Lose

9 5 3
                                    

Matahari semakin tinggi di ufuk timur. Namun seorang gadis tetap bergeming di kasur. Matanya sudah terbuka tetapi dirinya tak berniat sedikitpun untuk bangkit dari kasur. Matanya menatap nanar pada langit-langit kamar.

Sementara itu, seorang wanita paruh baya sedang asyik menyiapkan sarapan untuk ketiga anaknya. Dia menghembuskan nafas berat. Matanya sembab. Karena semalaman sibuk menangis. Setelah apa yang ia siapkan ia langsung masuk ke kamar dan mengunci diri.

Deara pov

Telingaku tidak tuli. Begitu juga mataku, tidak buta. Aku masih dengan jelas mendengar apa yang ibu ucapkan semalam. Sebelum kami tidur. Apa maksudnya?. Minta maaf?. Tapi, untuk apa?. Aku merasa ada firasat aneh yang masuk ke dalam hatiku. Benar-benar firasat tidak enak. Entah mengapa. Dan pagi ini, aku begitu malas untuk bangun. Dan tidak seperti biasanya, ibu akan membangunkanku. Tapi hari ini tidak. Aku tidak tahu kenapa?. Yang jelas aku yakin, hal buruk sedang mengikutiku.

Yerin pov

Aku benar-benar tak tega meninggalkan mereka. Tapi aku harus bagaimana. Aku tahu mereka masih membutuhkanku. Tapi, aku sudah tak bisa sekuat dulu. Menanggung segalanya seorang diri. Alasan aku bertahan telah hilang. Jangan tanya apa yang ada dipikiranku?. Aku sendiri juga tak tahu. Aku bodoh. Memang kuakui itu. Ibu mana yang meninggalkan anak-anaknya. Pasti ibu gila. Dan aku tahu itu. Aku yakin mereka baik-baik saja tanpaku.

Aku menyiapkan sarapan untuk mereka. Dan aku pun masuk ke dalam kamar. Mengambil tas yang sudah kusiapkan sejak semalam. Aku mengambilnya dan berjalan keluar kamar. Aku mengambil secarik kertas yang sudah kusiapkan lalu meletakkannya di meja makan. Dan keluar rumah. Aku menoleh sebentar ke belakang. Dan menghembuskan napas berat. 'Maafkan ibumu,nak',lirihku pelan.
Dan aku pun mulai melangkahkan kaki keluar dari halaman lalu pergi. Ke tenpat seharusnya aku berada.

Suho pov

Aku terbangun karena suara perutku yang kelaparan. Aku lupa bahwa semalam aku belum makan jadi pagi ini aku begitu lapar. Aku segera bergegas bangun. Dan keluar kamar. Kulihat kamar ibu tertutup. Dan kamar kakak, juga sama. Aku merasa aneh. Apa aku bangun kepagian?. Kulirik jam ini sudah pagi. Bahkan hampir siang. Lalu kenapa mereka belum bangung. Tumben. Aku berjalan ke meja makan dan...

Makanan.

Ibu sudah memasak. Tapi kemana ibu. Kakak juga, apa tidur lagi? Tapi itu bukan gaya kakak. Aku pun mengangkat bahu cuek. Dan langsung duduk untuk makan. Beberapa menit kemudian, kamarku terbuka dan munculah kakakku, Kris. Dia menguap dan berjalan menuju kulkas lalu minum. Dan duduk di depanku.

"Ibu mana?" Tanyanya.

"Entah, aku juga tidak melihat. Aku baru bangun dan ada makanan ya, sudah kumakan" ucapku girang. Dia mengangkat bahu cuek, lalu bergabung makan.

Tiba-tiba....

'Plaaak'

Aku tersedak. Dan terbatuk-batuk karena kaget. Aku menoleh ke belakang dan melihat kakak pertamaku sedang berdiri sambil berkacak pinggang. Wajahnya begitu datar. Aku mengelus dada. Karena dia mengagetkanku dengan menepuk pundakku keras. Untung aku tidak punya riwayat jantung. Untung kakakku. Dia tersenyum miring lalu duduk dan makan. Jadi, pagi ini kami hanya makan bertiga.

"Mana ibu?" Tanya Kak Deara padaku.

"Tak tahu, aku tadi bangun sudah begini, lalu disusul Kak Kris" jawabku sambil meneruskan makan. Dia hanya manggut-manggut sambil makan. Lalu melirik ke kamar ibu. Dan makan lagi. Tak menimpali. Dasar!.

"Selesai" teriakku kencang, yang langsung mendapat pelototan dari Kak Kris. Juga mendapat cubitan dari Kak Dea. Pagi yang indah. Semuanya komplit.

Aku berjalan gontai ke kamar mandi berniat mandi. Namun kuurungkan saat melihat sebuah kertas kecil berwarna oranye dengan bentuk hati. Terselip di mangkuk sup. Aneh. Orang mana yang menaruh surat di mangkuk sup. Aku pun memberi kode kepada Kak Deara.

'Ssst...ssst...' bisikku mengode kakak. Tapi malah Kak Deara hanya menoleh. Aku berjalan lagi ke meja makan.

"Mau bantu beres-beres?" Timpalnya sambil asyik menumpuk piring. Aku menggeleng sebagai jawaban.

"Lah tadi..ngapain?" Tanyanya heran.

"Bantuin aja lah. Kau kan jarang bersih-bersih" timpal kak Kris. Dan menatapku seolah-olah berkata 'Edan'.

Aku pun mengedikkan bahu dan mengambil kertas itu. "Apa kalian tidak lihat ada kertas ini hah?" Tanyaku.

"Tidak" sahut mereka bersamaan. Aku baru saja akan membuka, tapi ditarik langsung oleh Kris. Aku berdecak kesal. Dasar Es.

Dia membaca dalam diam. Tapi raut wajahnya berubah. Lalu matanya berkaca-kaca. Ada apa ini?.

Suho pov end

Kris pov

Jadi apa yang aku dengar semalam bukan sekedar salah dengar?

Jadi firasat tidak enak itu memang benar?

Jadi ini hadiah kami pagi ini?

Oh, godness

Bagaimana ibu bisa berpikir begitu. Bagaimana ia bisa melakukan ini. Meninggalkan kami dan berharap kami baik-baik saja tanpanya. Anak mana yang akan baik baik saja saat kedua orang tuanya tiada disisinya. Meski mereka mandiri dan kuat, mereka memiliki alasan untuk itu semua. Bagaimana jika alasan sang anak untuk kuat tak ada lagi?. Haruskah ia menjadi lemah. Atau lebih kuat lagi.

Aku menyodorkan surat itu kepada Deara. Dia membaca dengan terisak. Tentu saja. Surat itu 50% nya ditujukan untuknya sebagai anak tertua. Wajahnya menjadi pucat. Matanya berair. Aku hanya bisa diam mematung. Otakku benar-benar kosong. Bagaimana bisa dia melakukan semua ini. Kami butuh dia. Kami butuh penjelasan. Apa ini kejutan kedua?. Kalau begitu, kurasa akan ada kejutan ketiga dan seterusnya. Dan aku yakin, permainan ini belum berakhir hingga kami kalah dan mati.

Life is game, isn't right?

Aku yakin kedepannya segalanya akan berubah. Dan aku yakin permainan sebenarnya baru akan dimulai. Dan aku yakin siapapun yang terlibat pasti akan pergi. Dan aku harap...ini segera berakhir tapi nyatanya ini baru dimulai.

"Apa selanjutnya?" Tanyaku. Aku menatap matanya yang berair dan sembab.

" Entah" jawabnya dan mengacak rambut nya hingga acak-acakan. Aku juga ikut frustasi. Hidup hanya omong kosong.

"You lead us..whatever you do. We'll do that" ucapku lalu pergi ke kamar disusul Suho.

Kris pov end

Deara pov

Apa yang harus kulakukan?

Ibu pergi? Begitu saja.

Meninggalkan kami dengan beribu luka.

Kenapa ia tega membiarkan anak-anaknya kehilangan untuk kedua kalinya?

Kami butuh sosok ibu. Setidaknya untuk saat ini. Kami membutuhkannya. Kenapa ia meninggalkan kami.

Ya, tuhan.

Lalu, aku harus apa.

Menunggu ajal di rumah ini bersama adik-adikku atau bagaimana?.

Akan lebih baik jika ada malaikat maut datang dan menjemput kami.

Setidaknya kami tidak sendirian di dunia ini.

Untuk sekali lagi, aku membenci harapan dan kehilangan.

Bye world...

Deara pov end

.........

Sorry for typo gais...😘😘
Makasih buat yang baca







MY DIFFERENT CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang