"Kamu editor kan? Kenapa paragraf dua ini kalimatnya boros? Cepat perbaiki."
"Maaf pak."
Gue segera mengambil berkas itu dari kak Rion lalu berjalan dengan cepat meninggalkan ruangannya. Tetapi baru saja gue mau ngebuka pintu, pintunya sudah terlebih dulu dibuka oleh seseorang. Dari balik pintu muncul seorang wanita, dia langsung berjalan masuk dan melewati gue seakan-akan gue adalah makhluk kasat mata.
Gue merhatiin tuh cewek dan betapa terkejutnya gue ketika dia ngehampirin kak Rion lalu langsung memeluknya. Mulut gue udah terbuka lebar akan pemandangan yang gue saksikan ini.
Mata gue nggak lepas dari reaksi kak Rion. Jelas, dari raut wajahnya terlihat terkejut tetapi dia diam dan nggak ngedorong tu cewek.
"Gue kangen banget sama lo, Jo." Gadis itu berkata dengan begitu ceria.
Kak Rion menatap gue yang belum juga beranjak dari ruangannya. Tatapan tajam gue berikan kemudian dengan langkah menghentak keluar dari ruangannya.
Baguss!! Lepas kangen aja itu sama mantannya! Hah! Lagian mana mungkin selama delapan tahun dia nggak punya pacar! Gue aja punya kok.
"Flo, muka lo kenapa? Merah banget."
Gue menatap Cliff dengan garang.
"Iyalah merah. Orang gue lagi emosi."
Cliff menggelengkan kepalanya melihat gue. Kemudian dia kembali melanjutkan pekerjaannya. Grace yang berada di seberang meja pun ngeliat gue, dia mengulurkan tangannya dan memberikan sebutir cokelat. Cokelat memiliki efek menenangkan, itu yang dipercaya. Gue mengambilnya dengan senang hati dan langsung memakannya. Lumayan, gue cukup tenang walau bayang-bayang pelukan tadi masih sangat jelas.
Siapa perempuan tadi? Mantannya kah? Kalau temen terus peluk ya gue nggak jadi masalah tapi kalo mantan wahh cari perkara itu namanya.
"Flo, lo pulang bareng kak Rion?"
Gue menggeleng. "Nggak tau. Lagi sibuk pacaran dia."
Yura mengernyit bingung. "Pacaran apaan? Mulai deh lo."
Gue berdecak sebal. Menatap Yura dengan malas. "Lu perhatiin terus ruangannya bos dan gue mau liat gimana respon lu."
Yura mengerutkan keningnya, dia tidak berkata apa-apa dan langsung berlalu kembali ke mejanya.
Lepas rindunya nggak bisa semenit dua menit kayaknya. Mesti berpuluh-puluh menit.
Hingga hitungan waktu ke tiga puluh lewat sepuluh menit barulah gadis itu keluar dengan diantar pimpinan. Pake acara diantar, oh nggak tau jalan kah?!!!
Setelah mengantar gadis itu ke depan lift, pimpinan kembali ke ruangannya dan sempat melirik gue yang sedang menatapnya dengan datar. Dia lalu masuk kembali ke dalam ruangannya.
Gue mendengar ketukan sepatu ke arah gue. Mendengar itu gue langsung menoleh dan mendapati Yura sudah berdiri di depan gue dengan tatapan terkejut.
Dia menunduk lalu berkata dengan pelan. "Mantannya?"
Melihat betapa akrabnya dan seperti ada percikan-percikan cinta yang tersisa itu membuat gue bahkan Yura berpikir bahwa itu mantannya pimpinan.
"Tanyain coba ke bapak Jonathan yang terhormat," gerutu gue.
"Jangan nethink dulu Flo. Siapa tau aja temen kan?"
Gue mendelik. "Eh yang tadi bilang itu mantannya siapa?"
Yura mengangkat kedua alisnya. "Ya kan gue nanya itu Flora. Ck, ya udah gimana nih? Pulang bareng pak Jonathan nggak? Kalo nggak temenin gue beli kado buat mas Hendra. Dia kan bentar lagi habede."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Senior [Completed]
RomanceBaca aja dulu siapa tau tertarik. Cerita gue sepanjang sungai Amazon. Gak, cerita gue lebih panjang dari sungai Amazon. Tertarik? Baca aja dulu. - 🌸