01 : Rindu

3K 241 7
                                    

-Awali dengam Bismillah, akhiri dengan Alhamdulillah-

☁☁

"Sebaik-baik meminta, yaitu berdo'a."
© Indahnursf

💓💓

"Ummi, jangan tinggalin Qanita, Mi."

Dua bocah kecil tengah menangis sambil memegangi tubuh wanita berusia 30 tahun yang kini terbujur kaku di atas bangsal rumah sakit.

"Imam, Ummi titipkan Qanita padamu. Jagalah dia, Qanita adalah permata hati Ummi, Nak. Jaga adikmu, Imam."

"Ummi, Imam sayang Ummi, Imam akan patuhi permintaan Ummi."

Bocah lelaki berusia 13 tahun memeluk tubuh bocah berusia 8 tahun. Imam Naufal Fathahila, lelaki yang sangat di sayangi oleh Qanita.

"Abang, Papa kenapa belum pulang?" Qanita berkata polos, dia benar-benar merindukan sosok lelaki yang selama ini selalu menyayanginya.

Imam hanya mampu untuk bungkam, ia yang sudah mengerti tidak ingin mengatakan yang sejujurnya tentang masalah yang di hadapi oleh kedua orangtuanya.

❤❤

Buarrrrrr..

Qanita menarik selimut tebalnya dan menutupi semua badannya, dia menginginkan ketenangan. Mendengar hal seperti itu membuat rasa sakitnya semakin jadi.

"Mas, kamu itu selalu egois. Kamu tidak pernah memikirkan perasaanku, Mas. Aku ini istrimu, bukan pengasuh kedua anakmu."

Degg,

Qanita mendengar ucapan pedas untuk yang kesekian kalinya. Namun, ia hanya mampu untuk diam dan bersembunyi di balik selimut tebal.

Perlahan tapi pasti, air mata keluar dari pelupuk matanya. Qanita memegangi dadanya yang terasa sesak. Perlahan Qanita berjalan meraih benda kecil di dalam laci.

Setelah beberapa detik, akhirnya Qanita mampu untuk bernapas lega. Setiap bait-bait kenangan masa lalu seolah menyapa Qanita dengan ramah. Andaikan Qanita mampu menahan waktu, maka dia tidak akan membiarkan waktu berganti barang sedetikpun.

Qanit benar-benar merindukan hangatnya pelukan dari kedua orangtuanya. Rindu canda dan tawa dari ayah kandungnya. Rindu keceriaan yang ia ciptakan bersama sosok lelaki yang menjaganya hingga saat ini.

Ponsel yang semula di letakkan Qanita di atas nakas, kini berbunyi menandakan ada panggilan masuk.

Perlahan Qanita membuka benda yang hampir seharian ini tidak ia sentuh. Tidak ada yang menarik lagi bagi Qanita di dalam benda itu. Orang yang selalu menyemangatinya kini telah berpaling ke hati yang lain. Semua seakan kembali semu.

Namun rasa sakit Qanita hilang seketika saat mendengar suara sapaan dari seberang sana.

"Assalaamu'alaaykum. Zaura, sudah makan? Mau Abang bawain apa?"

Qanita menyunggingkan senyum manisnya. Siapa lagi yang mampu setiap saat membuat Qanita kuat kalau bukan sosok Imam, kakak kandungnya yang 5 tahun lebih tua dari Qanita.

"Bawain martabak keju, sama roti abon." ucap Qanita to the point.

"Eh, Wa'alaaykumussalaam, Abang yang ganteng." Qanita tertawa sendiri. Dia lupa untuk menjawab salam dari sang kakak, jika saja ia kalah cepat, maka dia akan siap kena ocehan lagi saat sosok Imam sudah ada di hadapannya.

"Menjawab salam itu wajib, Zaura. Sudah berapa kali Abangmu ini memberitahumu?" sura Imam nampak serius, Qanita hanya tersenyum tanpa dosa.

"Iya Abangnya Zaura yang manis seperti gula tebu. Tapi masih kalah manisnya sama adiknya ini. Yaudah, jangan lama ya, Bang. Ra sudah rindu."

QanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang