Chapter 6 - Terusik
Jari-jari lentik itu semula bergerak cepat di atas keyboard, menuntaskan beberapa rangkaian kata pada blank document. Sampai pada si pemilik jari tertarik pada benda pipih di dekat jangkaunya.
Luna mengambil ponselnya dengan wajah cemas. Diusapnya layar hingga terang, berharap menemukan pesan Daniel di sana.
Nihil. Daniel belum juga menghubunginya. Apa Daniel masih marah?
Gemas bila harus menebak sendiri, Luna memutuskan mengirim pesan pada Daniel.
Luna: Sayang, kamu marah?
Luna: Kamu marah, ya?
Luna: Bener, kan?😯
Setelah mengirim pesan itu, Luna kembali menatap pekerjaannya sekalipun hatinya terpaut pada ponselnya.
Bukan kebiasaan Daniel membalas pesan Luna dengan sangat lama. Satu jam.
Daniel: Nggak, Sayang
Hanya itu? Rasanya Luna ingin menangis saat membaca pesan dari Daniel itu.
Luna: Terus kenapa nggak ngabarin aku?
Daniel: Baru selesai meeting DOB. Baru sempat pegang HP
Daniel: Nanti aku jemput
Luna: Nggak usah. Aku pulang sendiri
Daniel: Sayang ... Nanti aku ke kantor kamu
Daniel: Jemput
Daniel: Oke?
Sepertinya Daniel memang sibuk dengan pekerjaannya. Yah, Luna bisa mengerti. Daniel sedang mengurus project baru yang lumayan besar.
Tapi kenapa Daniel tidak menjemputnya ke apartemen tadi pagi? Ingin sekali Luna menanyakannya. Tapi Luna takut memancing masalah lain.
Luna: Terserah kamu
Daniel: Kabar Mama gimana?
Luna: Mama udah mulai membaik. Masih harus dirawat sih
Daniel: Syukurlah
Luna: Papa bilang kita nggak usah ke Bandung
Daniel: Kenapa?
Luna: Nanti kebanyakan orang. Tanteku dari Medan pulang. A Rendra juga datang sama istri dan anaknya
Daniel: Oh... tapi kamu yakin nggak pulang?
Luna: Pengin pulang😢 tapi Papa udah bilang gitu ya udah aku nurut.
Daniel: Anak baik😂
Luna: Ih, sebel😠
Daniel: Udah ah jangan ngambek. Jelek
Luna: Jahad!😭
Daniel: See you, love😘
Luna: Uh, kabur😡
Bibir Luna tertarik kecil, melengkung membentuk senyum tipis. Lega rasanya bisa menghubungi Daniel. Apalagi Daniel benar-benar tidak marah padanya.
Mungkin, semalam Daniel hanya sedang lelah. Luna saja yang membicarakan masalah pernikahannya di waktu yang kurang tepat.
"Ehem." Mbak Frisa berdeham keras. "Main HP terus. Kerjaan udah beres belum?"
Luna menoleh, mendapati tatapan nyalang Mbak Friska tertuju padanya. Pun ucapannya di alamatkan padanya.
"Sans, Mbak. Udah gue kerjain sampai buat besok malah!"
Mbak Friska tak gentar, tatapannya semakin tajam. "Jangan kebanyakan main HP deh, mentang-mentang lo pacar Daniel bukan berarti lo boleh leha-leha seenaknya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words (Collab Story)
Romansa#Collaboration1# Ini bukan hanya tentang Cinta. Ini tentang betapa pentingnya kepercayaan, Tentang istimewanya kesetiaan, Dan tentang esensialnya sebuah keterikatan. Bila semua itu kurang, Maka jalinan asmara dipertaruhkan di ujung keretakan. Ung...