Kekakuan suasana saat ini mulai mencekik daku secara perlahan.
Hening, sepi, tidak ada yang bersuara.
"Kei, kamu apa kabar?"
Akhirnya, ada yang bersuara.Ngeri banget suasana tadi.
"Baik pak, eh kak," gue cuma senyum kecil ke dia dengan mata yang disipit-sipitkan.
Dia terkekeh geli, "bisa loh ya kita ketemu di sini."
Gue cuma tertawa kecil, sok anggun menanggapinya.
"Iya gue gak nyangka bisa ketemu kakak di sini. Di tempat kerja gue mana kakak kepala divisinya pula," kataku.
"Ka Rion, gimana kabarnya? Kok jadi berubah gini?" Sambung gue, menatap perubahannya yang signifikan.Dia tersenyum lembut, "Saya baik dan sehat. Ya masa saya begitu-begitu terus Kei."
Gue menggaruk kepala gue yang gak gatal, "iya juga sih."
Jonathan Xaverion Pratama.
Senior gue waktu kuliah dulu. Gue gak tau nama kepala divisi yang baru ini, yang gue tau cuma Jonathan dan gue mana mikir kalo Jonathan itu adalah Jonathan senior gue.Dia banyak berubah, jadi rapi, lebih dewasa, jadi lebih berkarisma, jadi lebih tampan dan tetep wangi sama seperti dulu.
Walau dia dulunya urakan tapi dia selalu wangi.Potongan rambutnya udah jadi lebih rapi, dengan gaya pompadour undercut yang bagian samping rambutnya dipotong sangat tipis dan membiarkan volume rambut yang cukup tebal di bagian atasnya.
Rambutnya disisir ke belakang dengan memakai pomade agar terlihat lebih rapi dan klasik.
Benar-benar berbeda dari model rambutnya yang dulu.
Dulu mana mau rambutnya dibikin begitu, nunjukin mukanya aja ogah-ogahan. Dan gak semua orang bisa liat muka dia yang ganteng itu, gue salah satu orang yang beruntung bisa liat mukanya waktu itu.Dan dengan potongan rambutnya seperti itu, wajahnya jadi terlihat lebih jelas dan orang-orang sudah bisa melihat wajahnya dan iris mata hitamnya yang dulu disembunyikannya.
"Sebentar kamu ada waktu Kei?"
Ka Rion memecah kesunyian yang kembali tercipta tadi tanpa gue sadari karena sibuk meneliti dia sambil berdecak kagum melihat perubahannya."Kenapa? Mau ngajak nongkrong di warkop? Aku sih yes selama di traktir," ujarku dan memamerkan gigi-gigiku.
Dia tertawa mendengar kata-kataku, "iya saya mau ajak kamu nongkrong di warkop tapi kita makan malam dulu, saya yang traktir."
"Oke. Gue balik kerja dulu ya ka. Siap-siap deh pas gue keluar dari sini udah jadi bahan gosipan."
Gue berdiri dari sofa yang tadi gue dudukin, berniat untuk segera keluar dari dalam ruangan ini.
Ka Rion terbahak mendengarnya, "biarin aja mereka. Sekali-kali jadi bahan gosipanlah biar terkenal."
"Iya kakak aja gue mah kagak mau."
Gue berjalan mendekati pintu ruangannya, baru mau buka pintu suaranya menginterupsi.
"Jam 5 ya, nanti saya tunggu di lobby."
"Iya pak."
...
Lengan kemeja yang dilipat sampai ke siku memperlihatkan urat-urat tangannya, kancing kemeja teratas yang dibuka, rambut yang tadinya rapi sekarang agak berantakan membuatnya semakin terlihat hot.
Gak yakin nih gue kalo dia itu senior gue dulu. Jadi seksi dan hot gini.
"Ka Rion."
Dia cuma bergumam lalu melirik ke gue.
"Lu ke mana aja? Lu main ngilang gitu aja. Gue nyariin tapi jejak lu ilang kayak disapu angin. Gak berbekas."
Gue mulai membuka pembicaraan. Ada banyak sekali pertanyaan di kepala gue sekarang tapi gue tahan. Satu satu aja dulu nanyanya.Dia terkesiap mendengar pertanyaan gue. Tapi gak lama kemudian dia mengulas senyum tipis.
"Maafin saya. Waktu itu buru-buru," jawabnya tanpa liat mata gue. Dia malah menunduk ngeliatin cangkir kopinya.
Aku menatapnya tajam, "tapi kenapa? Seengaknya lu kasih kabar ke gue, lu gak perlu kasih tau alasannya. Cukup kabarin gue aja."
Dia mendesah pelan dan ngalihin matanya natap gue. Dahinya mengerut, "waktu itu rumit. Saya gak kepikiran untuk memberi kabar pada siapa pun."
Hati gue mencelos mendengarnya.
Gak kepikiran? Berarti gue gak penting kan dalam hidupnya.Gue meringis, "ya udahlah. Udah lewat juga."
Gue berusaha tersenyum walau gak ikhlas. Gak tau keliatan seperti apa senyum gue sekarang yang penting senyum aja dulu.
Gue mandangin cangkir kopi gue. Entah kenapa gue pengen nangis. Pengen pergi dari sini sekarang, pergi menjauh dari sini terus jalan entah ke mana.
Gue tau dia masih natap gue tapi gue gak mau balas natap dia. Bukan sakit hati, takut runtuh tembok yang udah susah payah gue bangun.
Gue minum espresso yang gue pesen sembari menatap ke sekeliling warkop.
Gue kangen warkop ini setelah 8 tahun gue balik ke sini lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Senior [Completed]
RomanceBaca aja dulu siapa tau tertarik. Cerita gue sepanjang sungai Amazon. Gak, cerita gue lebih panjang dari sungai Amazon. Tertarik? Baca aja dulu. - 🌸