Mendekati jam makan siang, orang-orang sudah mulai memperlambat ritme tarian jari mereka pada keyboard komputer. Beberapa dari mereka bahkan sudah curi start dengan memesan makanan melalui layanan ojek online.
Sementara Luna, gadis itu berulang kali melirik jam digital di pojok bawah layar komputernya sambil mengetuk-ngetuk meja, menunggu e-mail balasan dari client.
“Luna,” panggil Gina sambil menggeser kursinya ke kubikel Luna. “Udah baca chat di grup WhatsApp? Mbak Friska sama Mbak Dela ngajakin lunch di cafe gedung sebelah yang baru buka kemarinan itu lho. Join nggak nih?”
Luna melirik kubikel seberang. Jadi dua seniornya itu sudah kabur duluan?
“Boro-boro baca chat grup, Gin. Chat Daniel aja masih gue anggurin. Ini gue masih nunggu e-mail dari client. Gimana dong, tinggal aja?” Luna melirik jam lagi. Pukul 12.00 siang, waktunya lunch break.
“Tinggalin aja nggak papa. Tuh orang kalau sampai ngomel tinggal lo omelin balik. Salah siapa nggak kirim cepat.” Gina bangkit dari kursinya. “Gue sih nggak mau kerja keras bagai robot, Lun,” kata Gina lagi sambil terkekeh.
“Gue juga nggak mau, Gin. Ya udahlah, biarin aja paling ujungnya gue kena semprot Vano.” Luna bangkit dari kursinya sambil membawa dompet dan ponsel.
“Lo sih masih bisa minta doi semprot balik Bos kalau sampai keterlaluan. Lah gue?” Gina menggembungkan pipi kesal.
Mengingat data laporan omset bulanan yang dibuatnya pernah dibuang begitu saja ke tempat sampah setelah bos membacanya di lembar pertama. Alasannya karena banyak typo bertebaran dan mata Bos sakit bila diteruskan membacanya.
Hah, saat itu ingin rasanya Gina berkata kasar pada seorang Evano Narendra, bosnya yang menyebalkan namun ganteng itu. Sial, semua itu hanya sampai pada angan. Punya andil apa sampai Gina membalas Vano? Bagi Vano, Gina hanyalah sepotong rengginang di toples Khonguan milik tetangganya saat lebaran. Tahu kan apa artinya? Iya, tidak begitu penting untuk Vano pedulikan.***
“Kirain Luna skip terus jadinya makan sama pacar. Tadi nggak balas chat grup kan?” tegur Mbak Friska -senior kedua setelah Mbak Dela di kantor- begitu Luna mendaratkan pantat di kursi sebelah Mbak Dela.
“Eh, iya, Mbak. Maaf tadi nggak sempat buka grup gara-gara nunggu e-mail client. Ini aja gue tinggal kabur,” kata Luna sambil mendesah pasrah. “Udah pada pesan Mbak?”
“Udah. Kalian pesan dulu gih?” jawab Mbak Dela sambil memainkan ponselnya.
Luna lantas memanggil waitress, memesan Aglio Olio dan Orange Juice padanya. Sementara Gina memesan Pasta Carbonara dan Lemon Tea. Sekitar lima belas menit kemudian pesanan mereka diantarkan. Saat itu Mbak Dela dan Mbak Friska sudah duluan menyantap pesanan mereka.
“Hai, gue gabung ya.” Seseorang langsung duduk di sebelah Mbak Friska. Dia Keanu. Laki-laki dengan potongan rambut rapi belah samping, fashion ala eksekutif, tapi hobi stalking akun gosip artis di Instagram dan suka membaginya lagi pada audience dengan cara bicaranya yang luwes.
Tanda diam dari Mbak Friska dan yang lainnya diartikan Keanu sebagai persetujuan. Yah, Keanu memang sudah biasa bergabung makan siang dengan mereka, jadi tidak ada yang merasa keberatan dengan kehadiran Keanu di meja mereka.
“Eh, udah pada tahu nggak? Masa itu si penyanyi ular nyari sensasi lagi. Foto bugil sampai masuk akun gosip. Gilaaa!”
Luna dan Gina tanpa sengaja saling bertatapan begitu Keanu membagikan gosip artis terbaru yang pasti ia dapat dari akun gosip di Instagram pada semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words (Collab Story)
Romance#Collaboration1# Ini bukan hanya tentang Cinta. Ini tentang betapa pentingnya kepercayaan, Tentang istimewanya kesetiaan, Dan tentang esensialnya sebuah keterikatan. Bila semua itu kurang, Maka jalinan asmara dipertaruhkan di ujung keretakan. Ung...