bokap, dan gue gak bisa terus-terusan makan uang haram!" Jawab Velina dengan nada lantangnya yang mengisyaratkan bahwa ia sedang menyimpan berbagai kesakitannya yang selalu ia pendam sendirian.

Rayyan terpaku atas apa yang temannya itu ucapkan, dari nada suaranya ia bisa mendengar seperti suara jeritan batin yang mulai membangkang. Lelah, ya pasti akan ada saatnya rasa lelah berteriak kencang dan menyudahi permainan yang selanjutnya menyambut kemenangan yang diakhiri sebuah kebahagiaan.

Velina tak perduli seberapa banyak orang mendengar ucapannya dan seberapa banyak sorot mata atas pernyataannya, ia menangis dalam diam. Rasanya dunia tak memperkenankan secuil kebahagiaan untuk saat ini pada Velina yang malang. Desiran angin pun melupakan dedaunan untuk membawanya terbang, serta debu dan pasir halus yang bertebaran---berterbangan mengganggu sistem pernafasan dan membuat mata memerah, sama seperti Velina, matanya seolah tekena debu dan kotoran yang membuat matanya memerah dan mengeluarkan air matanya.

Pada sore hari tepat pukul 17:00 Charisa, ia sedang mengendarai mobilnya saat akan pulang kerumah, ia terjebak lampu merah dan saat itu Charisa menoleh ke jendela mobilnya yang terdapat sebuah toko bunga di seberangnya, ia tampak melihat pegawai muda yang sedang merapikan bunga-bunga yang di pajang, ia mengamati setiap inci wajahnya. Ia merasa kenal dan akrab pada wanita itu ia teringat akan Velina, ya karena semakin yakin bahwa pegawai itu adalah anaknya, Charisa melajukan mobilnya saat lampu merah berganti dengan lampu hijau. Ia memarkirkan mobilnya di sebuah tempat dan menyebrangi jalan menghampiri toko bunga tersebut, Charisa tampak kaget dengan apa yang sudah ia lihat ternyata itu benar Velina--anak kandungnya.

"What are you doing, Velina?" Saa itu Charisa tampak marah pada anaknya, wajahnya memerah dan ada rasa kecewa dari wajahnya.

"Mama?" Velina membuka mulutnya tak menyangka.

Sudah, habislah riwayat Velina saat ini ia tampak menunduk karena takut pada mamanya yang pasti akan memarahinya.

"Velin, ayo ikut mama, pulang sekarang!"

Perlakuan Charisa membuat Velina harus menuruti semua perintahnya, ia ikut pulang bersama Charisa, tampak Charisa sangat marah dari raut wajahnya dan tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, kini ia sangat dingin.

Velina hanya mengeluarkan bulir hangat dari matanya, entah ia harus melakukan apa dan memberi alasan apa pada mamanya. Sungguh ini kesialan bagi dirinya.

Bukan kunang-kunangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang