Pengirim Surat Misterius

1K 12 0
                                    

Mencintaimu bagaikan berpegang pada akar yang berduri tajam,
Memilih untuk jatuh ke jurang yang dalam,,
Atau tetap bertahan dengan perih yang teramat sangat...

Kata-kata Itulah yang aku rasakan setiap saat aku mengingatmu. Aku sadar aku takkan pernah bisa menggapaimu karna memang aku tak pantas berada di sebelahmu. Kau begitu sempurna untukku, tapi hatiku tak mampu memahami semua itu. Hatiku tak mampu untuk menyingkirkanmu dari sana, kau memiliki tempat yang sangat luas di dalamnya dan jika kau keluar dari hati ini maka hatiku pasti akan kosong.

Namaku Wulandari, aku biasa dipanggil Wulan. Kini aku duduk di kelas 2 SMA favorit di kotaku. Sudah dua tahun belakangan ini aku jatuh cinta pada idola sekolah. namanya Ravid. Dia tampan, Ketua basket, peringkat dua di sekolah, serta status sosial tinggi, membuatnya terkenal di sekolah.

Banyak wanita yang menyukainya, tentu saja termasuk aku. Tak sedikit pula yang memberikannya surat cinta atau hadiah karena Kak Ravid yang keren dan hebat. Aku tak tau sejak kapan tepatnya aku mulai menyukai Kak Ravid.

Meskipun banyak wanita yang menyukainya tapi kak Ravid tak pernah menjadikan salah satu dari mereka sebagai pelabuhan hatinya. Padahal banyak wanita yang mengejar cintanya bahkan tak jarang mereka secara terang-terangan mengungkapkannya. Namun kak Ravid belum juga melabuhkan hatinya pada salah satu dari mereka.

Aku merasa senang dengan semua itu meskipun aku sadar aku takkan pernah menjadi pelabuhan hatinya. Banyak cewek yang lebih cantik dan lebih pintar saja di tolak oleh Kak Ravid apalagi gadis biasa seperti diriku. Tak mungkin dia akan melirikku. Duh jangan mimpi ketinggian kali Lan.

“Lan buruan ke lapangan.” Panggil Pak Doni.

“Baik Pak.” Jawabku sambil berjalan menuju lapangan basket.

Aku memang salah satu pengurus organisasi basket. Aku baru bergabung seminggu yang lalu. Alasanku bergabung dengan club basket sudah jelas karena Kak Ravid. Berada di club basket memang melelahkan apalagi aku adalah satu-satunya anggota perempuan di club ini. Apalagi pekerjaannya cukup berat, membawa bola-bola basket untuk anak-anak latihan dan setelah latihan harus menbereskan bola-bola itu untuk disimpan kembali serta mengurus konsumsi untuk seluruh anggota selama latihan berlangsung, aku juga bertanggung jawab jika ada bola basket yang hilang.

“Sini Gue bantu.” Seseorang mengagetkanku. Aku terkejut mengetahui bahwa orang tersebut adalah Kak Ravid.

Aku hanya diam karena tak percaya bahwa Kak Ravid mau membantuku. Aku jadi salah tingkah di hadapannya.

“Gak usah Kak, ini udah tugas saya.” Kataku dan mengambil kembali keranjang berisi bola yang direbutnya dari tanganku barusan.

“Udah biar Gue bantuin aja, lagian itu berat loh.” Lagi-lagi dia merebut keranjang itu.

“Ya udah.” Aku berjalan menuju lapangan tanpa menghiraukan Kak Ravid lagi. Aku merasa sangat gugup di depannya barusan. Ku harap dia tak tau kalau aku tadi salting.

Setelah club basket selesai latihan aku kembali memunguti bola-bola basket yang tadi mereka pakai untuk latihan dan memasukkan bola-bola itu kembali untuk di simpan di ruang penyimpanan.

“Biar Gue aja yang nyimpam bola-bola itu.” Kata seseorang dan orang itu adalah Kak Ravid. Lagi? Ya Tuhan kuatkan lah jantung ini agar tak melompat ke luar.

“Gak usah Kak, biar saya saja. Nanti malah ngerepotin Kakak.” Jawabku berusaha mati-matian meredam rasa gugupku.

“Gak kok. Sama sekali gak repot. Kunci ruangannya sama kamu kan?” Tanya Kak Ravid.

“Iya Kak!” Aku mengangguk, masih merasa gugup berhadapan dengan pemuda tampan yang setiap saat mengisi ruang hatiku.

“Ya udah yuk.” Kak Ravid berjalan mendahuluiku. Aku hanya melangkah canggung di belakangnya, mengikutinya seperti anak ayam yang mengikuti induknya.

Kumpulan Cerpen RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang