.
.
Pagi itu sinar mentari masuk dari jendela kamar dan memantulkan cahayanya tepat ke wajah Adam yang masih tertidur. Laki-laki itu mengerjapkan matanya sebentar hingga akhirnya benar-benar terbangun.
"Apa aku sudah tidur semalaman di sini..."
Adam agak terkejut menyadari kalau hari sudah berganti. Ia segera bangkit dari tempat duduknya. Untuk sesaat ia masih menatap Dinda yang masih tertidur dengan pulas. Wajahnya masih terlihat pucat.
Adalah bergegas pergi meninggalkan kamar. Tak lama setelah laki-laki itu keluar, Dinda yang sedari tadi tidur ternyata sudah terbangun. Ternyata wanita itu memang sudah bangun dan hanya berpura-pura tidur.
"Kau tidak akan pergi kemana-mana Adam...,"ucapnya dalam hati sambil meremas kain selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. "Aku tidak akan melepaskan mu...!" Lanjutnya sambil mengikat rambutnya asal.
Sementara itu Adam sedang berada di dapur, membuatkan bubur untuk Dinda. Sebenarnya ia juga tidak tega melihat keadaan Dinda yang lemah seperti itu. Ia berniat untuk membuat sarapan dulu, baru setelah itu ia pergi.
"AKU PULANG!"
Terdengar suara seseorang berteriak dari arah luar, dan suara itu sudah tidak asing lagi di telinga Adam maupun Dinda.
"Sepertinya aku kenal suara itu...." Adam yang penasaran segera meninggalkan dapur, mengecek keadaan di depan.
"Dinda, apa kau ada di rumah?"
Seorang yang mengunakan coat yang di padukan dengan celana jens terlihat sedang mencari-cari wanita yang bernama Dinda itu. Kegiatannya itu terhenti saat sepasang irisnya bertemu pandang dengan sosok laki-laki yang berdiri di hadapannya.
"Adam...."
"Aksa...."
Keduanya terlihat sama-sama terkejut.
"Kakak!" tiba-tiba saja Dinda keluar kamar dan langsung berlari memeluk pemuda itu.
"Dinda! Hei, apa kabar? Apa kau baik-baik saja?" Balas Aksa yang perhatiannya kini hanya terpusat pada sang adik, seolah telah melupakan kehadiran Adam di sana.
"Aku baik!" jawab Dinda dengan senyuman yang mengembang.
"Aku senang sekali mendengarnya." Aksa tersenyum. Dengan lembut tangannya mengacak pelan kepala sang adik.
"Ya, Kakak. Kenapa kau tidak mengabariku dulu kalau mau pulang ke Indonesia?" Dinda mulai berceloteh, bertanya ini dan itu pada Aksa sambil bergelayut manja.
"Aku tidak ingin mengganggu bulan madumu. Selain itu aku memang sengaja ingin memberi kejutan," jawab Aksa sedikit terkekeh melihat sikap manja Adiknya yang masih belum berubah sekalipun ia sudah menikah.
"Tapi aku juga punya kejutan untukmu!" Dinda terlihat sumringah, dan wajahnya menjadi semakin terlihat cerah.
"Oh, ya? Kejutan apa memangnya?" Alis pemuda itu mengernyit. Penasaran dengan kejutan yang dirahasiakan Dinda.
Dinda melepaskan pelukannya dari Aksa. Kemudian, ia berlari kecil menghampiri Adam yang masih berdiri di sana. Wanita itu merangkul lengan laki-laki itu dengan mesra. Tak lama tangannya yang satu memegang ke arah perutnya sendiri. Aksa memiringkan sedikit kepalanya. Masih bingung dengan maksud dari sang adik.
"Sebentar lagi, aku dan Adam akan memiliki anak," ucapnya dengan senyum kebahagiaan.
Aksa terdiam. Perlu beberapa detik baginya untuk mencerna kalimat yang baru saja diucapkan adiknya itu. "Maksudmu, ka-kau...,hamil...?" Tanyanya dengan kedua bola mata yang membulat sempurna.