Wattpad Original
Ada 4 bab gratis lagi

2. Submit Your Music

35K 1.7K 215
                                    

Linda baru saja selesai mandi dan menemukan saudara kembarnya sedang duduk di sofa, dekat jendela kamar dengan mata terpejam dan biola yang sudah terapit di dagu. Tak lama kemudian busur biola mulai digesekkan, memainkan instrumen yang sangat asing dan cenderung mengganggu pendengaran. Pasti adik kembarnya itu sedang menggesek secara asal-asalan lagi. Kebiasaan saat ia sedang bahagia. Tanpa perlu bertanya pun, Linda sudah tahu alasannya.

"Kakak tadi liat Kak Mezian, 'kan?" tanya Indi penuh semangat. Biola itu sudah diturunkan ke pangkuan. "Dia senyum ke aku!" lanjut perempuan itu lagi sambil tertawa pelan.

"Semua cewek kan memang disenyumin sama Mezian. Jangan bilang kamu deg-degan dan hampir lupa lirik tadi?" timpal Linda yang sedang mengeringkan rambut dengan handuk. Duduk di pinggir ranjang.

"Kok kakak tau?" Indi bertanya penasaran.

Linda menggelengkan kepala heran. Mungkin perempuan itu sempat lupa bahwa mereka saudara kembar.

"Tapi dia bawa cewek baru lagi. Itu kakak kelas kita ya, Kak?" lanjutnya.

Linda mengangguk. Perempuan yang dibawa laki-laki tadi adalah salah satu anggota OSIS dulu. "Lagian, Mezian playboy gitu masih diharapin. Kayak nggak ada laki-laki lain." Linda berkata cuek. Ia sekarang sudah beranjak dan duduk di depan meja belajar. Membuka laptop.

"Tapi--"

"Dia ganteng?" Linda buru-buru menimpali tanpa menoleh.

"Dia ketua OSIS." Indi sudah tertawa senang karena berhasil melencengkan tebakan saudara kembarnya. "Memangnya Kak Linda nggak pernah terpesona gitu? Pas Kak Mezian lagi mimpin rapat atau pas lagi pidato?"

Rasa penasaran akan perasaan Linda terhadap laki-laki yang sedang mereka bicarakan itu memang selalu menggelitik rasa ingin tahu. Dari dulu, sejak pertama kali menginjakkan kaki di sekolah, sejak pertama kali Mezian muncul di hadapan mereka, hingga sekarang Linda menjadi salah satu wakil ketua OSIS dan bekerja bersama, perempuan itu tetaplah sama. Tak pernah membicarakan laki-laki itu lebih dulu. Tidak pernah menunjukkan ketertarikan. Begitu pula dengan Mezian yang tidak pernah berhenti menggoda, meskipun lebih sering dihiraukan.

Setidaknya, begitulah Indi menilai.

Ada jeda cukup lama. Entah karena Linda berpikir atau fokus dengan layar laptop yang sudah menampakkan lembar kerja proposal mentah di sana. Beberapa detik berlalu dengan lambat, perempuan itu memutar tubuh menghadap Indi yang masih menunggu jawaban. Tanpa perlu menoleh sebenarnya ia sudah tahu, bahwa adik kembarnya itu memang selalu penasaran. Bahkan setelah melihat wajah itu, Linda semakin paham, rasa penasaran milik Indi hanyalah selaput tipis dari perasaan lain yang selalu menganggu dirinya selama ini. Seperti ... sebuah harapan. Bahwa apa yang dipikirkan Indi selama ini benar tentang Linda.

"Mending kamu main biola yang bener, aku harus nyelesain tugas Pak Haris dulu." Linda langsung mengalihkan pembicaraan. Melupakan apa yang dia rasakan. Perempuan itu sudah mengulum bibir dan kembali menghadap laptop. Tak ada guna membahas soal perasaan yang bahkan saudara kembarnya sendiri tak pernah ingin mendengar jawaban lain selain kebenaran apa yang dipikirkan.

Indi hanya tertawa pelan. Dia sudah kembali meraih biola. Mulai memainkan apa yang diminta oleh saudara kembarnya. Hati itu sedang berbunga. Senyum laki-laki tadi seperti vitamin baginya. Terserah jika tadi dia sedang bersama dengan perempuan yang mana. Dia tetap bahagia karena tahu laki-laki itu memang tak pernah terlihat bersama satu perempuan yang sama dalam waktu lama. Terlebih, karena saudara kembarnya tak pernah memiliki rasa yang sama dengan laki-laki yang sudah disukai sejak di bangku sekolah menengah pertama.

Di kursinya, Linda sempat menatap kosong layar laptop. Ada sedikit perasaan bersalah yang terselip di antara bahagia yang membuncah. Perasaan membingungkan yang saling timpah tindih ini semakin menganggu dari hari ke hari.

PUTRI PELANGI (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang