4. Jalan (2)

66 3 1
                                    

Happy Reading!!

Pacuan terus bergema
Aku tak sadar kala itu
Angin, aku terlalu bodoh
~

     Rikka telah bersiap. Ia mulai meloncat, bergegas mengambil bendera pertama. Semua berjalan lancar hingga ia ingin meraih bendera terakhir.

     Saat tengah melayang, tiba - tiba sesuatu tak kasat mata menabrak tubuhnya. Rikka kehilangan keseimbangan. Di tengah lingkupan badai dan ramainya sejumlah manusia yang sedang berdoa, Ia bermanuver terjun bebas menuju titik bahaya, menuju kumpulan homo sapiens yang mengelilingi pohon sakaki.

     Sebenernya, jarang sekali terjadi kecelakaan semacam itu pada saat Ujian Keamanan. Pihak sekolah Rikka pun telah memastikan bahwa terjadi banyak keanehan saat tragedi tersebut berlangsung. Mulai dari pengamanan hologram dungeon* yang menipis, juga lumpuhnya beberapa kamera OSW*. Persis seperti kejadian 37 tahun yang lalu.

     Terlalu syok dengan kejadian tersebut, Rikka pingsan. Hal terakhir yang ia ingat adalah saat merasakan sensasi terbang di udara, dan dengan keyakinan melambung tinggi akan mampu menyelesaikan tugasnya, yaitu mengambil bendera terakhir. Lalu tiba-tiba saja keyakinanya jatuh, percaya dirinya runtuh. Tidak pernah ia bayangkan akan terjadi hal seperti itu. Sesuatu menabrak tubuhnya dan sudah pasti mengacaukan aksi gemilangnya.

     Setelah itu, Rikka tak mengingat apa-apa lagi, selain bangun dengan kepala pusing di tempat yang begitu asing, lalu dikejutkan dengan seorang nenek yang sangat renta. Hingga sampai saat ini, bisa dibilang nenek itu masih menjadi sahabat baiknya.

     Sejak kejadian itu Rikka selalu mengunjungi Byangshi jika ada waktu luang. Membicarakan berbagai hal tentang dunia yang kompleks ini. Byangshi sendiri adalah seorang yang sangat ramah dan selalu sabar menjawab komplotan pertanyaan aneh dari Rikka.

*

     "Rikka, sudah baikan? Ayo kita lanjutkan perjalanan, kita tak boleh terlambat sampai di sana," kata ayahnya meluluh lantakkan lamunan seru Rikka.

     "Oh, iya, kakiku sudah mendingan yah. Ayo!" seru Rikka.

     Rikka meraih tas ranselnya, lalu segera menyusul langkah panjang ayahnya.

     Ia memandangi punggung gagah lelaki paruh baya yang sangat berjasa bagi hidupnya itu. Ada pertanyaan yang semakin mengganjal di setiap pijakan kakinya. Pertanyaan yang telah ia tanyakan berkali-kali selama bertahun-tahun. Tetapi selalu mendapat jawaban yang tidak memuaskan. Terlalu sulit diterima dan diterka. Tentang kelahiran dirinya. Tentang asal usul keberadaannya.

     Namun, sungkan. Rikka tahu bahwa pertanyaan tersebut begitu sensitif bagi ibu dan ayahnya.

     Lalu gadis itu menarik nafas dalam-dalam. Mempersiapkan diri. Ia harus menanyakan pertanyaan ini, lagi.

     "Ayah, bolehkah Rikka menanyakan sesuatu?" Rikka memulai aksinya.

     "Ya?" jawab lelaki di depannya tanpa menolehkan kepala. Lelaki tersebut tetap fokus berjalan sembari mengibas sejumlah tumbuhan panjang yang menghalangi perjalanan.

     "Hmm, yah, mengapa warna mata Rikka berbeda dari kalian? Ayah dan ibu bermata coklat, sedangkan warna mataku berubah-ubah. Terkadang dominan biru, hijau, kadang juga coklat," jelas Rikka terus melanjutkan aksinya.

     "Hazel. Matamu berwarna hazel, sayang. Mengapa warna matamu berbeda dengan aku dan ibumu? Mudah saja, itu faktor genetik. Bisa saja ada salah satu nenek moyangmu di belahan bumi lain yang bermata hazel sepertimu," jelas ayahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Locked Tanpopo [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang