Maid Life

5 2 4
                                    

Keringat terus mengalir di pelipis gadis itu, tulang punggungnya juga terasa remuk. Tetapi, ia memilih mengabaikannya dan meneruskan mengepel lantai yang sudah mengkilap sebagian itu dan segera membuat sarapan sebisanya. Ia harus bangun pagi untuk pekerjaannya. Menjadi pembantu dari seorang anak pengusaha. Sebenarnya, ia heran padahal rumah sebesar ini tapi tak memiliki satupun pembantu. Dan ia harus mengerjakan semuanya sendiri disini.

Sehun pov

Aku menguap lebar. Tidurku benar-benar nyenyak semalaman. Aku mencium aroma masakan dari dapur. Dan melihat gadis itu, ah Naomi tepatnya, sedang memasak. Boleh juga rupanya. Aku segera menghampirinya.

"Ya! Naomi, kau bisa memasak rupanya?" Tanyaku.

"Bisa. Aku selalu membantu ibu memasak 4 tahun belakangan ini" timpalnya acuh dan meneruskan.

"Baiklah, cepat, aku lapar" sahutku.

Aku mencuci muka dan menggosok gigi lalu duduk di meja makan dan bermain ponsel. Tak lama, ia datang dengan piring-piring berisi makanan lezat. Lalu berlalu ke arah dapur dan duduk sambil mengelap keringatnya.

"Ya! Kajja, kau tak lapar hah? Ayo makan" teriakku. Ia memasang wajah cengo.

"Bukannya, pembantu makan setelah tuannya" jawabnya polos.

"Aku bukan tipe orang seperti itu. Ayo temani aku makan. Tidak masalah" sahutku. Dia berjalan dan duduk didepanku, lalu makan dengan tenang. Dia terlihat kucel sekali. Efek berkeringat banyak sepertinya.

Selesai makan, aku segera bangkit dan masuk ke kamar. Kulihat ia membereskan sisanya. Aku segera berganti baju dengan pakaian kantor. Lalu berjalan keluar.

"Jangan keluar dari rumah. Jangan terlalu lelah juga. Jika butuh sesuatu hubungi aku. Aku akan pulang sedikit terlambat. Dan ya, jangan tunggu aku" teriakku padanya.

"Arasseo" timpalnya acuh. Aku tak memperdulikannya dan berangkat ke kantor.

Naomi pov

Hari pertama menjadi pembantu tak buruk. Tapi ini apa, aku merasa dia terlalu protektif. Melarangku keluar rumah. Memang ia siapa. Toh, cuma majikan. Aku bingung harus melakukan apa. Jadi kuputuskan untuk menonton tv.

Kembali terngiang kejadian kemarin saat paman menjualku. Kejadian itu meninggalkan trauma berat untukku. Aku bingung harus bagaimana sekarang. Hanya Sehun harapanku satu-satunya. Oh, tuhan. Apa yang akan terjadi padaku kedepannya. Bagaimana, nasibku?. Apa akan selamanya jadi pembantu. Atau bagaimana.

Aku mengecek persediaan makanan di dapur. Tinggal sedikit rupanya. Kuputuskan untuk keluar dan membeli bahan-bahan di minimarket. Kulangkahkan kaki ke kamarku. Mengambil uang yang telah diberikan Sehun untuk keperluan rumah. Dan dengan segera bergegas keluar. Udara hari ini cukup hangat. Benar-benar damai. Hari yang menyegarkan.

Belanjaan di minimarket cukup banyak, untuk seminggu ke depan. Karena Sehun makan dengan banyak. Saat akan berbelok ke gang tempat tinggal ku,  ralat tempat tinggal kami, Sehun dan aku. Aku melihat sebuah bangunann sekolah SMA. Ah, seandainya ini semua tak terjadi, seandainya ayah tidak selingkuh, seandainya anak itu tak hadir di keluarga kami, seandainya ibu tidak pergi, seandainya paman tidak menjualku. Mungkin, aku masih menikmati masa-masa muda dengan sekolah. Aku rindu dengan berkawan dan suasana sekolah.

Semua itu, gara-gara wanita ular itu dan putrinya. Ahn Se Ra. Aku takkan pernah melupakan nama mereka. Demi tuhan, aku benar-benar membenci mereka. Aku membenci mereka. Lamunanku buyar seketika, karena bunyi klakson mobil. Ah, rupanya aku melamun sepanjang jalan. Hingga mobil itu hampir menyerempetku. Gila.

"Kau ingin mati, hah?" Teriaknya, sambil menurunkan kaca jendela mobil.

"Ani, mianhaeyo" ucapku. Kulihat pengemudi itu adalah seorang bocah laki-laki seumuranku mungkin. Ia mengenakan seragam sekolah SMA yang kulihat tadi.

MY DIFFERENT CHANCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang