Chapter 9 - Time Together
Kelopak mata Luna mengerjap, merasakan kantuk menyerangnya begitu kuat. Namun, dirasakannya juga tenggorokannya begitu kering.
Dengan berat hati, Luna memaksakan matanya untuk terbuka. Lalu berjalan keluar kamar, mengambil air putih di dapur.Saat kembali, dilihatnya Daniel yang tengah tertidur pulas di sofa panjang di depan TV. Lagi-lagi Daniel menginap di apartemen. Laki-laki itu selalu saja malas pulang ke rumah orangtuanya.
Benar, Daniel belum memiliki rumah sendiri. Ia hanya memiliki satu flat apartemen yang kini ditempati oleh Luna.
Luna berjalan pelan ke arah sofa. Ditariknya selimut yang sudah berkumpul di bawah kaki Daniel, dan menariknya sampai batas dada. Sedikit berlutut, Luna menatap wajah tenang Daniel dalam tidurnya. Ada yang menyayat perih hati Luna, mendapati Daniel harus tertidur di sofa ini hampir setiap malam.
"Kenapa kamu suka sekali tidur di sini?" gumam Luna, menyentuh rambut Daniel.
"Apa rasanya nyaman?" Luna tersenyum kecut. Percuma melarang Daniel untuk tidak menginap. Pun memaksa Daniel untuk menikahinya secepatnya.
Daniel sudah mengatakannya, mereka akan menunda rencana pernikahan, yang entah sampai kapan.Setelah mengecup kening Daniel pelan, Luna berniat kembali ke kamar saat dirasakannya sebuah tangan menangkap lengannya. Luna berbalik.
"Maaf, aku bangunin kamu, ya?" tanya Luna, merasa bersalah.
"Nggak papa kok. Kenapa kamu bangun?"
"Aku haus. Jadi bangun deh buat ambil minum."
"Ooh," Daniel mengambil posisi duduk, lalu menarik Luna duduk di sampingnya.
"Kenapa bangun?" Luna menoleh sedikit.
"Pengin peluk kamu," jawabnya seraya melingkarkan tangan di perut Luna dan memeluknya erat.
"Tidur gih, kamu pasti capek." Ditepuknya pipi Daniel lembut.
Daniel menenggelamkan wajahnya di leher Luna, lalu berkata, "I'm sorry, for everything that happened to us."Bibir Luna bergetar. Merasakan kegetiran menggerayangi hatinya. Sesaat Luna memejamkan mata, mencoba membiarkan semua ini berlalu bersama malam.
"It's okay. Aku ngerti. Ini bukan keinginan kamu. Tapi, keadaan yang memaksa kita berada di situasi ini."
"Harusnya aku ngomong sama kamu dari awal, ya?"
"Ya. Harusnya kamu ceritain semuanya sama aku. Dan bukannya menyimpannya sendiri kayak gini."
"Aku nggak mau kamu khawatir."
"Tapi pada akhirnya aku khawatir, Niel. Dan aku kecewa." Luna tak sanggup lagi membendung kemelut di hatinya. Rasa sesak ini menjalar kuat di setiap peredaran darahnya dan menekan pompa jantungnya kuat.
"Luna...."
"Aku ingin menjadi tempat kamu berbagi, tempat kamu bersandar, tempat kamu pulang. Apa kamu belum bisa percaya aku?"
Daniel menggeleng keras. "I really trust you. That's why I choose you. Please, don't feel very deep pain. I am really, really sorry. This is all my fault."
"Kamu nggak perlu meminta maaf berulang kali, Niel. Aku udah maafin kamu kok. Dan bakal lupain semua kejadian pahit ini seiring waktu berlalu."
"I love you, Luna," bisik Daniel, mengeratkan pelukannya seolah tak ada lagi hari esok.
***
Tirai kelabu yang membentang di sepanjang jendela panjang dibuka oleh Daniel. Sorot mentari bagai pedang Kesatria Cahaya menusuk beton dan kaca, memberi penerangan pada jengkal ruang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Little Words (Collab Story)
Roman d'amour#Collaboration1# Ini bukan hanya tentang Cinta. Ini tentang betapa pentingnya kepercayaan, Tentang istimewanya kesetiaan, Dan tentang esensialnya sebuah keterikatan. Bila semua itu kurang, Maka jalinan asmara dipertaruhkan di ujung keretakan. Ung...