Hari ini aku tidak ada jam kuliah sama sekali. Namun, banyak tugas yang harus aku cicil. Aku sebenarnya ingin pergi ke Perpustakaan Pusat untuk mencari referensi tugas-tugasku dan mencari ketenangan. Ku alihkan penglihatanku pada Mama yang tengah sibuk menonton televisi. Sebenarnya, aku kasihan dengan Mama karena ia lebih banyak menghabiskan waktu sendirian di rumah.
Tapi hari ini hari sabtu, jadi Papaku libur ikut menemani Mamaku. Papa sepertinya sedang menyirami kebunnya di taman belakang. Sedangkan aku sibuk memakai sepatu untuk pergi ke kampus. Mungkin aku bisa menggunakan mobil Papaku jika tidak digunakan.
"Ma?" sapaku dari tangga dan berjalan menuju ruang tengah, ke arah Mamaku yang sedang sibuk menonton televisi. "Papa mana?"
Mamaku tidak menghilangkan fokusnya pada tontonannya. "Kayaknya main ke Pak Naryo. Main catur."
Tidak heran sebenarnya. Papaku memang sangat suka bergaul daripada diam di dalam rumah, berbeda dengan Mamaku yang lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah. Pak Naryo adalah tetangga kami dan memang Papaku setengah tahun ini dekat dengan beliau. Biasanya, mereka karaoke bersama di rumahku, main catur atau melakukan aktivitas yang lain.
Aku berjalan menuju arah Mama dan salim. "Aku pergi dulu ya, Mam."
"Bukannya kamu libur?" tanya Mama. "Jaga kafe juga nanti sore kan?"
"Mau ngerjain tugas." balasku. Aku kemudian mencium pipi Mamaku. "Daaah."
"Eh, kamu berangkat pakai apa? Dijemput Gio?"
Pertanyaan Mama menghentikan langkahku. Gio memang sempat berkenalan dengan kedua orang tuaku, belum lagi cerita dari Mas Danta tentang Gio pasti sudah mereka dengarkan.
"Enggak. Kayaknya bawa mobil Papa." ucapku enteng.
"Katanya, Gio orang Jogja juga, ya?" Mamaku terlihat menggodaku.
Aku terkekeh. "Udah ah, Ma. Nanti aja ngegosipnya."
"Dasar," ujarnya lalu kembali fokus ke tontonannya. "Kunci mobil Papa ada di atas kulkas."
Aku tersenyum girang. Lalu, berjalan ke arah kulkas dan mengambil kunci mobil milik Papa. Langkahku berjalan menuju rumah Pak Naryo, kulihat Papaku sedang tertawa dengan Pak Naryo karena berhasil mengalahkan Pak Naryo di permainan catur yang mereka sedang lakukan. Aku menghampiri Papaku, Papa rupanya menyadari kehadiranku lebih dulu.
"Waduh, ini kok udah rapi aja anak Papa padahal hari Sabtu?" tanya Papaku sambil merapihkan papan caturnya, mereka sepertinya akan mengulang permainan.
"Mau ke kampus, pinjam mobil ya, Pa?" tanyaku lalu aku menunjukkan kunci mobil yang ku ambil barusan. "Kuncinya udah aku ambil."
Papaku mengangguk lalu menatapku, "Boleh. Mau pulang jam berapa?"
"Lho, Dara nggak dijemput sama cowok yang nganter dua hari yang lalu emangnya?" Pak Naryo yang sekarang mulai menggodaku.
"Nakal banget ya, si Dara. Pulangnya malem-malem, sama cowok lagi." Papaku ikut menimpali dengan ekspresi yang sengaja menggodaku.
"Yaampun, kalian gosipin aku ya?" aku terkekeh sambil menggeleng-gelengkan kepalaku. "Ya, janji nggak bakal pulang malam sama cowok lagi."
"Harusnya kalo emang itu cowoknya Dara, kenalin ke Papa dong. Kasian Papa kamu katanya kepikiran itu kemarin anaknya pulang sama siapa, abis dari mana." Pak Naryo memang benar-benar berhasil mengeluarkan unek-unek Papaku sepertinya.
YOU ARE READING
REMINISCENCE
RomansBeberapa orang tau apa yang berarti untuknya, dan beberapa orang tidak tau apa yang berarti untuknya. Tapi bagaimana jika, ada orang yang sudah tau itu berarti untuknya namun berusaha menyangkalnya? Atau bagaimana jika, ada orang yang sudah tau itu...