Alarm jam di kamar ku sudah berulang kali berbunyi, tapi rasa hangatnya selimut yang membalut tubuh ku dari tadi malam sungguh sulit untuk ku gantikan dengan seragam sekolah, apalagi jika ku ingat pelajaran pada jam pertama adalah pelajaran dengan guru terganas di sekolah ku.
Kenalkan namaku Bulan Purnama, ibuku memberikan nama yang sangat indah untukku. Ibuku mengatakan aku dilahirkan pada malam bulan purnama, jadi dia memberiku nama Bulan.
Aku adalah sosok yang sangat pendiam. Bahkan di sekolah aku tidak memiliki seorang teman pun. Aku lebih senang menyendiri di taman saat jam istirahat berlangsung.
Satu lagi keanehan yang aku miliki yaitu aku dapat meramal. Entah dari mana kemampuan aneh ini aku dapati, tapi aku benar-benar bisa meramal seseorang, namun aku selalu ingin menyembunyikan keanehanku ini.
Karena itu pulalah tak seorang pun yang mau berteman denganku di sekolah. Mereka semua menjauhiku semenjak mereka tau aku memiliki keanehan. Ada pula yang takut dengan diriku, ketika aku mendekat mereka semua akan pergi menjauh.
Aku benar-benar merasa kesepian meskipun aku sekolah di sekolah favorit yang memiliki banyak siswa. Banyak juga dari mereka yang memanggilku dukun. Ah entahlah!!
Aku merasa kesepian dan ingin hidup normal seperti mereka semua, tanpa ada yang takut padaku. Hari ini aku memiliki firasat yang aneh tapi aku tak dapat memahaminya. Aku tak mengerti dengan perasaanku hari ini.
“Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Bandung.” Jelas Pak Agus pagi ini. Aku hanya tertunduk di kursiku dan bahkan tak melihat ke arah pak Agus yang tengah bicara di depan kelas.
“Silahkan perkenalkan dirimu.” Kata pak Agus lagi, pasti pada anak baru yang barusan disebutkannya.
“Namaku Langit Shaputra.” Aku mengangkat wajahku dan pandanganku beradu dengan seorang pemuda tampan yang tengah berdiri di depan kelas.
“Kalian dapat memanggilku Langit.” Sambungnya.
Aku tetap saja tak mengalihkan pandanganku darinya. Entah ada apa pada diriku, aku sungguh terhipnotis oleh anak baru ini. Seperti ada daya magnet yang sangat kuat pada sosoknya yang membuatku tak dapat memalingkan wajahku darinya. Ada hal aneh yang menyelubungi hatiku, aku tak tahu apakah itu tapi rasanya sungguh aneh.
Anak baru itu berjalan kearahku. Aku seketika menjadi gugup. Apa yang terjadi pada diriku? Setelah sampai di depanku pemuda itu tersenyum sangat manis membuatku jadi salah tingkah memandangi senyuman itu.
“Aku boleh duduk disini?” tanyanya ramah menunjuk kursi kosong di sebelahku. Hatiku bergetar mendengar suara itu.
“Boleh aku duduk disini?” ulang pemuda yang mengenalkan dirinya Langit itu.
“Oh eh bo boleh. silahkan.” Jawabku gugup.
Dia kembali tersenyum sangat indah kearahku, aku hanya menunduk tak berani beradu pandang dengan mata indah pemuda ini, matanya berwarna coklat bening dan tatapannya tajam.
“Langit.” Kata pemuda itu sambil mengulurkan tangan.
Aku masih menunduk tak berani menatap mata pemuda yang ada di sampingku sekarang ini.
“Bulan.” Jawabku pelan tapi cukup bisa didengar olehnya.
“Namamu cantik seperti orangnya.” Lagi lagi dia tersenyum manis. Aku makin menundukkan kepalaku mendengar pujian itu.
Bel istirahat pun akhirnya berbunyi. Semua anak berlarian menuju kantin kecuali aku. Dan Langit? Dia juga gak pergi ke kantin, dia masih setia duduk di sebelahku. Namun itu hanya berlangsung beberapa detik saja.