*35*

565 58 14
                                    

Pangeran Louis sudah bertemu dengan tabib itu. Ketika ia ingin mengajaknya ke Argentina tabib itu meminta agar diantar ke istana Monako terlebih dulu karena ia masih memiliki tugas untuk merawat Pangeran Liam yang belum begitu pulih ketika terakhir ia lihat. Tabib itu ingin memastikan bahwa Pangeran Liam sudah bisa ia tinggalkan dalam artian ia sudah benar benar sembuh.

Kuda Harry tidak ada. Mungkin dia sudah pulang. Syukurlah.

"Pangeran, mari ikutlah masuk.". Tawar tabib itu.

"Tidak. Aku akan menunggu di gazebo itu.". Balas Pangeran Louis.

"Baiklah. Saya tidak akan lama.". Pangeran Louis mengangguk lalu berjalan menuju gazebo di samping istana. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling dan sesekali bersiul.

"Sebelah sana dayang.".

Teriak seseorang yang mengalihkan pandangan Pangeran Louis. Ia mencari sumber suara itu karena ia merasa tak asing dengannya. Sampai seorang putri cantik membuatnya menghentikan arah pandangannya.

Bukankah dia Eleanor? Astaga bagaimana aku bisa lupa dia itu adik dari Mendes.

Ada sebuah dorongan dari hatinya untuk menghampiri putri itu. Pangeran Louis pun menghampirinya.

"Selamat siang tuan puteri.". Sapa Pangeran Louis. Putri Eleanor berbalik.

"Kau?".

"Senang bisa bertemu lagi denganmu. Bagaimana kabarmu?". Putri Eleanor masih terkejut. Dia mengerjapkan matanya berkali kali lalu kembali berbalik membelakangi Pangeran Louis.

"Apa aku sedang bermimpi?". Putri Eleanor bergumam sambil menepuk pipinya.

Pangeran Louis terkekeh mendengarnya.

Ada apa dengannya? Melihatku seperti melihat idolanya saja. Hehe.

"Kau tidak bermimpi Lea. Ini aku Louis.". Pangeran Louis menyentuh bahunya membuatnya berbalik.

"Kau.. Mau apa kesini?". Tanya Putri Eleanor ketus.

"Untuk bertemu denganmu.". Putri Eleanor  membulatkan matanya lalu menunduk. "Hahaha aku bercanda. Aku mencari tabib untuk mengobati sahabatku yang sakit dan dia sedang ijin melihat orang yang dia rawat disini dulu.".

Beraninya kau permainkan perasaanku Louis. Aku benci kau.

"Kalau begitu tunggu saja. Jangan mengacauku.". Putri Eleanor meninggalkan Pangeran Louis dan melanjutkan kegiatannya memetik buah dan sayur.

Bukan Pangeran Louis jika menyerah begitu saja. Ia mengikuti Putri Eleanor dibelakangnya.

"Kebun sayurmu tumbuh subur. Kau pasti rajin merawatnya.". Putri Eleanor tak bergeming. "Aku sangat suka wortel asal kau tau hehe.". Pangeran Louis diacuhkan dan mulai merasa geram. Dengan jail ia merampas tas jinjing Putri Eleanor yang digunakan sebagai wadah sayuran. Lalu ia berlari.

"Hey. Kau! Kembalikan bakul ku.". Putri Eleanor mengejarnya. Pangeran Louis tersenyum menang.

"Kejar aku Lea. Kemari.". Tantang Pangeran Louis.

"Beraninya kau hey! Kembalikan padaku Lou! Jangan panggil aku Lea.".

"Suka hatiku lah! Hahaha sini tangkap! Ambillah!".

"Lu..uihhh.. Ber..hen..tih.. ". Putri Eleanor sudah mulai kelelahan dan menyerah. Ia menyikap gaun putihnya lalu duduk digazebo. 

"Hey, mengapa berhenti? Kau menyerah? Oh ayolah tuan puteri, ini baru berapa putaran?". Pangeran Louis menghampiri Putri Eleanor. Putri itu menatapnya tajam. "Huh kau payah!". Ejek Pangeran Louis.

The Prince of SNOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang