Jadi, halo!
Seharusnya, saya bilang "Halo!" sejak awal. Soalnya, setiap orang begitu, 'kan?
Sejak awal, saya memang tidak yakin bakal mengikuti event ini. Di samping saya sedang fokus mengerjakan naskah lain, saya juga masih berutang mengeposkan dua cerita saya sebelumnya. Ditambah lagi, saya baru membaca informasi soal #GrasindoStoryInc ini tanggal 16 November, sementara masa posting cerita sudah dimulai sejak tanggal 15 November. Saya pun menyerah, sampai akhirnya saya tahu kalau masa posting bab awal diperpanjang sampai tanggal 18 November. Malangnya, saya baru tahu informasi tambahan ini tepat tanggal 18 pagi. Haha. Peruntunganku memang selalu buruk tentang hal-hal bagus. Saya ingin menyerah sekali lagi, tapi kemudian saya pikir, saya masih punya kesempatan seharian untuk mengeposkan bab awal. Yah, tidak gampang memang, karena saya setidaknya, harus punya premis yang sudah matang meski outline-nya belum matang-matang amat. Saya teringat, pernah membaca sebuah kalimat bagus di suatu tempat. Bunyinya kurang lebih begini:
"Jika sebuah cerita terus mengikutimu ke mana-mana, saat itulah kamu tahu, bahwa sudah saatnya cerita itu dituliskan."
Selama beberapa minggu belakangan, suara Rimba dan Maudy memang nyaring sekali di kepala saya. Jauh melampaui suara-suara Neva, Lingga, Ares, dan Raina. Karena itulah, saya akhirnya menuliskannya cepat-cepat. Kepala saya memang jalur lalu-lintas yang sibuk dan kacau sekali. Tidak serapi yang terjadi di dalam kepala orang-orang kebanyakan. Saat menuliskan ini, saya pun khawatir, tidak bisa menyelesaikannya tepat waktu. Tapi kalau tidak dicoba, saya tidak akan pernah tahu. Iya, 'kan?
Karena saya payah dalam memilih judul, maka cerita ini berjudul demikian. Hehe ....
Di sini tidak ada cowok kaya angkuh tapi ganteng atau cewek sederhana kutu buku dan bernasib mujur karena mengalami kisah "benci jadi cinta" sama si kaya-angkuh-tapi-ganteng. Kalaupun ternyata Rimba itu manis dan Maudy itu imut, itu bukan salah saya sepenuhnya (saya enggak mau disalah-salahkan, soalnya disalah-salahkan itu enggak enak. Hehe). Kalau harus dikonversi ke dalam warna, cerita ini seperti kanvas kuning muda yang dilukis pakai cat merah marun dan nila dan abu-abu dan jingga dan hitam.Ehm ... mau bilang apa lagi, ya? Sepertinya sudah semuanya. Itu saja, deh.
Jadi, selamat ... ehm, membaca saja. Iya, selamat membaca saja!
Sila geser layar ponsel manteman untuk lanjut membaca bab selanjutnya. Maafkan halaman pendistraksi ini :)
PS.
Jika ingin membagikan kutipan yang kalian sukai (dari cerita saya yang mana pun) atau yang ingin kalian kenang lama-lama, jangan malu-malu untuk menandai akun media sosial saya, ya. Ada kok, di profil. Hehe ....
Dengan kepala berat akibat kurang tidur,
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Splendid Escape
Novela JuvenilKetika Dicky, sahabat Rimba, mengakhiri hidupnya, Rimba menghabiskan hampir sepanjang waktu untuk menyesali banyak hal sembari bertanya-tanya, adakah hal yang bisa dilakukannya untuk mengubah jalan cerita yang tragis itu. Sampai akhirnya, Maudy Arun...