07 : Semarang

105 24 2
                                    

Arsen menjatuhkan tubuhnya di sofa setelah perjalanan selama 6 jam akhirnya mereka sampai di Semarang. Dinda ikut duduk di sofa. Mereka berdua menghela napasnya.

"capeeee." teriaknya namun beberapa saat neneknya datang lalu memukul pelan Dinda.

"gak boleh teriak-teriak jadi cewe harus anggun cuk."

Dinda mengerucutkan bibirnya sementara Arsen tertawa. "cape nek, Dinda pengen dipijit nih."

Neneknya menggelengkan kepalanya. "tuh Elle, apa kata ibu jangan suka manjain anak, baru segitu juga udah ngeluh minta dipijit." kata neneknya.

"iyah ibu."

Dinda berdecak sebal. Dia mengeluarkan ponselnya untuk bermain game. "cie baru dateng udah dimarahin nenek." bisik Arsen sambil tertawa.

"ih abanggggg." teriak Dinda sambil memukul Arsen kesal.

"cuk eh, gak boleh gitu toh sama abangnya."

"nenek mah belain aja terus bang Arsen."

"Sen kamu tidur dulu sana, nanti siang keluarga pak Anwar dateng." kata Ayahnya, Arsen mengangguk paham. Ayahnya kembali ke kamarnya dengan Ellena, sementara neneknya menyiapkan makanan untuk makan siang nanti.

Arsen mengambil ponselnya. Ada satu panggilan dari Sabiya, Arsen tersenyum senang dia menyisir rambutnya dengan jari.

"abang udah ganteng belum?"

Dinda hanya menoleh dengan tatapan sinisnya tak menjawab pertanyaan Arsen.

"hai."

Sabiya muncul dari layar ponselnya. Arsen bisa menebak kalau Sabiya sedang berada di kampus.

"hai." Arsen tersenyum. "tumben udah di kampus?"

Sabiya terkekeh. "ada kuis. Kamu udah sampe Semarang?"

"udah cape nih."

"istirahat sana, aku cuman pengen tahu keadaan kamu aja, syukur udah sampe."

"baru sebentar gak ketemu kamu aja aku udah kangen, gemes banget aku pengan ngacak rambut kamu."

"masa? Inget yah Sen kamu gak boleh genit di Semarang awas aja kalau berani selingkuh."

"kalau aku selingkuh gimana?"

"aku gak mau ketemu kamu lagi, selamanya."

"jahat baget sih Bi." Arsen kembali memandangi Sabiya yang ada dilayar ponselnya. "KAK BIYAAA NIH ABANGNYA JAHAT MASA SAMA ADEK SENDIRI." Arsen langsung menjauhkan ponselnya dari Dinda sementara Sabiya hanya tertawa.

"kak aku mau ngobrol sama kak Biya."

Arsen menggeleng. "gak boleh, ganggu aja." Arsen membawa tasnya ke dalam kamar lalu mengunci pintu kamarnya agar tak diganggu Dinda.

"aku ngantuk." ujar Arsen.

"ya udah kamu tidur, istirahat yah."

"tapi video callnya jangan dimatiin sampe aku tidur."

Sabiya mengangguk, dia tidak mematikan video callnya. Perlahan Arsen mulai tertidur, Sabiya tersenyum. "selamat tidur Arsen." katanya lalu mematikan video call.

⚫⚫⚫⚫

Arsen keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil. Dia memih menggunakan pakaian santai hanya untuk di rumah. Setelah selesai, Arsen langsung menghampiri keluargnya yang ada di ruang tamu.

Arsen tersentak saat melihat wanita yang dia tolong ada di sini. "lo?"

Vera sama terkejutnya dengan Arsen, dia tak percaya bisa dipertemukan lagi dengan Arsen. Vera menghampiri Arsen sambil tersenyum riang. "hai, lo kok ada di sini?"

Arsen mengerutkan keningnya. "ini rumah nenek gue."

"kalian kenal? Arsen papah ceritainkan anaknya pak Anwar, yaitu dia, Vera." kata ayahnya.

"oh jadi lo anak pak Dedi?"

Arsen mengangguk sebagai jawaban.

"bang kayaknya charger aku ada di tas abang deh." Dinda yang baru saja datang tak sadar kalau ada tamu. "eh, maaf." katanya.

"iyah ada di kamar."

"Dinda kenalin ini kak Vera, dia dokter loh." Dedi memperkenalkan Vera dengan bangganya. "kamu bisa tanya-tanya sama dia tentang kedokteran."

Raut wajah Dinda berubah menjadi lebih jutek. Dia mengabaikan perkataan ayahnya. "aku ke kamar bang Arsen dulu." lalu Dinda pergi.

"jadi waktu itu mobil aku mogok terus Arsen nganterin aku ke rumah sakit." Vera bercerita tentang kejadian yang membuat dia dipertemukan dengan Arsen. "iyakan Sen?"

"iyah, mah aku laper kita makan sekarang aja."

Ellena mengangguk setuju. Mereka pergi ke meja makan tapi sebelumnya Arsen memanggil Dinda untuk bergabung bersama.

"nah Sen habis ini kamu temenin Vera jalan jalan kota semarang yah?" pinta ayahnya dan Arsen tak mungkin menolaknya.

⚫⚫⚫⚫

Vera tak berhenti mengaggumi keindahan kota semarang. Sedari dia terus mengabadikan pemandangan kota semarang dengan kameranya. Arsen hanya diam sesekali dia melirik Vera.

"gila sih ini keren banget."

"Semarang adalah kota gue dilahirkan dan gue selalu bangga aja dilahirin di semarang."

Vera mengangguk setuju, dia mengarahkan kameranya ke arah Arsen. "pose."

Dapet, Vera dapat foto Arsen.

"apaan sih Ver, hapus gak?" kata Arsen mencoba meraih kamera Vera.

"kenang-kenangan kali Sen, lagian di foto lo gak jelek-jelek amat kok."

Arsen berdecak sebal. "inget yah itu foto gue lo simpen buat lo aja, jangan di upload di medsos nanti gue viral karena kegantengan gue ini bisa jadi masalah." katanya dengan percaya diri.

Tawa Vera pecah mendengar perkataan Arsen barusan. "gila yah lo narsis banget."

"bodo."

"kita foto berdua gimana?"

Arsen terdiam sebentar sebelum menganggukan kepalanya.  "okey."

SabiyArsenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang