Muhamad Dika Pratama
Anisa baru benar-benar mengenalnya setelah ia bekerja di sini.
Dika kesan pertama saat menemuinya, Dika adalah orang yang menyenangkan. Sayang, diantara banyak teman nya hanya Dika yang mendapat keadaan yang buruk dalam urusan romansa.Ya, setidaknya begitu pandangan teman-temannya. Pada dasarnya, Anisa adalah gadis cantik berhati lembut. Ia penyayang dan sikap perhatiannya ia tunjukkan untuk semua teman-temannya. Mengenai hubungan asmara Dika yang buruk, Anisa turut prihatin. Ia selalu mendukung dan memberikan arahan pada Dika. Betapa baiknya ia dan betapa jahat kekasihnya.
Dika, selalu mengabulkan permintaan kekasihnya . Kalau di telisik, ia lebih mirip mesin ATM berjalan daripada kekasih dari seorang gadis penggila belanja.
Sebagai teman, Anisa tidak memiliki hak untuk melarang, tetapi ia juga tidak terima temannya diberlakukan seperti itu oleh kekasihnya.Dika bahagia dengan melakukan itu, tapi tidak dengan kami teman nya. Gadis itu benar-benar merepotkan, namun satu minggu yang lalu hubungan mereka berakhir.
Jika berani, betapa ia ingin menampar gadis yang merupakan model itu. Tidak berakhir dengan pertengkaran, ternyata gadis itu memiliki simpanan. Dika?Ternyata Hanya dimanfaatkan.
Setelahnya, Anisa sering menghabiskan waktu dengan Dika untuk menghiburnya. Baginya, Dika sudah seperti seorang kakak. Ia akan senang ketika Dika mengajaknya hanya untuk sekedar makan siang atau minum kopi bersama di dekat Kantor .
Dan Anisa selalu memberikan semangat untuk Dika, yang meyakinkan adalah bahwa gadis itu tidak baik untuknya dan masih banyak gadis yang lebih baik di luar sana. Anisa benar-benar menyayangi Dika seperti saudara.Namun tidak dengan Dika, Dika mengubah arah haluannya. Menyiapkan perasaannya untuk Anisa. Ia menyukai Anisa.
Anisa tidak suka hal ini, ada saat dimana Dika membuat nya merasa tidak suka diberlakukan secara istimewa. Setiap malam, selalu saja pesan dari Dika bersarang di Chat nya. Di kantor juga tidak jauh berbeda, hanya saja Dika tidak menunjukkannya sejelas di dunia maya. Kini ia merasa, disanalah ia sudah harus menjaga jarak dengan lelaki itu.
Pada akhirnya, ia akan menceritakan semua keluhannya itu pada Ririn sahabat nya.
"Sudah kuduga!"
Anisa menatap Ririn dengan lesu, "Aku harus bagaimana?"
"Akan kumarahi dia!"
"J..angan!"
"Tapi kenapa?! Dia sudah keterlaluan, !"
"A...aku, a..aku tidak tega."
Ririn menghela nafas, menghembuskannya lemah . Karena Anisa tahu, sahabat nya ini hanya akan mencerca laki-laki itu dengan kata-kata pedasnya. Hingga pilihan nya, jatuh pada...
.
.
.
"Begitulah."
Anisa menatap berkas-berkas yang ada di atas meja sang lawan bicara.
"Bagaimana perasaanmu padanya?"
Pemuda dengan kemeja berwarna putih dengan legan yang sudah ia gulung, itu bertanya.
"Aku tidak tahu."
"Kau menyukainya?"
"Suka?" Anisa tidak mengerti rasa 'suka' seperti apa yang dipertanyakan temannya ini.
"Ya, seperti..." Ia terlihat tengah berpikir keras.
"Seperti?"
Setelah agak lama, Anisa tidak menemukan jawaban yang keluar, ia berusaha menerkanya sendirian. "Seperti...bagaimana kau menyukai Dinda?"