Kesan

2.5K 185 2
                                    

"Flora, lu dipanggil pak Jonathan ke ruangannya tuh," ujar Cliff temen sedivisi.

"Oke, thanks Cliff."

Gue berdiri dari bangku lalu ngambil map berisi lembaran-lembaran kertas yang baru gue revisi.

(Tok tok)

"Masuk." Suruh suara laki-laki yang terdengar agak serak itu.

Sebenernya nih gue belum pernah lihat atau ketemu sama kepala divisi yang baru. Baru hari ini untuk pertama kalinya gue bakal ketemu dia buat nyerahin kerjaan gue buat diperiksa.

Dag dig dug ser hatiku.
Gue agak gugup dan takut. Takut si kepala divisi baru ini lebih galak dari pak Bagas.

"Permisi pak."

Gue buka pintu berbahan kayu dengan dilapisi cat minyak berwarna cokelat tua itu perlahan.

Bau maskulin dari seorang laki-laki dewasa dan terkesan berkarisma tercium dari ruangan ini.

Ruangan ini dulu pas masih ditempati pak Bagas, baunya bau khas perempuan, wangi-wangian semacam mawar, melati atau sejenisnya. Beda dengan saat ini.

Gue berjalan masuk ke dalam ruangan itu.

Sosok lelaki dewasa sedang duduk di kursinya dengan memangku tangannya di atas meja dan mata berwarna hitam itu menatap gue intens.

Alamak matanya, mamak, item banget itu.

Dan satu hal yang pasti, ganteng. Sumpah ganteng banget. Tapi sebentar, mukanya kayak gak asing.

Gue berjalan mendekati mejanya.
"Ini pak, file -nya."

Gue naruh map itu di atas meja beliau.

"Lama tidak bertemu Flora," katanya padaku sambil tersenyum.

Dia tersenyum. Senyum, dia senyum ke gue.

Kalo gue es batu nih ya udah mencair dari tadi.

"Maaf?"

Gue liat dia bingung. Siapa? Memang wajahnya tidak asing cuma gue gak tau siapa.

"Kamu lupa sama saya?"
Pak Jonathan menaikkan sebelah alisnya lalu terkekeh pelan.

Ketawanya aja renyah gitu loh.
Sayur, Yura-ku sayang maapin kakandamu ini.

"Pohon? Lemparan botol air mineral? Belakang kampus?" Cetusnya.
Dia mendelik ke gue.

Bentar bentar. Pohon? Lemparan botol air mineral? Belakang kampus? Itu kan hari pertama gue pas diospek.

Cuma satu orang laki-laki yang tau cerita itu.
"Ka Rion?" Tebakku.

Dia tersenyum lega. Dia mengedipkan sebelah matanya ke gue.

"Hai." Deretan giginya yang rapi dan putih itu terunjuk buat gue dengan lebar dan manis sekali.

Dia berdiri dari kursinya lalu jalan ngehampirin gue.

"Kamu masih sama ya, bedanya lebih keliatan dewasa dan wanitanya kalo sekarang." Dia menepuk kepala gue pelan.

Gue masih gak percaya, gue mengedip-ngedipkan mata gue berkali kali.
Mahasiswa urakan, dengan rambut gondrongnya yang nutupin matanya, yang walaupun urakan dan keliatan gak rapi memiliki otak encer itu? Ka Rion yang itu?

"Kei.."

"Eh iya pak?"

Dia ketawa lagi, "gak percaya ini saya? Beda banget ya?"
Dia menatap pakaiannya dari atas sampai bawah terus liat gue lagi.

"Iya beda banget. Banget. Lu beneran ka Rion? Mahasiswa yang jadi korban lemparan botol gue?"

Dia ngangguk.

"Yang abis gue lempar, gue dibentak itu?"

Dia ngangguk lagi.

"Yang gue diseret ke tengah-tengah lapangan itu?"

Dia ngangguk sekali lagi.

Oke dia memang ka Rion.

"Ka, lu kok ganteng sih?"
Mulut gue. Floraa. Gue kutuk lu jadi makin manis mau?

"Saya memang ganteng, kamunya yang gak pernah sadar," ucapnya dengan pede.

Dia menarik tangan gue terus gue didudukin di atas sofa. Dia duduk di samping gue.

"Udah berapa lama gak ketemu ya kita sekitar 8 tahun kayaknya."

"Ka, serius gue masih susah percaya lu itu ka Rion."
Gue duduk ngadep dia dan natapin dia dari atas sampai bawah berulang kali.

"Ini saya Keira. Rion." Dia menyentil kepala gue pelan.
Cuma satu orang yang manggil gue Keira. Beneran orang itu kan? Beneran dia kan? Iya bener dia.

"Gue kangen sama lu ka."

Gue pengen ngilang aja saat ini. Doraemon gue butuh pintu ajaib lu sekarang, darurat, emergency.

Dia sedikit terperanjat dan matanya gue bisa liat kaget sama pernyataan spontanitas gue yang main asal jeplak itu.

Sedetik kemudian dia natap kedua mata gue dengan teduh dan lembut.
"Saya juga kangen kamu."

Hi, Senior [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang