Orphan

12 5 0
                                    

Gadis itu menggigit bibir bawahnya. Menahan air mata yang menumpuk di pelupuk  mata. Hatinya panas. Tangannya terasa lemas. Kakinya mendadak terasa lumpuh. Tubuhnya lemah. Kepalanya pening. Pandangannya mengabur saat setetes air mata lolos dari matanya. Dia berpegangan pada pagar pembatas balkon kamarnya. Tatapannya menerawang lurus ke depan. Tak meyadari kehadiran sak adik disampingnya.

"Kau tahu apa yang paling kubenci di dunia ini?" Tanya sang adik

"......"

"Harapan" sahutnya seorang.

"Dia datang dan pergi, sesuka hatinya. Terkadang meninggalkan luka karena tak dipenuhi. Karena itu aku membenci harapan, diberi harapan, apalagi berharap" tambahnya sambil menatap kosong ke depan.

"Kau tahu. Kita yang terlahir dengan seribu kesulitan, dan melewati tantangan hanya untuk bertahan hidup di dunia fana ini, kita hanya permainan. Yang menang akan pergi lebih dulu, menyisakan luka pada yang kalah. Dan lihat, dia menang. Yang mengatur permainan ini. Dia rajanya" sambungnya.

"Jangan sia-siakan air matamu. Karena setelah ini, akan ada lebih banyak air mata yang akan kau keluarkan. Tenang, kau takkan menghadapinya sendirian. Karena ujian ini milik kita. Hingga salah satu dari kita bertahan dan yang lainnya pergi, tinggal waktu saja" tambahnya lagi, lalu menepuk bahu kakaknya tersebut dan berlalu keluar dari kamar.

Gadis itu tetap diam. Mencerna perkataan sang adik. Mungkin dia benar. Dia hanya perlu mengikuti alur dari takdirnya. Dan tidak mencoba untuk menghindari batu dan jurang. Karena dia tahu. Pada dasarnya dia akan jatuh.

Deara pov

Setelah kepergian kris, aku masih berdiri di balkon kamar. Memandang langit yang sedikit mendung. Menatap nanar pada bingkai foto ayah. Aku tersenyum. Lalu berjalan kembali masuk ke dalam kamar. Aku berharap ini tidak akan menjadi malam panjang untukku.

Dan satuhal yang selalu kuinginkan. Kuharap ketika aku bangun esok. Aku sudah tak berharap pada apapun itu. Aku mulai terlelap. Dan memasuki alam mimpiku.

Deara pov end

Kris pov

Setelah berbicara dengan kakak di balkon kamarnya, kuputuskan untuk kembali ke kamarku dan suho.

"Kau belum tidur, hah?" Tanyaku

"Belum mengantuk" sahutnya asal-asalan.

Kulihat dia sedang menggambar dengan kuas. Tangannya yang lihai bermain di atas kanvas. Entah menggambar apa. Tapi yang jelas, aku mulai mengantuk melihatnya.

"Aku tidur duluan ya, segeralah menyusul tidur, sudah malam" ucapku. Lalu berbaring dan tidur.

Perlu dicatat. Pembicaraanku di balkon adalah pembicaraan terpanjang dalam sejarahku. Karena menurutku bicara itu tidak penting. Yang terpenting adalah tindakan. Jadi, aku ingin ketika esok aku bangun, aku sudah tak berpikir menggunakan hati lagi.

kris pov end

Suho pov

Menjadi seorang yatim bukanlah impian anak manapun. Menjadi yatim adalah hal yang paling dibenci. Karena ketika kau mengalaminya,untuk pertama kalinya dalam hidup aku membenci sendiri. Karena aku tahu kedepannya hidup ini takkan sama lagi. Segalanya akan semakin sepi.
Dan berubah.

Sudah 2 jam lebih tanganku bermain di atas kanvas. Aku mulai sedikit kram. Kuputuskan untuk berbaring disamping kakakku, kris. Dan tidur. Namun, lagi-lagi sekelebat sosok itu hadir dalam mimpiku. Sosok yang baru saja hilang dari hidupku. Ayah. Dia selalu hadir dalam mimpiku. Awalnya aku takut untuk menutup mata. Tapi, saat kusadari bahwa beliau ingin menyampaikan sesuatu, kubiarkan mimpi itu menghampiriku.

Suho pov end

............

Suara burung berkicau di pagi hari sungguh menenangkan. Ditambah udara sejuk dan segar. Seorang gadis sedang asyik bermain dengan boneka kecilnya di bangku sebuah taman. Bersama dengan adik lelakinya. Seorang pria tinggi mendekat ke arahnya dan duduk di sebelahnya. Lalu menghembuskan nafas berat.
"Rin~ah...oppa akan pergi sebentar. Kau disini ya..bersama soo soo. Jaga dia" ucap sang kakak.

"Oppa akan kemana? Kenapa harus pergi?" Tanya gadis itu dengan bibirnya yang dikerucutkan.

"Mianhae rin~ah. Oppa harus pergi. Oppa akan segera kembali, tenang saja. Ayo sekarang masuk lah. Mulai sekarang kau akan tinggal disini. Kau akan punya banyak teman. Jangan takut ya" bujuk pria itu. Lalu menggandeng kedua adiknya masuk ke sebuah bangunan.

Bangunan itu besar dan bersih. Pagarnya bau cat. Tanda baru diganti. Rumput halamannya juga terawat. Seorang wanita paruh baya keluar dengan senyum di wajahnya. Menyambut ketiga tamunya itu dengan sopan.

Gadis kecil dan adik lelakinya itu masuk dan duduk menunggu selesainya pembicaraan serius antara sang kakak dengan wanita itu.

Setelah kurang lebih 20 menitan mereka berbicara. Sang kakak masuk.
"Rin~ah, Soo~ah, kakak akan pergi. Kalian baik-baik disini. Kakak akan segera kembali" ucapnya lalu mengecup kening kedua adiknya.
"Ne, josimhaseyo oppa" ucap sang gadis sambil memeluk oppanya. (Hati-hati)

Wanita paruh baya itu mendekat. Dan berjongkok di depan mereka.
"Anyeong haseyo, perkenalkan nama bibi Ara. Mulai sekarang bibi yang akan merawat kalian disini bersama teman kalian lainnya" ucapnya sambil mengelus kepala dua anak tersebut.

...........

Malam itu langit nampak mendung. Seorang wanita paruh baya, duduk di teras sambil merajut kain. Tatapannya kosong. Matanya sembab. Seharian ini, dia hanya menangis dan mengeluh. Badannya begitu kurus, akhir-akhir ini ia jarang makan. Bukan karena tak nafsu. Hanya saja, ia yakin tak lama lagi sang maha kuasa akan memanggilnya. Jadi dia tidak perlu bertahan hidup lagi.

Harapannya hilang. Semua impiannya untuk menikmati hari tua bersama sang suami tercinta, sirna sudah. Hidupnya benar-benar sudah tidak berharga lagi. Ia tahu betul bahwa anak-anak nya masih membutuhkannya. Tapi ia, tak sanggup berlama-lama lagi didunia. Dia merasa tugasnya akan segera berakhir.

Yerin pov

Aku sudah tak berharap untuk hidup lagi. Aku ingin segera menyusul dia. Teganya dia membiarkan aku mengurus anak-anak kami seorang diri. Aku tak sanggup lagi menanggung beban ini. Hidupku sudah diambang kematian. Dan aku tinggal menunggu takdir itu datang padaku. Memanggilku.

Aku masuk ke dalam rumah. Kudapati ketiga anakku sedang asyik menonton tv. Mereka benar-benar anak-anak yang sangat kusayangi. Sekali lagi maafkan ibu nak. Maafkan ibu yang egois ini.
"Ra, kris, suho, ayo kalian masuk kamar dulu, ini sudah malam, ayo tidur" ucapku sambil membuka pintu kamar mereka, tanda menyuruh mereka masuk.
Mereka tak melawan dan mengikuyiku masuk. Kusuruh mereka berbaring. Dan menyelimuti tubuh mereka. Kupastikan mereka berbaring.

"Ayo tidurlah nak" ucapku sambil mengecup dahi mereka satu per satu.

"Ibu juga, selamat malam" ucap putri pertamaku, deara.

Kumatikan lampu kamar mereka. Aku mengecup sekali lagi dahi putri pertamaku "maafkan ibu nak, apapun yang terjadi setelah ini, jangan benci ibu, ibu menyayangimu" ucapku lalu pergi ke kamarku.

Yerin pov end





MY DIFFERENT CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang