08. Eleven O'clock.

15.8K 105 2
                                    

Dreed

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dreed.. dreed... Dreed.. dreed.

Ponsel Acchan bergetar di atas meja belajarnya, berputar setiap getaran itu terjadi. Sejenak dia melirik ke jam dinding, jarum jam menunjuk pada angka 11 malam. Acchan segera meraih dan melihat layar datar ponsel itu, tertera nama Matsui Jurina.

Acchan 📞
"Malam Jurina..."

📞 Jurina
"Malam Acchan, maaf mengganggu..."

Acchan 📞
"Tidak apa-apa Jurina... Ada apa?"

📞 Jurina
"Sekarang aku berada di depan rumahmu."

Acchan 📞
"Benarkah?... Baiklah, kau tunggu sebentar. Aku akan bukakan pintu."

Belum sempat mendengar jawaban dari Jurina, Acchan sudah menutup panggilan ponsel tersebut. Dia segera turun dari tempat tidurnya dan menuju ke pintu kamar tidurnya. Acchan melongok keluar kamar, suasana di luar kamarnya remang-remang. Hanya ada beberapa lampu dinding yang menyala dengan setting redup sebagai sumber cahaya yang menerangi ruangan tengah itu.


Dia berjalan pelan-pelan agar tidak membangunkan penghuni lain rumah berlantai tiga itu. Acchan tinggal bersama ibu dan adik perempuannya, Paruru. Kedua orang tua Acchan telah bercerai lima tahun yang lalu. Ayahnya memilih berpisah dan meninggalkan Acchan dan Paruru bersama ibunya.

Acchan menuruni tangga dari lantai paling atas letak dimana kamar tidurnya berada. Ia melewati kamar Paruru yang berada di lantai dua, kemudian dilanjut ke lantai satu dan menuju ke pintu depan rumah itu setelah melewati kamar tidur ibunya yang berada di ruang tengah lantai tersebut. Kakinya berjinjit pelan agar tidak menimbulkan suara langkah di lantai kayu yang bisa membangunkan tidur ibunya.

Dia membuka pintu depan rumah pelan-pelan dan mendapati sahabatnya tengah berdiri tanpa jaket yang melindungi tubuh dari dinginnya malam. Terlihat kekesalan di wajah Jurina. Saat mulut Jurina hendak berbicara, telunjuk tangan kanan Acchan menempel di bibir manis Jurina yang bergetar.

"Ssttt... ngomongnya nanti saja di kamarku. Okaa-san dan Paruru sudah tidur."

Tangan kiri Acchan menarik lengan kanan Jurina dan membawanya masuk. Setelah menutup pintu depan dan menunggu sebentar Jurina melepaskan sepatu Converse merahnya, Acchan kembali menggandeng tangan sahabatnya itu menuju ke kamar tidur Acchan yang berada di lantai tiga.

Seperti sebelumnya, Acchan kembali berjinjit dan diikuti Jurina yang melakukan hal sama ketika berjalan di atas lantai kayu rumah itu. Sempat kaki Jurina tergelincir saat menaiki anak tangga menuju lantai dua, karena tidak terbiasa berjalan di rumah Acchan dengan penerangan yang minim. Beruntung Acchan menarik ke dalam pelukkannya.

"Hati-hati Jurina... Ikuti langkah kakiku."

Jurina menghembuskan nafas lega dan mengangguk pelan, dia tersenyum. Acchan melepaskan pelukkannya dan kembali menggandeng tangan Jurina. Kali ini pandangan Jurina menatap kemana langkah Acchan yang memimpin di depannya, melanjutkannya ke lantai atas hingga akhirnya mereka sampai di depan pintu kamar tidur Acchan.

"Kau tunggulah di kamar sebentar, aku akan membuatkan minuman hangat untukmu."

Acchan melanjutkan langkah kakinya menuju ke dapur, meninggalkan Jurina di depan pintu kamar Acchan. Sejenak mata Jurina menatap sahabatnya itu menuruni tangga kembali menuju ke dalam dapur rumah yang berada di sudut lantai dua. Setelah Acchan tak terlihat dari pandangannya, Jurina segera membuka pintu kamar Acchan dan masuk.

Jurina berjalan menuju meja belajar Acchan, dia memutar kursi meja belajar untuk menghadap pintu kaca menuju balkon kamar Acchan yang tertutup korden dan duduk di atas kursi itu. Pandangannya beralih ke pintu masuk ruangan kamar ketika Acchan masuk dan menutup kembali pintu itu, Acchan menghampiri Jurina.

"Minumlah Jurina... ini akan menghangatkan tubuhmu."

Acchan menyerahkan segelas cokelat hangat pada Jurina, lalu berjalan ke sisi tempat tidurnya dan duduk di tepi kasur itu. Jurina meminum dua tegukan kemudian meletakkan gelas kaca cokelat hangat tersebut di atas meja belajar Acchan. Dia menoleh dan menatap Acchan yang sedang tersenyum kepadanya, Jurina membalas dengan tersenyum manis juga kepada Acchan.

"Kau bertengkar lagi dengan ayahmu?"
"Iya Acchan... Otou-san pulang dalam keadaan mabuk, dan dia memarahiku ketika aku menegurnya. Aku sungguh membencinya."
"Kau tak boleh berkata seperti itu, Jurina. Bagaimanapun juga, dia adalah ayahmu."
"Sudahlah, aku tak ingin membahasnya... Acchan, bolehkah aku tidur di sini malam ini?"

Acchan tersenyum dan mengangguk, membuat senyum Jurina ikut mengembang. Acchan segera berdiri dan berjalan ke lemari pakaiannya, mengambil t-shirt putih yang longgar dan celana pendek berbahan tipis dan halus. Dia menyerahkan pakaian itu dan meminta Jurina untuk memakainya sebagai baju tidur pengganti piyama. Karena Acchan tau betul kebiasaan Jurina yang tidak suka pakai piyama saat tidur.

Jurina berdiri dan tanpa malu melucuti pakaian yang ia kenakan, kemeja lengan pendek hitam dan celana panjang jeans yang ketat. Dia juga melepaskan bra putihnya, menampilkan buah dada Jurina yang menggantung bebas. Acchan yang sedari tadi membelakanginya sempat melirik ke cermin rias yang memantulkan bayangan tubuh Jurina yang hanya mengenakan underwear putih saja, Acchan menelan ludah.

Jurina melipat kemeja dan celana jeans serta bra nya, ia menaruhnya di meja kecil samping meja belajar Acchan. Kemudian dia mengenakan t-shirt longgar dan celana pendek yang dipinjami oleh Acchan. Setelah Acchan melihat Jurina dari pantulan cermin kaca meja riasnya dan mendapati Jurina selesai mengganti pakaian. Dia berbalik dan naik ke atas tempat tidurnya.

"Sebaiknya kita tidur, Jurina... Hari semakin malam." Ajak Acchan.

Jurina melirik ke jam dinding kamar, menunjukkan pukul 12 malam. Ia mengangguk pada Acchan, menghabiskan minuman cokelat yang telah dingin dan segera naik ke atas tempat tidur. Jurina berbaring di samping Acchan yang menarik selimut tebal untuk menutupi tubuh mereka berdua.

"Jurina..."
"Heem."
"Eee... lupakan."

Acchan terlihat ragu dan membatalkan kata yang ingin diungkapkannya. Dia tersenyum menatap Jurina dan memalingkan tubuhnya, mencoba tidur menyamping, memunggungi sahabatnya itu.

"Ada apa Acchan?"
"Tidak ada apa-apa.. hehe... Sebaiknya kita tidur. Oyashumi Jurina."
"Oyashumi Acchan."

Jurina bingung dengan sikap Acchan, tetapi dia tak ingin memaksanya untuk mengungkapkan apa yang mencemaskan hatinya itu. Dia yakin, Acchan akan memberi taunya suatu saat nanti. Sejenak dia menguap dan meregangkan tangannya yang pegal dan kaku. Kedua tangan tersebut menelusup ke samping pinggang Acchan, memeluknya dari belakang. Kemudian dia mulai menutup matanya.

Apa yang sebenarnya terjadi denganku? Perasaan apa ini, hingga membuat hatiku terasa aneh?. Batin Acchan. Dadanya bergetar dan terasa sesak, sesuatu yang aneh dirasakan hatinya. Acchan terus memikirkan seseorang yang tak bisa hilang dari pikirannya, seorang lelaki yang baru dikenalnya, Satō Takeru.

To be continued...

•••★★•••♥•••★★•••

Budayakan vote and comment di setiap chapter nya sebelum atau sesudah membaca, biar author nya makin semangat lanjutin cerita SBH..
Thank's buat yang udah ngehargai karya aku dan follow aku... See you guys!!! 😘😘😘 ...

Sakura Blossom HighschoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang