Lima belas

121 33 3
                                    

(Besh... Besh... Besh...)
Suara kucuran air hujan yang memenuhi malam kegelapan di rumah ini.

"Achh" rintihan yang keluar dari mulut vanya.

Tampak goresan yang sangat dalam di pipi nya, kini sekujur pakaian nya telah berubah warna menjadi merah pekat. penuh dengan tetesan demi tetesan darah yang keluar.

"Sekarang, dengar.' Suara kalita yang terdengar besar di seluruh seisi rumah, dengan reflek vanya menoleh ke kebelakang.

"Aku tidak akan membunuh mu dengan terburu-buru" sambung nya dengan berjalan melenggang ke arah vanya yang kini sedang terikat lemah diatas kursi.

"Ka.. li.. ta.." suaranya yang sudah tidak dapat terdengar jelas.

"Apa?" Jawabnya dengan singkat.

vanya hanya pasrah dengan punggung gemetaran dan suara isakan yang sangat lemah, karena rasa sakit yang terus mendera.

"A..pa.. salah ku.. kalita?" Kata vanya kepada wanita yang sekarang sudah berada tepat dibelakangnya dan mulai memainkan rambut panjang sebahu milik vanya.

"Aku salah? Benarkah? aku tidak salah dengar?"
jawabnya dengan memutarkan bola matanya.

"Ka.. li.. ta.. kumohon.. biarkan aku mengobati luka di pipi ku ini.. setelah itu.. kau boleh melanjutkan.. apapun yang kau mau"

Seketika kalita berhenti memainkan rambut milik vanya.

"Melepaskan mu? hanya untuk memberikan obat untuk luka yang ku buat kepada dirimu?" Jawaban yang keluar dari mulutnya.

"Ku.. mo..hon.. ini sungguh.. sungguh menyakitkan" Kata nya dengan sangat pasrah yang kini wajahnya mulai menunduk, bibirnya gemetar.

tanpa jawaban apapun dari mulut kalita.
dia langsung pergi lagi dari ruangan itu.

Vanya hanya melihat kepergian kalita, lalu tatapan nya mulai menembus jendela dapur yang mengarah keluar.

rintikan hujan yang lumayan lebat, bersamaan dengan keluar nya angin yang kencang, hingga jendela bergejolak seperti ditutup bukan nya dengan murka.
angin-angin pun masuk tanpa diundang.
angin mampu masuk ketulang belulang nya. yang membuat tubuh mungil vanya bergemetar.

kini bibir peach nya berubah menjadi putih pucat.
telapak kaki dan tangan nya juga mengalami hal yang sama seperti bibirnya.

"I.. bu.. Aku.. sudah... tidak..' kalimat nya terputus begitu saja.

entah apa yang dirasakan oleh vanya.
yang jelas kini vanya tidak sadarkan diri.
entah harus membutuhkan waktu berapa menit bahkan berapa jam?
lantai dapur kini berbau sangat amis, lantai nya penuh dengan darah milik vanya.
dan pecahan piring kaca itu pun berserakan dimana mana.
seperti tak berpenghuni, hanya saja seperti ada pembunuh bayaran.
pembunuh bayaran?
begitulah cara kalita membohongi ibu nya..

#To Be Continued..

Fuck OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang