Terima Kasih, Teman!

2.2K 31 0
                                    

Pagi ini tampak cerah, sang raja siang nampak bersemangat menyinari bumi sebagaiman semangatku yang membara hari ini. Lagi asyik-asyiknya nyatat catatan di papan tulis dari luar terlihat pak Zul, wali kelas kami memasuki kelas bersama seseorang yang tak ku kenal. Aku belum pernah melihatnya di sekolah ini sebelumnya, mungkin saja anak baru.

"Assalamu'alaikum." Suara pak Zul ketika sampai di dapan pintu.

"Wa'alaikumsalam" jawab kami serentak.

"Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru dan kebetulan di tempatkan di kelas ini. Bapak berharap kalian bisa menerimanya dengan baik."jelas pak Zul.

"Ya Pak" jawab kami hampir bersamaan.

"Sekarang silahkan perkenalkan diri kamu pada teman-temanmu" kata pak Zul pada anak baru.

"Baik pak. Teman-teman perkenalkan nama saya Indah Syafitri, saya pindahan dari Bandung. Saya harap bisa menjadi teman baik teman-teman semua. Demikian perkenalan saya, terima kasih." Katanya menyudahi perkenalan.

"Ya sudah anak-anak, kalau begitu kalian lanjutkan belajarnya. Bapak masih ada urusan di kantor, bapak permisi." Pamit pak Zul.

Awalnya aku berpikir aku tidak akan bisa dekat dengan indah karena kelihatanya dia berasal dari keluarka yang bisa dibilang mapan, bagaimana tidak dia adalah anak tunggal dari orang tua yang sama-sama menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah yang berbeda. Sedangkan diriku hanya seorang anak dari keluarga yang kurang mampu, kedua orang tuaku haris bekerja membanting tulang untuk membiayai sekolahku dan untuk hehidupan sehari-hari.

Namun ternyata semua yang kupikirkan meleset dari kenyataannya. Indah adalah anak yang baik, dia tak pernah membeda-bedakan teman seperti kebanyakan anak orang kaya. Indah tak pernah membedakan status sosial seseorang. Semakin lama berteman dengan Indah aku semakin menyayanginya. Banyak sekali hal yang ku lalui bersamanya.

Dia adalah sosok sahabat yang sangat baik, yang mampu membuatku tersenyum dalam kesedihanku, yang memelukku saatku menangis dan selalu ada di sisiku. Aku tak tau apa masih ada orang sebaik dia didunia ini, entahlah. Yang pasti Indah adalah sahabat terbaik dalam hidupku.

Senin depan kelas VII-4 ditugaskan sebagai pelaksana upacara bendera dan Indah menjadi salah seorang penggerek bendera, sedangkan aku cukup menjadi anggota upacara bendera saja. Hari ini aku dan Indah piket kelas.

"Des hari ini kamu piket sendiri dulu ya" kata Indah sepulang sekolah.

"Memangnya kamu kenapa Ndah? Kamu sakit?" tanyaku heran tak biasanya Indah seperti ini.

"Gak kok. Hari ini aku mau latihan buat upacara bendera untuk hari senin jadi aku harus buru-buru kumpul di lapangan tapi kamu gak apa-apakan piket sendiri?" tanya Indah.

"Oo gitu, ya gak masalah kok. Kamu buruan ke lapangan urusan piket mah biar aku yang beresin" ujarku sambil memamerkan ibu jari ke arahnya pertanda OK.

"Kalau gitu makasih ya Des" katanya sambil meninggalkanku di kelas.

"Beres" ucapku lagi-lagi memamerkan ibu jariku padannya.

Hari sabtu kali ini sikap Indah memang sedikit berbeda dari biasanya, dia tampak sangat bahagia dan jadi sering tersenyum, ah mungkin itu karena dia akan menjadi anggota upacara bendera makanya dia terlihat sangat bersemangat untuk latihan. Indah sangat antusias latihan upacara sabtu itu aku jadi bingung sendiri melihat semangatnya yang mengebu-gebu.

Sore itu hujan turun dengan semangat. Awan hitam tak memberi celah pada sang surya bahkan untuk mengucapkan 'selamat sore'. Aku bingung apa yang tengah terjadi padahal ini bukanlah musim penghujan tapi beribu tetesan air itu seperti tak mau berhenti membasahi bumi. Ditengah guyuran hujan yang sangat lebat di selingi oleh teriakan petir yang sahut-sahutan sebuah ambulanc lewat dengan kecepatan tinggi. Mungkin inilah penyebab hujan ini, bisikku dalam hati.

Minggu sore selesai mandi aku bergabung dengan keluargaku yang tengah serius membicarakan sesuatu. Dan ternyata mereka tengah membicarakan perihal ambulanc yang lewat dibawah guyuran hujan kemarin.

"Kasihan ya?" kata tanteku. Disana ada tante, ibuku dan kakak sulungku.

"Lagi ngomongin apaan sih? aku kepo nih?" kataku mendekat pada mereka.

"Itu loh, ambulanc yang kemarin lewat, ternyata orangnya meninggal." Jelas tanteku.

"Meninggal kenapa? Sakit?" tanyaku lagi.

"Bukan. Kecelakaan, seorang wanita dan anak gadisnya yang baru duduk di kelas 1 SMP meninggal akibat kecelakaan itu." Tanteku menjelaskan.

"Innalillah..." bisikku lirih prihatin mendengar cerita itu.

"Padahal itu adalah anak satu-satunya, kamu kenal gak Des? Kalau gak salah dia juga sekolah di sekolah kamu." Kata kakakku.

"Mhh... siapa ya?" aku mencoba berfikir.

"Katanya dia baru pindah ke sana beberapa bulan yang lalu. Mungkin kamu belum kenal Des." Kata ibuku kemudian.

Aku terkejut mendengar itu. Mungkinkah itu Indah? Kata ku dalam hati. Jantungku berdetak sangat cepat kakiku terasa lemas dan tak kuat menyangga tubuhku.

"Kamu kenapa Des?" tanya kakakku.

"Mungkinkah itu?" aku tak kuat lagi menyangga tubuhku. Aku terduduk di lantai dengan air mata yang siap untuk keluar.

"Des kamu kenapa? Ada apa?" tanya ibuku melihat kondisiku seperti itu.

"Kamu mengenalnya Des?" tanya Kakakku lagi.

"Dia adalah sahabat sekaligus teman sebangku ku." Kini aku benar-benar menangis. Aku berlari menuju kamarku dan menangis sejadi-jadinya.

Aku mencoba menenangkan hatiku. Bisa saja itu bukan Indah, mungkin saja itu orang lain aku terus menolak kalau itu adalah Indah. Tapi ternyata itu benar-benar Indah. Duniaku terasa hancur, bumi yang kupijaki terasa runtuh. Aku tak bisa menerima kenyataan bahwa sahabatku telah pergi untuk selamanya. 'Aku mohon jangan pergi Ndah, kembalilah' tangisku pilu.

Aku benar-benar tak menyangka sahabat yang baru ku dapati kini telah pergi meninggalkanku dan takkan pernah kembali lagi. Aku bagai dalam mimpi buruk yang panjang, dan aku terperangkap dalam mimpi itu dan tak tau jalan untuk terjaga.

"Ya Allah kenapa secepat ini Kau ambil lagi hak-Mu? Kenapa harus Indah sahabatku? Kenapa Ya Allah? Padahal aku baru merasa bahagia karena memiliki sahabat sepertinya dan sekarang dia sudah pergi meninggalkan ku untuk selamanya." Isakku tak sanggup membendung air mata ini.

Sampai di sekolah aku masih tak percaya bahwa Indah benar-benar telah pergi. Aku tak sanggup lagi menahan kepiluan yang menyesakkan dada ini. Aku menangis, ya aku menangis tepat di kursi dimana biasanya Indah duduk.

Aku tak peduli lagi semua anak memandangiku dengan tatapan sedih dan kasihan. Aku hanya merasa sedih kehilangan sahabatku dan sekarang saat aku menangis takkan ada lagi yang akan memelukku dan membuatku tersenyum. Masih kental di ingatanku saat pertama kali Indah datang ke sekolah ini dan sekarang dia telah pergi.

Senin ini kelasku tetap melaksanakan upacara bendera. Upacara berlangsung sangat kacau kami semua larut dalam kesedihan dan rasa kehilangan. Saat penggerekan sang merah putih yang seharusnya di gerek oleh Indah aku tak sanggup lagi menahan tangisku.

Aku mulai tersedu di tengah barisanku. Duka ini sungguh sangat menyisakan kepiluan yang mendalam, aku merasa hancur atas kepergian Indah. Tapi aku mencoba ikhlas, aku ingin Indah damai di sana. Aku tak mau dia sedih melihatku terus menangisi kepergiannya.

"Ndah aku ikhlas jika ini memang yang terbaik. Aku juga ikhlas persahabatan kita didunia berakhir sampai di sini tapi aku janji kamu akan selalu menjadi sahabat terbaik di hatiku Ndah." Do'aku ikhlas

Ndah aku sayang banget sama kamu, akankah aku bisa dapat sahabat sebaik kamu selain dirimu Ndah?

=Selesai=

Cerita ini di angkat dari pengalamanku yang kehilangan sahabat terbaikku saat kelas satu SMP.

Semoga kamu tenang di sana ya Ndah, di sini aku selalu mendoakan mu...

I miss you Indah. My best friend.

Kumpulan Cerpen RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang