13

131 25 4
                                    

Tanpa menunggu jawaban dari anita, yasmin langsung memberikan ponselnya kepada nadya.

Melihat yasmin memberikan ponsel itu kepadanya, nadya menolaknya. Pasalnya ia tak berani berbohong kepada uminya.

Seumur hidup nya ia tak pernah berbohong kepada anita. Hanya dulu, itupun pertama dan terakhir kalinya ia berbohong kepada uminya.

Nadya mematikan ponsel iu tanpa aba aba.

"Hei nad? Umi khawatir saat ini, dan mengapa malah dimatiin?"

"Maaf aku gabisa berbohong, rasanya menyakitkan jika aku harus berbohong. Hiks hiks". Air mata itu kembali keluar dan meluncur bebas.

Melihat kondisi nadya sekarang, dokter mengusulkan untuk menyuruh nadya istirahat. Sementara itu yasmin pergi dari ruangan nadya.

***

Kini nadya hanya sendiri didalam ruangan yang di dominasi warna putih dan hijau itu. Ia terus menatap lekat ke arah jendela. Ia menatap dengan pandangan kosong.

Apa yang harus aku perbuat saat ini? Berbohong. Tidak, aku tak sanggup.

Air mata itu siap meluncur di kedua pipi nadya. Namun ia berusaha untuk tidak mengeluarkan butiran kristal bening itu.

Rasanya Benteng kokoh yang nadya bangun dimatanya telah roboh. Air mata itu kini berlomba lomba berjatuhan.

Hiks, hiks

Nadya kini terisak. Ia tak kuasa menahan beban yang ia bawa saat ini. Ia tak mampu berbohong, apalagi kepada umi nya.

***

Sementara dengan anita, ia saat ini tengah menghubungi ponsel milik yasmin. Namun tak ada respon. Ia terus berusaha. Menelponnya, kesabarannya hampir habis saat ini.

Nadya yang tengah mengeluarkan bebannya dimatanya itu tak sadar bahwa sejak tadi ponsel yasmin bergetar. Padahal sejak tadi ponsel itu ia genggam. Sebegitu takutkah dirimu nadya? Sampai sampai ponsel yang bergetar ditanganmu tak kau rasakan?. Ini sungguh kedua kalinya ia harus berbohong.

Dan mungkin tiga, empat, atau lima? Ntah berapa kali ia akan berbohong setelah ini.

Nadya menundukkan dirinya, sangat menunduk. Hingga dagu itu menyentuh lehernya.

Nadya baru sadar bahwa kini anita memanggil ponsel yasmin. Hatinya tak menentu. Angkat ?tidak! Hatinya saat ini dilema.

Nadya berusaha menghentikan tangisnya. Ia mengusap seluruh air mata yang meluncur di pipinya. Nadya menormalkan napasnya. Menarik napasnya dalam dalam lalu ia keluarkan secara perlahan. Ia rasa sudah cukup membaik untuk mengangkat telpon itu.

Halo nak yasmin? Umi khawatir ada apa sebenarnya dengan nadya hum?

Tes

Air mata itu keluar lagi, terdengar suara isakan.

Nadya kamu kenapa nak? Umi sangat khawatir. Bicaralah

Tidak apa apa umi, nadya baik baik saja.

Tidak nadya, suaramu berbeda. Nadya menangis?

Tidak umi, nadya baik baik saja.

Tuut tutt

Telepon itu terputus. Nadya tak bisa meneruskannya. Ia tak bisa berbohong lagi. Ya Allah cobaan apa lagi ini?

Nadya membenarkan posisi duduknya. Ia bersandar di ujung ranjang. Kakinya yang terlipat ia peluk dengan kedua tangannya. Dengan posisi kepala yang ia tumbukkan diatas lututnya.

Hanya Untukmu Sahabat [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang