03 : Maju Atau Mundur

2.2K 208 8
                                    

-Awali dengan Bismillah, dan akhiri dengan Alhamdulillah-

**

"Ketika hatimu berkata maju dan lanjutkan langkahmu untuk menjemput hidayah, di saat itu juga Allah menguji keimananmu. Apakah kamu akan tetap melanjutkan hijrahmu, atau berhenti dengan sia-sia."
©Indahnursf

💗💗

Sudah sejak dua jam yang lalu Qanita berada di sebuah mal, dia memesan dua cangkir coffee latte untuk dirinya sendiri. Entah hari ini dia benar-benar tidak tahu arah. Mengikuti kata hatinya saja.

Hari ini adalah jadwal kuliahnya, namun Qanita tidak ingin masuk kuliah. Dia tidak mau melihat wajah bajingan mantannya yang tanpa perasaan memutuskan hubungan mereka.

Qanita dan Raditya satu kampus dan lebih tepatnya lagi satu fakultas. Itulah yang membuat Qanita memilih tidak masuk ke kampus hari ini, padahal, jadwal kuliahnya hari ini adalah kuis perbaikan nilai.

Sudah dua tahun Qanita mengemban pendidikan sebagai mahasiswi. Namun, hingga detik ini Qanita masih bingung untuk menentukan cita-citanya.

Kuliah dengan jurusan Perbankan bukanlah keinginan Qanita, bahkan perempuan berusia 20 tahun itu tidak ingin kuliah. Andai saja Imam tidak menyuruhnya kuliah, dapat di pastikan gadis itu tidak akan menginjakkan kakinya sebagai mahasiswi.

Jika ditanya apa cita-cita Qanita? Maka jawabannya selalu sama. "Apapun nasib saya, itulah cita-cita saya." Jawaban yang konyol, bukan? Tapi tidak bagi Qanita.

Dia tidak terlalu memprioritaskan dirinya harus menjadi apa. Tapi, dia selalu yakin asal dia sudah berusaha takdir Allah yang akan menjadikan sesuatu sebagai cita-citanya.

Manusia memiliki pola pikir yang berbeda-beda, mungkin bagi orang lain itu adalah hal bodoh dan seperti orang yang pasrah dengan keadaan. Namun, bagi Qanita tidak. Yang terpenting dia sudah berusaha, apapun yang terjadi nanti, dia akan bekerja sebagai pengacara, alias: Pengangguran Banyak Acara.

Dua hari lalu Imam sudah kembali ke Bandung, dia harus melanjutkan pendidikan S-2nya. Semenjak Imam mendapatkan beasiswa kuliah di Bandung, saat itu juga Qanita semakin terhanyut sendiri. Imam akan pulang sebulan empat hingga tujuh hari. Itu pun sangat sulit untuk Imam membagi waktu.

Awalnya Qanita menolak jika Imam harus merantau ke Bandung. Qanita tidak mau hidup terpisah dengan Imam, hanya Imam orang yang mampu memahaminya. Mengerti hidupnya, dan yang selalu menyemangatinya.

Imam pun tidak memaksakan kehendaknya untuk ke Bandung. Walau itu adalah keinginannya sejak dulu, kuliah di Bandung, sekaligus belajar untuk hidup mandiri. Namun, alasan terbesarnya yaitu, Qanita.

Saat Imam sedang berdo'a, Qanita mendengar semua do'a-do'a Imam. Lelaki yang sangat Qanita sayangi dalam hidupnya itu tidak berdo'a untuk dirinya, melainkan medo'akan Qanita, dari itu Qanita sadar dia tidak boleh egois. Dia tidak boleh hanya mementingkan dirinya sendiri, Imam juga punya masa depan. Qanita tidak mau alasan masa depan Imam gagal karena dirinya.

Maka dari itu, Qanita mengizinkan Imam untuk mengambil beasiswa kuliahnya di Bandung. Dengan satu syarat, Imam harus terus menghubunginya, minimal satu kali sehari. Karena, Qanita tidak bisa jauh dari Imam. Sosok kakak sekaligus ayah baginya.

Hingga Imam mampu menjadi mahasiswa yang mendapatkan IPK tertinggi di fakultasnya. Karena itulah Imam mendapatkan beasiswanya hingga S-2. Dan itu adalah hadiah yang berharga bagi Qanita. Karena, usaha kakaknya tidak berakhir dengan sia-sia.

Selain kuliah, Imam juga membuka usaha kecil-kecilan dari hasil jerih payah dia sendiri. Perusahaan milik ayahnya menjulang tinggi di kota kelahirannya, namun, tidak membuat Imam mengurungkan niatnya untuk menjadi anak yang mandiri.

QanitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang