Mungkin
Kedua remaja itu saling berjalan beriringan, dengan Nino yang berjalan jengkel lalu mendahului keduanya dengan rasa kesal.
"Nino!" seru Razen, tetapi Nino tidak menoleh sama sekali.
Dasar Nino, Nino kacang, seperti anak perempuan saja. batin Razen heran melihat tingkah aneh sahabatnya.
"Apa kau punya waktu? Bagaimana kalau aku main ke rumahmu?" tanya Niza, membuat Razen terkejut dan seketika tersenyum kaku.
"Aku ada kegiatan lain, bagaimana kalau lain kali saja?" jawab Razen terkesan menghindar.
Cowok itu tidak mungkin bisa membawa seorang gadis ke rumahnya, apalagi kini keberadaan Diava semakin membuatnya sulit membawa teman ke rumah. Hantu itu pasti akan berpikir yang tidak-tidak, dan akan mengintimidasinya.
"Begitu, ya?" sahut Niza, sedikit kecewa, meski begitu—dia tetap menampilkan senyumnya.
"Kalau begitu aku duluan, ya. Sampai jumpa," pamit Razen agar tidak banyak berhadapan dengan Niza. Bagaimanapun dia hendak menjauh dari gadis itu, pembuktiannya sudah selesai pada Nino.
Setelah sampai parkiran, Razen langsung mengendarai motornya dengan cepat, karena sudah gerimis dan dia lupa tidak membawa mantel.
"Naik motor pelan saja."
"Kau mengejutkanku saja, tiba-tiba sudah membonceng," ucap Razen saat Diava ternyata sudah memboncengnya, dan entah kapan datangnya gadis itu.
"Pulang sana, kita bertemu di rumah. Gerimis semakin deras!" titah Razen sedikit berteriak karena hujan mulai tidak bersahabat.
"Tidak mau! Aku tidak masalah terkena hujan, kau yang akan kena masalah!" seru Diava, malah menikmati perjalananya.
"Dasar hantu! Kalau begitu pegangan, aku mau ngebut!" ujar Razen mengingatkan.
Seketika Diava langsung melingkarkan tangannya di perut Razen. Sedikit terkejut—pemuda itu melirik tangan Diava yang melingkar di perutnya. Namun, tidak protes, merasa Diava harus aman. Bukankah Diava hantu? Tapi, Razen tidak menganggap gadis itu hantu, Diava seperti manusia baginua.
Razen kembali fokus ke jalan, berbeda dengan Diava yang otaknya sedang berjalan entah kemana. Gadia hantu itu kink baru sadar kalau tangannya melingkar di perut Razen, dan kenapa cowok bak model ini tidak protes? Merasa memiliki kesempatan, Diava mengeratkan pelukanya.
Ia tersenyum, merasa senang bisa sedekat ini dengan Razen. Seperti sedang berpacaran, berada di bawah hujan yang mengguyur bersamanya. Namun, Diava tidak merasa kedinginan.
"Turun! Sudah sampai," titah Razen setelah mematikan mesin motornya.
Diava langsung tersadar, turun dari motor dengan kecewa. Dia pikir masih bisa lama, ternyata waktu bersama Razen terasa begitu singkat.
"Masuk sana, nanti kau sakit," ujar Razen mengingatkan seorang hantu, tanpa menyadari jika orang mati tidak mungkin bisa sakit.
"Kau yang bisa sakit, jerapah," sahut Diava menepuk jidatnya. Namun, dari pada berdebat, gadis itu memilih masuk ke dalam lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Dia
RomanceDia hantu ! Dia manusia ! Apa mungkin cinta hantu dan manusia bisa menyatu? Jika bisa, gimana mereka nikah nanti? kalo enggak, resiko patah tulang eh patah hati maksudnya. Hati remuk dong, hancur lebur. DILARANG KERAS MENJIPLAK ATAU MENGUTIP SEBAGIA...