Chapter Two

39 5 2
                                    

"You've gotta dance like there's nobody watching. Love like you'll never be hurt. Sing like there's nobody listening. And live like it's heaven on earth."

William W. Purkey

-0-

Semester ketigaku di kampus ini berjalan biasa-biasa saja sebetulnya. Seperti halnya mahasiswa lain, aku pun selain disibukkan dengan kegiatan akademik juga sibuk di himpunan dan beberapa kepanitiaan. Sejak semester dua lalu, aku sibuk rapat dan latihan untuk acara PMB Universitas dan PMB Fakultas dan PMB Jurusan. Tapi di semester ketiga ini aku hanya sibuk mengurus acara PMB Jurusan yang berlangsung sampai bulan Oktober nanti dan sibuk mengerjakan tugas-tugas kampus. Tujuanku? Tentu saja hanya satu tujuan mulia yang ingin kucapai and that is tidak lain dan tidak bukan to make my mind keep being occupied and I need a decent distraction from Dika and Dika and Dika. I need to keep Dika off of my mind, and that is why I make myself busy in the first place.

Di sela-sela kesibukanku, aku masih menyempatkan diri untuk menginap di tempat kost Dika setiap kali ia memintaku menginap, beberapa kali juga aku yang berinisiatif menginap di kamar kost-nya ketika aku pulang larut malam dari kampus. Hei, bukan sepenuhnya salahku karena aku tidak mau menaiki kendaraan umum untuk pulang ke rumahku tengah malam di tengah maraknya isu begal. Ironisnya, di tengah usahaku untuk melakukan program push Dika away from my mind, malah aku keep meeting him over and over again. RIP commitment.

People do something they love for some random reasons, it can be for nothing or everything. Well, you know, normally after five long days hard studying and do some college stuff biasanya setiap sabtu aku memilih untuk tidur dan bangun di siang hari atau bangun pagi like any other usual day dan kemudian kuhabiskan seharian itu untuk menonton film via laptop. Urusan tugas atau makalah atau any other fucking academic tasks biasanya baru kupikirkan di hari Minggu. I need a day off untuk forget anything about kuliah stuff supaya bisa tetap waras saat weekdays. Well, sometimes I keep daydreaming di kampus di sela-sela jadwal kuliah 24 SKS-ku semester ini.

To tell you the truth, hal lain yang bisa membuatku waras dan senang bukan hanya tidur atau daydreaming, tapi juga...well...Dika. I don't know why, looking his smile, his serious face, his playful laugh, hal-hal tersebut bisa membuatku senang dan made my day di tengah berbagai usahaku untuk bisa menghilangkan perasaanku padanya. People say time can heal your wound and even it can fade your memories, but why do my memories about him always stain? Why isn't my heartache getting any better?.

"Eh Ki, lo kagak capek apa ambil 24 SKS mana lo ngikut kepanitiaan lagi?" tanya Dika padaku setelah menyeruput Pike Place Roast pesanannya. Aku mengalihkan pandanganku dari layar laptop sejenak dan melihat ke arahnya, "Aku lagi pengen sibuk nih Dik, mumpung bisa ngambil 24 SKS." Kuambil sepotong Sumatra Chocolate Éclair di meja lalu mengigitnya, "You know, I just want to graduate soon, so i'm taking the risk and do what I can do today," lanjutku.

"Tapi jangan sampe lo malah sakit ya Ki, I'm advising you," katanya sambil tersenyum. Ia lalu mencicipi Asian Dolce Latte pesananku, "Eh kok punya lo enak ya? Nggak se-thick punya gue?" komentarnya setelah mencicipi pesananku. Aku hanya tertawa lalu menjawab, "Yaiyalah Dik, punyaku kan Latte sedangkan punyamu itu Espresso jadi lebih pekat lah."

"Yaudah gih sono lanjut ngerjain tugas AmLit1 lo itu terus cuekin gue aja lagi."

Aku mendelik heran padanya karena bingung. Oh God, why did he sound like a jealous boyfriend. I don't want to misinterpret his sentence and tone but I can't help it. 'Please Kiki, lo jangan expect aneh-aneh lagi!' that's what I'm saying to myself.

Reach For The StarsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang