part 3

552 58 1
                                    


Semuanya memandang kearah Iwabe.

"kau tidak apa-apa?", Kagura menepuk bahu Iwabe, "jangan dimasukkan kedalam hati omongannya Sarada",

Iwabe menggeleng, 'cih', bukan... bukan itu masalahnya, bukan hinaan Sarada yang membuatnya membatu seperti sekarang, dia bahkan hampir tidak mengingat sama sekali apa yang diucapkan oleh gadis berkaca mata itu.

Gadis itu, entah bagaimana dia membuat Iwabe terpaku diam tidak dapat berkata-kata. Iwabe dapat merasakan cara kerja jatungnya yang diluar batas normal, jantungnya yang tiba-tiba saja berdentum dengan keras tak terkendali. debarannya benar-benar membuat dirinya kesulitan untuk mengontrol dirinya.

dia bahkan tidak fokus mendengar ocehan sarkatik Sarada, dia malah terdiam sambil menikmati wajah angkuh gadis itu. Mungkin dia sudah gila, karena merasa jika Sarada terlihat begitu cantik saat dirinya berkata sinis kepadanya. wajahnya oval dengan dagu yang lancip, kulitnya putih bersih tanpa ada bekas noda apapun, bibir peach mungilnya terlihat menggemaskan saat dia tengah berbicara ketus sekalipun, pipinya terlihat cubby kemerahan menggemaskan, membuat dirinya mati-matian menahan keinginan untuk untuk mencubitnya, menangkupnya lalu menarik-nariknya, persis seperti squishy. pengamatannya beralih pada kedua manik matanya, mata hitam itu dinaungi oleh sepasang alis cantik yang lebat dan tertata rapi, bulu matanya terlihat begitu lentik meskipun terhalang oleh kacamatanya, dia bisa melihat bulu mata itu menyapu lensa kaca matanya ketika gadis itu berkedip beberapa kali, sangat cantik. sungguh dia gatal melepas kaca mata merah yang menghalangi dirinya menatap langsung mata indah obsidian miliknya.

"woy", Inojin menyenggol Iwabe, "ada apa dengan wajahmu?",

"apa?", Iwabe memegangi wajahnya.

"wajahmu memerah dude, jangan bilang kau....", Inojin menggantung kalimatnya, matanya menyipit kearah Iwabe dengan tatapan curiga.

Iwabe salah tingkah, dia tidak mau teman-temannya menyadari keadaanya yang kacau, "a-aku pergi dulu", dia berjalan cepat meninggalkan mereka.

"ada apa dengannya?", tanya Kagura pada yang lainnya. Inojin mengendikkan bahunya, Shikadai masih menampilkan raut wajah malas, sedangkan Boruto masih cuek.

"hey Bolt, bagaimana pendapatmu mengenai Sarada", tanya Inojin kepadanya.

Boruto berdecak kesal, "gadis itu benar-benar menyebalkan, omongannya benar-benar tidak bisa dimaafkan, dia bilang apa tadi muka amplasan, katanya wajah tampanku ini lebih buruk dari Orochi sensei, apa dia buta?! Kurasa kaca matanya itu harus diganti dengan kaca mata kuda. akh sialan. Nerd sialan. Kurang ajar. Lihat saja akan ku buat dia benar-benar bertekuk lutut dihadapanku, ingat itu", ucapnya penuh tekad.

Shikadai mendengus, "kurasa itu juga berlaku sebaliknya", gumamnya lirih, sehingga tidak ada yang mendengarnya dengan jelas gumamannya.

.

.

.

Boruto tengah berjalan dengan santai menuju keperpustakaan, dia menengokkan kepalannya kekanan kekiri, mencari kepala Sarada. 'dimana si teme itu ttebasa', batinnya.

Dia menelusuri kebeberapa tempat hingga dia menemukannya, gadis itu tengah membaca buku disudut kanan perpustakaan. Boruto segera menghampirinya.

"ehem", dia berdehem untuk mendapatkan perhatian penuh dari Sarada.

Onyx itu menengadah, menatap Boruto yang sudah terduduk didepannya. Dia lalu melihat kearah jam putih kecil dipergelangan tangan kirinya.

"kau terlambat 10 menit 12 detik, ckckck sungguh mengecewakan. Apakah jammu mati atau cara kerjamu memang lambat hingga kau tidak bisa datang tepat waktu?", cerocos Sarada.

I'm InLuvWhere stories live. Discover now